Mubadalah.id – Realitas kehidupan adalah beragam, plural. Ini adalah keniscayaan alam ciptaan Tuhan “Ia tabdila li khalqillah”.
Tidak seorang manusia pun dapat mengubah kehidupan yang beragam ini. Atas dasar ini, maka tidak seorang pun juga dapat menolak kehadiran beragam manusia di bumi ini. Juga berikut seluruh hal yang melekat pada dirinya masing-masing. Termasuk di dalamnya agama, keyakinan, atau kepercayaan.
Nabi juga tidak mampu menjadikan semua keluarganya mengikuti ajarannya, meskipun beliau sangat menginginkan dan terus mengajaknya. Abu Jahal (Amr bin Hisyam bin al-Mughirah) adalah paman Nabi yang bukan hanya tidak mau beriman kepada ajaran nabi. Bahkan memusuhi keponakannya itu.
Hal itu karena keimanan adalah anugerah Tuhan semata. Mengenai ini Allah mengatakan:
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya: “Muhammad, sungguh kamu tidak dapat memberi petunjuk (hidayah) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya”. (QS. al-Qasas ayat 56).
Tugas Nabi hanyalah menawarkan jalan ke arah kehidupan yang benar dan baik di satu sisi dan memperingatkan jalan yang salah dan buruk.
Fungsi Nabi disebut al-Qur’an sebagai orang yang menawarkan dan mengajak kepada kebahagiaan hidup (mubasysiran) dan memperingatkan akan penderitaan hidup (nadziran).
Nabi tidak Tuhan beri hak untuk memaksa orang untuk mengikuti keyakinan dan jalan hidupnya (lasta ‘alaihim bi musaithir). Menjadi muslim atau tidak adalah hak prerogatif Allah.
Oleh karena itu, adalah hak setiap orang pula untuk menerima atau menolak ajakan keselamatan dan kegembiraan yang Nabi tawarkan. Tuhanlah yang akan menentukan tempatnya masing-masing di akhirat kelak, bahagia atau sengsara. Islam Nabi nyatakan sebagai Rahmat bagi semesta. []