Mubadalah.id – Gagasan adanya sharing properti keluarga, atau harta bersama, adalah salah satu upaya dukungan cendekiawan muslim Indonesia untuk memberi pemihakan pada perempuan yang secara struktur budaya lebih banyak dituntut untuk berada di dalam rumah.
Mohd. Idris Ramulya mengkiaskan harta yang suami istri peroleh dalam pernikahan dengan anak yang istri lahirkan. Menurutnya, sekalipun istri menanggung dan bekerja lebih keras untuk melahirkan anak jika dibandingkan suami. Tetapi karena ikatan pernikahan, anak menjadi hak berdua suami dan istri.
Begitupun harta yang suami usahakan, sekalipun ia bekerja lebih keras di luar rumah. Tetapi hasil yang ia peroleh harus menjadi milik berdua dan bersama, suami dan istri.
Dalam gagasan sharing properti ini, harta yang suami hasilkan dalam ikatan pernikahan adalah harta bersama, di mana tindakan hukum menjadi hak berdua.
Jika istri diceraikan atau ditinggal mati suami, maka ia berhak separoh dari harta tersebut, dan separohnya menjadi hak suami untuk diambil dibawa pergi ketika bercerai atau dibagikan kepada ahli warisnya ketika meninggal dunia.
Perempuan harus suami berikan pilihan untuk tinggal dan bekerja di dalam rumah, karena faktor reproduksi, tuntutan budaya, atau kesepakatan bersama. Di samping pilihannya untuk bekerja di luar rumah.
Ketika ada tuntutan sosial tertentu atau karena pilihan perempuan, ia bekerja di luar rumah. Maka harus ada kesediaan laki-laki untuk mengambil alih kerja-kerja domestik jika memiliki waktu luang lebih.
Tentu saja, semua urusan bisa suami dan istri kompromikan melalui kesepakatan-kesepakatan. Misalnya dengan berbagi tugas dan waktu, atau mempekerjakan PRT.
Tetapi jika cara pandang budaya terus melestarikan pembakuan peran domestik untuk perempuan. Maka bisa kita pastikan perempuan yang bekerja di luar rumah akan mengalami beban ganda, sekalipun sudah mempekerjakan PRT.
Karena itu, nilai-nilai budaya juga harus didorong untuk membuat laki-laki nyaman dan termotivasi melakukan kerja-kerja domestik, dan tidak membakukan peran domestik sebagai pekerjaan perempuan dan peran publik sebagai dunia laki-laki. []