• Login
  • Register
Sabtu, 26 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Iblis dan Pengelana (2020): Sastra, Perempuan, dan Stereotip

Kita berharap, pemikiran yang masih memandang salah satu gender lebih rendah dari yang lain bisa disudahi

Yulita Putri Yulita Putri
08/10/2024
in Personal
0
Perempuan dan Stereotip

Perempuan dan Stereotip

716
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Neil Amstrong kaget, ternyata bulan dipenuhi dengan perempuan cantik. Sebab itu, ia bergegas turun dari pesawat kebanggaannya untuk menghampiri salah satu perempuan yang duduk di ayunan.

“Siapa namamu?” tanya Neil.

“Aku iblis.”

“Mustahil perempuan secantik kamu iblis. Lagi pula iblis makhluk yang diciptakan untuk membuat kekacauan.”

“Kamu tidak percaya?”

Baca Juga:

“Nyanyi Sunyi dalam Rantang”: Representasi Perjuangan Perempuan Melawan Ketidakadilan

Standar Keadilan Menurut Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm

Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

“Beri aku bukti.”

“Ajak aku pulang ke tempat asalmu.”

Sejarah Iblis dalam Fiksi Mini

Fiksi mini itu tercetak dalam Iblis dan Pengelana (2020) gubahan Panji Sukma berjudul Sejarah Iblis. Kita boleh heran, di abad ke-21 ini, saat banyak pikiran, suara, dan gerakan berembuk menyuarakan isu keadilan gender, masih ada teks bermuatan stereotip yang dibumikan.

Stereotip merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial (2013) menyebut bahwa  stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan pada yang dituju. Salah satu jenis stereotip bersumber dari pandangan gender.

Dalam fiksi mini Sejarah Iblis, kita menemukan penandaan negatif untuk perempuan, sebaliknya dengan laki-laki. Amstrong, selaku representasi laki-laki sebagai astronot yang menjelajahi ruang angkasa. Narasi itu mengandung pengertian bahwa ia berani, berpengetahuan, dan aktif. Lain hal dengan perempuan.

Perempuan direpresentasikan sebagai iblis lalu digenapi dengan kalimat “makhluk yang diciptakan untuk membuat kekacauan”. Kata kekacauan selalu merujuk pada padanan negatif yang bisa berarti kekalutan, ketidakberesan, kekusutan, dan huru-hara.

Penyebaran stereotip tersebut bisa berdampak pada ketidakadilan. Penandaan yang berangkat dari asumsi “perempuan adalah pembuat kekacauan di dunia”, bisa menggiring pada keyakinan: setiap ada permasalahan yang melibatkan perempuan, pasti perempuan penyebabnya.

Misalnya, hingga saat ini jika ada kekerasan seksual yang perempuan alami, masyarakat masih ber-kecenderungan menyalahkan korban. Masyarakat bisa memiliki anggapan bahwa kejahatan itu terjadi akibat dari pakaian, cara bicara, atau gerak perempuan, bukan pikiran atau tindakan pelaku. Hal itu bisa terjadi lantaran asumsi awal yang terbangun adalah “kekacauan bersumber dari perempuan”.

Menilik Stereotip Perempuan

Nyatanya, stereotip itu tentu tidak benar. Dalam lembar sejarah masa lalu hingga saat ini, banyak perempuan justru menjadi pionir dalam menambal kekacauan di berbagai belahan bumi. Kita bisa menengok dalam ruang agama, kemanusiaan, pendidikan, sains, dan emansipasi.

Di ruang agama, Tim Ar-Rahman dalam Muslimah Teladan Sepanjang Sejarah (2016) menceritakan peran Khadijah dalam kelahiran Islam di tanah jazirah Arab. Ia dikisahkan ikut  terlibat dalam proses turunnya wahyu: “Ia selalu berada di sisi Nabi Muhammad Saw ketika beliau berada dalam keadaan yang sulit.”

Yang paling teringat adalah ketika Nabi Muhammad Saw pulang dari Gua Hira dalam keadaan terguncang saat wahyu pertama datang, Khadijah hadir di sisi Rasul. Jadi dalam proses tumbuhnya Islam, yang tercatat sejarah bukan hanya ada Tuhan, Jibril dan Nabi Muhammad Saw tetapi juga peran perempuan, yaitu Khadijah.

Pada jalan kemanusiaan, Bunda Teresa adalah salah satu sosok pembuka jalur yang menembus  batas agama, negara, suku, dan segala macam hal yang mengkotak-kotakkan manusia. Ia telah kita kenal sebagai sebuah lambang dunia damai. Sosoknya telah memberi pengaruh besar pada dunia dalam memandang kemiskinan, cinta kasih, dan kesederhanaan.

Beverley Birch dalam Marie Curie (1993) mengisahkan jalan hidup yang Marie Curie pilih, ilmuwan asal Polandia. Ia merupakan penemu radium dan pelopor dalam penelitian radioaktivitas. Kehadirannya sangat mempengaruhi penyelamatan hidup manusia:

“Sumbangannya dalam penelitian kanker juga luar biasa, karena berkat jasanya jutaan nyawa bisa terselamatkan.” Dalam perkembangan pengetahuan, ada peran perempuan yang turut terlibat.

Melawan Melalui Karya

Mata dunia kembali menengok pendidikan dalam jalur peperangan ketika bagian wajah Malala Yousafzai tertembus peluru. Perempuan itu memperjuangkan pendidikan di tanahnya dengan pertaruhan nyawa. Peta pendidikan di negara konflik berubah di hadapan wajah seorang perempuan.

Kartini, pada akhir abad ke-19 melalui surat-suratnya menyuarakan kondisi perempuan dalam cengkraman feodalisme dan kolonialisme yang menggeliat di tanah Jawa. Ia mengisahkan, mengkritik, dan mengusahakan kesejahteraan bagi perempuan dan masyarakat di tanah jajahan. Usaha  tersebut membentuk biografinya sebagai tokoh emansipasi atau yang S.K Trimurti sebut sebagai perempuan yang pemikirannya melampaui zaman.

Selain melalui tindakan nyata, upaya melawan stereotip juga mereka lakukan lewat kerja-kerja sastra. Teks kita produksi untuk memulihkan mental, semangat, dan kepercayaan diri perempuan setelah sekian lama terkonstruk untuk menjadi pasif melalui kebijakan, teks pengetahuan, dan industri hiburan.

Pada tahun 1948, Astrid Lindgren melalui tokoh Pippi Langstrumpf dalam karya fiksinya Pipi di Negeri Taka-Tuka berusaha melawan seksisme dalam karya sastra untuk anak-anak. Cerita yang memikat para pembaca. Kisah yang memuat pesan bahwa menjadi seorang gadis bisa dengan beragam bentuk dan cara.

Pippi tergambarkan sangat kuat, berani, dan mandiri. Citra yang berusaha ia tumbuhkan dalam pikiran publik bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Buku menjadi kompas baru bagi anak-anak perempuan mengidentifikasikan diri, menggantikan citra dongeng-dongeng putri raja.

Kisah terjalin dalam beberapa judul: Pippi Longstocking (1945), Pippi Longstocking Goes Aboard (1946), Do You Know Pippi Longstocking (1947),  Pippi in Taka-Tuka  Land(1948).

Hakikat Sastra

Burhan Nurgiyantoro dalam Sastra Anak (2013) menjelaskan bahwa sastra berisi tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya terungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas.  Yang kita pahami, sastra bisa menjadi alat untuk memutuskan tali ketidakadilan, karena hakikat sastra adalah mengangkat persoalan hidup.

Namun, yang  masih kita temukan pada salah satu teks di abad ke 21,  justru tidak menyelesaikan permasalahan. Melainkan melanggengkannya, salah satunya dengan memasukan teks  bermuatan stereotipe .

Kita berharap, pemikiran yang masih memandang salah satu gender lebih rendah dari yang lain bisa kita sudahi. Saat masalah soal krisis pangan, krisis ekologis, dan krisis lainnya tepat berada di depan mata. Sungguh tidak tepat masih bersemangat mengulik permasalahan yang sejak lama mestinya terselesaikan.

Sudah selayaknya kita meninggalkan permasalah antar sesama manusia dan bahu membahu membangun peradaban yang lebih ramah pada segala makhluk. Kita boleh yakin, impian itu bisa terwujud sambil mendengarkan lagu Imagine (1971) gubahan John Lennon: “You may say I’m a dreamer/ But I’m not the only one/I hope someday you’ll join us/ And the world will live as one.” []

 

 

 

 

Tags: GenderHer StorykeadilanKesetaraanPerempuan dan StereotipSastrasejarah
Yulita Putri

Yulita Putri

Penulis lepas dan pegiat di komunitas Pusat Kajian Perempuan Solo (PUKAPS)"

Terkait Posts

Menemukan Arah Hidup

Rewire Otakmu dengan Secarik Kertas: Cara Sederhana untuk Menemukan Arah Hidup yang Hilang

25 Juli 2025
Simone de Beauvoir

Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj

25 Juli 2025
Zina

Mengapa Zina dilarang Agama?

23 Juli 2025
low maintenance friendship

Low Maintenance Friendship: Seni Bersahabat dengan Sehat, Bahagia, dan Setara

21 Juli 2025
Nikah atau Mapan Dulu

Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial

20 Juli 2025
Kepemimpinan Perempuan

Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?

19 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anak Bukan Milik Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sah Tapi Nggak Terdaftar, Nikah Sirri dan Drama Legalitasnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tangan Kuat Perempuan dalam Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • PRT Bukan Pekerja yang Rendah dan Lemah
  • Rewire Otakmu dengan Secarik Kertas: Cara Sederhana untuk Menemukan Arah Hidup yang Hilang
  • Islam Mengharamkan Kekerasan terhadap PRT
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj
  • Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID