Mubadalah.id – Fenomena single father (ayah tunggal) bukan menjadi hal yang mudah sebagai orang tua. Fatherhood bisa menjadi rujukan belajar terkait penggambaran cerita single father membesarkan anak perempuannya dengan berbagai suguhan fenomena yang kompleks. Fatherhood (2021) menjadi pilihan tontonan yang cukup menghibur meskipun telah tayang semenjak dua tahun lalu.
Kita bisa membayangkan cukup beratnya melalui hidup dengan tidak lengkapnya orang tua harus terjadi pada seorang anak yang baru terlahir. Padahal, seyogyanya membutuhkan sosok kehadiran orang tua. Tapi, anggapan ketidaklengkapan itu justru memberi warna cerita mengesankan dalam melihat fenomena yang kompleks antara peran single father, pengasuhan anak, kehadiran support system, serta makna berharga untuk usaha saling melengkapi.
Fatherhood menceritakan perjalanan Matthew Logelin (Kevin Hart) membesarkan anak perempuannya yang bernama Maddy (Melody Hurd), setelah ditinggal meninggal istrinya sesaat setelah melahirkan Maddy.
Dengan tempo yang agak cepat, film ini menyoroti lika-liku perjalanan Matt yang semula tidak memahami soal cara mengurus anak, tetapi ia bertekad dan berusaha keras merawat anaknya seorang diri tanpa bantuan. Meskipun merasa rendah diri karena tak yakin berhasil merawatnya dengan baik, tetapi semangat dan kesabaran Matt melampauinya.
Perjuangan membagi waktu antara pekerjaan dan merawat Maddy, ikut bermain bersama teman-teman ayahnya, serta proses pertumbuhan Maddy yang menampakkan makna berharga menjadikan film ini begitu baik substansi dan esensinya. Film ini juga berangkat dari kisah nyata Matthew Logelin yang ia tulis dalam memoir berjudul Two Kisses for Maddy: A Mempir of Loss and Love (2011).
Peran Menjadi Orang Tua Bukanlah Hal Mudah
Menjadi single parent baik single father ataupun single mother menjadi tantangan yang cukup berat bagi siapa saja yang melakoninya. Tantangannya adalah bagaimana mereka berdamai dengan keadaan yang ada memiliki pesan tersendiri bagi setiap orang.
Bagaimana mereka berduka saat kehilangan pasangannya tanpa persiapan apapun menghadapinya. Beberapa orang juga ingin mengetahui bagaimana mereka melanjutkan hidup bersama anak yang ditinggalkan sekaligus bagaimana anak menerima tidak lengkapnya kehadiran orang tua.
Realitas sosial kita menggambarkan bahwa membesarkan anak bukan hal yang mudah bagi pasangan yang masih utuh sebagian besar. Apalagi buat mereka yang menjadi single parent dan menjadi pengalaman pertama.
Namun, tantangan yang ada Matt hadapi dengan keteguhan hati dan kesabaran mskipun selalu merendahkan diri. Tergambar dalam omongan Matt kepada Maddy yang masih bayi bahwa, “if you could have only one parent, I wish you could’ve had your mom (jika kamu memiliki salah satu dari orang tua, kuharap itu adalah ibumu)”.
Keteguhan Matt merawat anaknya terbukti dengan menolak bantuan orang tua dan mertuanya sebab menurutnya itu akan merenggangkan Matt dan Maddy. Dengan segala kesibukan dalam urusan pekerjaan, Matt berusaha meluangkan dan memberi perhatian kepada anaknya.
Selain itu, sebab film ini bergenre drama komedi, cerita saat Matt mengasuh dan menenangkan anaknya setiap kali menangis juga menggambarkan bagaimana Matt dapat mengurusnya dengan tipikalnya sebagai laki-laki alih-alih untuk menghibur diri. Namun, itu tak menjadi masalah sebab upaya pengasuhan dilakukan dengan baik dengan cara-cara Matt sendiri.
Saling Dukung dari Beberapa Pihak Sebagai Support System Parenting
Dalam film ini kita bisa melihat secara utuh dan saksama bahwa seorang single father atau bahkan orang tua utuh pun butuh dukungan dari beberapa pihak, baik orang terdekat maupun keterlibatan pihak lain yang membantu. Keluarga sebagai salah satu pihak terdekat Matt seharusnya memberikan dukungan dan kepercayaan tetapi justru meragukan Matt di awal pengasuhan.
Terkadang kita mungkin tahu dan ingat kata-kata dari keluarga terdekat sendiri tak jarang malah menjatuhkan, bukannya memberi dukungan. Meskipun tidak semua anggapan orang tua baru itu tidak tahu apa-apa menurut mereka yang sudah dahulu berpengalaman menjadi orang tua.
Akan tetapi, anggapan keraguan itu ditepis oleh Matt sendiri ketika ia konsisten dan tangguh dengan komitmennya untuk merawat dan mendidik anaknya dengan baik. Selain keluarga, dukungan parenting untuk para ayah juga terlihat masih kurang.
Matt mengalami kebingungan karena Maddy terus-terusan menangis padahal ia merasa bahwa telah melakukan semuanya kepada Maddy. Sehingga ia mendatangi sebuah parent support group, tapi di tempat tersebut, ia sempat diusir untuk keluar ruangan karena berisi para ibu.
Di sini menampilkan kritik dan cermin sosial bahwa ketersediaan ruang pelatihan pengasuhan itu juga penting terbuka untuk orang tua. Diksi orang tua dalam pengasuhan bermakna tidak hanya ibu saja tetapi ayah pula.
Peran tenaga kesehatan juga tak kalah penting dalam mengamati perkembangan pengasuhan. Tenaga kesehatan juga perlu bertanya dan mengontrol kondisi orang tua selain anak yang menjadi tujuan utamanya. Sebab kondisi mental single parent penting menjadi perhatian.
Matt juga harus melakukan beberapa kali lobbying work form home (WFH) untuk mengasuh Maddy dan membawanya ke tempat bekerja sesekali. Beberapa rekan kerja justru memberi dukungan dan saran kepada Matt saat ia harus melakukan presentasi sambil membawa Maddy.
Representasi Kulit Hitam dan Ekspresi Gender
Fatherhood juga menyoroti isu ras kulit hitam dalam cerita film. Bahwa representasi sosok kulit hitam biasanya berwatak antagonis dan tidak bertanggungjawab pada anak dan keluarga. Tetapi dalam film ini justru meningkatkan awareness kita bahwa kenyataan tingkat kematian ibu berkulit hitam sangat tinggi. Di lain sisi memberikan pesan positif bahwa ayah laki-laki berkulit hitam juga bisa menjadi ayah yang baik.
Masalah lain muncul terhadap anggapan ekspresi gender Maddy yang tidak normatif. Pihak sekolah mengasumsikan ketiadaan peran ibu mempengaruhi Maddy dalam bersikap. Misal, saat Maddy merasa tidak nyaman mengenakan rok dan lebih nyaman mengenakan celana sebagai seragam sekolah.
Anggapan aneh juga datang dari guru-guru di sekolah sebab tingkahnya tidak seperti anak-anak perempuan pada umumnya. Di sini, Matt tampil sebagai orang tua yang berpikiran terbuka, salah satunya saat ia memvalidasi apa yang Maddy rasakan.
Fatherhood memberikan cerminan realitas dan aspek-aspek yang menjadi hal berharga serta penting untuk diamati. Menyoroti aspek-aspek emosional Matt secara lebih mendalam untuk menunjukkan bahwa laki-laki yang menjadi ayah tunggal juga memiliki perasaan yang kompleks dan kadang tak menentu.
Hal ini sama dengan perempuan ketika menjadi ibu. Sayangnya, pertentangan batin yang Matt alami dan beberapa inti persoalan dalam cerita hanya terbahas di permukaan.
Nilai moral dalam film mendasarkan pada konsep relasi kesalingan antar beberapa pihak dalam upaya pengasuhan dan keterhadiran membantu Matt sebagai single father.
Keberadaan support system di lingkungan Matt turut membantunya mengasuh anaknya, Maddy. Sehingga fenomena ini sebetulnya juga menggambarkan ketersalingan di lingkungan terdekat dan menawarkan relasi yang mu’asyarah bil ma’ruf/saling berbuat baik satu sama lain yang penting terwujud. []