Mubadalah.id – Norma universal adalah nilai yang berlaku mondial dan melampaui ruang dan waktu. Nilai universal merupakan kehendak nurani asal semua orang di mana saja dan kapan saja.
Ini juga norma-norma asasi yang melekat pada setiap orang. Beberapa di antaranya adalah kesetaraan, kebebasan, keadilan, persaudaraan, kehormatan, dan cinta.
Norma-norma ini merupakan prinsip dasar yang dituntut oleh semua kebudayaan manusia. Karena itu, norma tersebut telah menjadi milik semua orang, semua jenis kelamin, semua bangsa, dan semua keyakinan.
Sementara norma kontekstual adalah pandangan, tradisi, dan aturan tertentu yang dibuat untuk memenuhi kehendak kebudayaan dan sosial dalam zaman dan ruang tertentu.
Keunggulan intelektual laki-laki atas perempuan, sebagai contoh, adalah norma kontekstual. Kecerdasan intelektual bukanlah norma yang melekat pada setiap laki-laki atas perempuan. Ada laki-laki yang cerdas dan ada perempuan yang cerdas juga, atau sebaliknya ada laki-laki yang bodoh dan ada perempuan yang bodoh.
Norma tersebut tidak selalu sama untuk semua kebudayaan manusia. Norma ini juga tidak selalu ajeg, stagnan dan mapan, namun mengalami proses yang terus menerus untuk menjadi sempurna. Inilah yang kita sebut dengan norma-norma budaya atau kebudayaan.
Norma-norma kebudayaan selanjutnya menjadi ajang interpretasi para sarjana muslim dari zaman ke zaman di tempat yang berbeda dalam perspektif yang juga tidak seragam. Karenanya, perbedaan ruang dan zaman ini di kemudian hari melahirkan interpretasi yang beragam.
Faruq Abu Zaid dalam al-Syari’ah al-Islamiyyah baina al-muhafizhin wa al-mujaddidin pada intinya mengatakan bahwa keberagaman interpretasi (madzahib al-‘ulama) atas hukum-hukum agama merupakan refleksi, apresiasi, dan ekspresi kebudayaan masing-masing orang sejalan dengan konteks kebudayaannya sendiri-sendiri. []