• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Hari Ibu: Refleksi Pengasuhan Bukan Hanya Tugas Ibu!

Refleksi Hari Ibu mengingatkan bahwa pengasuhan bukan hanya tugas ibu, tetapi tanggung jawab bersama yang melibatkan seluruh komunitas

Nuril Qomariyah Nuril Qomariyah
27/12/2024
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Hari Ibu

Hari Ibu

951
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Momentum hari ibu menjadi peringatan rutin setiap 22 Desember. Di sudut rumah, anak-anak menyiapkan kejutan sederhana, mulai dari kartu ucapan penuh warna hingga puisi yang mereka tulis sendiri. Di media sosial, ucapan dan konten membanjiri linimasa, mengingatkan kita pada pentingnya peran seorang ibu dalam keluarga. Namun, lebih dari sekadar selebrasi, Hari Ibu juga menjadi momen refleksi.

Renungan ini mengungkapkan betapa beratnya ibu menanggung beban sendirian saat mengasuh dan mendidik anak-anak mereka. Apakah pengasuhan benar-benar hanya tugas seorang ibu? Ataukah ini panggilan bagi semua pihak untuk berbagi peran dan tanggung jawab?

Budaya masyarakat sering menitik beratkan pengasuhan sebatas tugas ibu semata. Ibu mengurus kebutuhan harian anak dan memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang baik, sehingga banyak yang menganggap mereka sebagai garda terdepan dalam keluarga. Stereotip ini begitu melekat, hingga seolah-olah tanggung jawab pengasuhan sepenuhnya berada di pundak mereka.

Padahal, pengasuhan tidak seharusnya kita maknai secara sempit. Sebab, ini adalah tanggung jawab kolektif yang melibatkan seluruh anggota keluarga, bahkan komunitas. Ayah, misalnya, memiliki peran penting yang tak kalah besar dalam mendidik dan mendukung perkembangan anak.

Begitu pula lingkungan sekitar, seperti keluarga besar, tetangga, atau komunitas lokal, yang bisa menjadi sistem pendukung yang saling menguatkan. Bahkan pemerintah, sebagai pemangku kebijakan memiliki peranan strategis dalam pengasuhan.

Baca Juga:

Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas

Refleksi Filosofis atas Kekerasan Seksual di Dunia Akademik

Hari Kemenangan dan 11 Bulan Kemudian

Refleksi Setelah Idulfitri: Mari Merawat Spirit Ramadan Sepanjang Tahun

Pengasuhan Gotong Royong, Sebuah Konsep Melintas Batas

Beban pengasuhan yang terlalu berat membuat ibu menghadapi tekanan besar, baik secara fisik maupun emosional. Buku ‘Ragam Pengasuhan Gotong Royong yang Melintas Batas’ karya TANOKER mengingatkan kita bahwa ada cara lain yang lebih kolektif dan inklusif untuk membesarkan generasi masa depan.

Dalam buku ini, pengasuhan dipandang sebagai praktik gotong royong yang melibatkan lintas generasi, gender, dan bahkan lintas batas sosial. Model ini tidak hanya mengurangi beban ibu tetapi juga memperkuat hubungan sosial dalam komunitas.

Direktur Tanoker Farha Ciciek, Pengurus Tanoker Sisillia Velayati, Pengasuh Pesantren Shafiyah Nurun Sariyah, dan Project Officer Tanoker Nurhadi menulis buku ini. Dalam 223 halaman, mereka menceritakan berbagai pengalaman pengasuhan gotong royong yang telah mereka lakukan sejak 2009 hingga sekarang. TANOKER meluncurkan buku ini pada 15 Oktober 2024 ini menjadi rujukan dan pegangan bagi kita semua, sebagai contoh konkret tentang bagaimana kita dapat melakukan pengasuhan secara kolektif.

Peluncuran buku ini menjadi tonggak perjalanan Tanoker bersama Lembaga Pesantren dan masyarakat dalam membangun ketangguhan serta menciptakan perubahan positif dari desa. Buku ini mengusung visi pemuliaan desa damai yang menciptakan ruang aman dan nyaman bagi perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan lansia, yang sejalan dengan program KemenPPPA mengenai Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).

Menantang Paradigma Pengasuhan Tradisional

Beban Pengasuhan pada Ibu

Perempuan menanggung lebih banyak beban dalam pengasuhan. (Clumber, Grimm, Cody, & Beck, 2003). Perlakuan yang tidak tepat oleh ibu terhadap anak adalah fenomena penting yang memerlukan perhatian khusus. Dampak dari perlakuan tersebut sangat signifikan bagi perkembangan anak ke depannya.

Fenomena ini terjadi salah satunya akibat stres yang ibu alami dalam mengasuh anak. Abidin (1990) menyebutkan bahwa Stres pengasuhan, terjadi karena ibu harus menghadapi tugas pengasuhan yang sangat kompleks, sering kali dilakukan dalam situasi penuh tekanan, dengan sumber daya pribadi dan fisik yang terbatas, serta berhubungan dengan anak yang, berdasarkan atribut mental atau fisiknya, mungkin sangat sulit untuk dihadapi sebagai orang tua.

Pengasuhan Gotong Royong: Inspirasi dari Desa
Sejak 2009, Tanoker Ledokombo merespons situasi pengasuhan anak yang penuh tantangan dengan mengembangkan model pengasuhan berbasis komunitas, yaitu Pengasuhan Gotong Royong.  Model ini melibatkan semua elemen masyarakat serta kehadiran negara. Sehingga pengasuhan anak tidak lagi menjadi tanggung jawab keluarga saja, melainkan tanggung jawab bersama.
Pengasuhan Gotong Royong ini telah diterapkan secara adaptif di berbagai tempat, termasuk di pesantren-pesantren seperti Pesantren At-Tanwir di Jember, Pesantren Nurussalam di Bondowoso, dan Pesantren As-Shofiyah di Banyuwangi.
Pengasuhan gotong royong, terinspirasi dari desa yang dikembangkan di Tanoker mulai dari tingkat dusun berupa sekolah Bok-Ebok dan Sekolah Pak-Bapak yang menjadi ruang belajar dan pengasuhan bersama. Hadirnya Sekolah Pak-Bapak, menekankan bahwa pengasuhan tidak hanya sebatas tugas dari Ibu saja. Internalisasi materi dalam relasi dan parenting juga ditekankan di dalamnya, untuk memberikan wawasan kepada bapak-bapak untuk memperkuat pengasuhan gotong royong.

Mengapa Pengasuhan Tanggung Jawab Bersama?

Pengasuhan kolektif yang dijalankan oleh komunitas tentu memunculkan tantangan tersendiri, terutama terkait peran orang tua yang berada jauh di luar daerah bahkan di luar negeri sebagai pekerja migran.

Dalam konteks ini, Tanoker dan komunitas lokal di dusun tidak hanya berfokus pada peran pengasuh di lingkungan sekitar. Tetapi juga berupaya menjalin koneksi antara orang tua yang merantau dengan anak-anak mereka melalui teknologi komunikasi yang ada.

Model pengasuhan gotong royong ini melibatkan orang tua pekerja migran dari Paluombo yang aktif berpartisipasi dalam pengasuhan anak-anak mereka, meski terpisah jarak jauh.

Pengasuhan lintas batas ini menghubungkan orang tua dan anak-anak dengan memanfaatkan teknologi komunikasi. Seperti telepon genggam dan aplikasi media sosial seperti WhatsApp dan Facebook, yang memungkinkan interaksi meskipun berada di lokasi yang berjauhan.

Peran Komunitas dalam Pengasuhan

Pengasuhan bukan hanya tugas Ibu, tetapi melibatkan seluruh elemen komunitas. Dengan pendekatan gotong royong, masyarakat berkolaborasi untuk memastikan anak-anak mendapatkan perhatian dan dukungan yang mereka butuhkan dalam tumbuh kembangnya. Semua pihak, termasuk keluarga, sekolah, komunitas, bahkan pemerintah, berperan aktif dalam memberikan kasih sayang, pendidikan, dan pembentukan karakter anak-anak.

Pengasuhan Lintas Batas

Bagi pekerja migran yang terpisah dari keluarga, pengasuhan tetap dapat dilakukan secara jarak jauh. Teknologi komunikasi memungkinkan orang tua yang bekerja di luar negeri untuk tetap terhubung dengan anak-anak mereka, memastikan bahwa pengasuhan terus berjalan meski dengan keterbatasan fisik. Komunikasi jarak jauh ini memperkuat peran orang tua dalam mendidik dan membimbing anak meskipun terpisah oleh batas geografis.

Prioritas pada Kesejahteraan Anak

Pengasuhan bersama memungkinkan masyarakat untuk lebih fokus pada masa depan anak-anak, terutama dalam hal kesehatan dan pendidikan. Masyarakat mulai menyadari pentingnya memberikan ruang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Hal ini bertransformasi dari pengasuhan yang dulunya hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan material menjadi lebih berfokus pada pendidikan dan pembentukan karakter yang positif.

Refleksi Hari Ibu mengingatkan bahwa pengasuhan bukan hanya tugas ibu, tetapi tanggung jawab bersama yang melibatkan seluruh komunitas. Momen ini sebagai titik untuk membangun sistem pengasuhan yang lebih gotong royong, inklusif, dan mendukung peran serta setiap anggota masyarakat, tanpa kecuali. Selamat Hari Ibu, untuk seluruh perempuan hebat di dunia. Teruslah berkarya sebagai perempuan yang berdaya. []

Tags: Gotong RoyongHari IbuKomunitas TanokerpengasuhanPengasuhan BersamaRefleksi
Nuril Qomariyah

Nuril Qomariyah

Alumni WWC Mubadalah 2019. Saat ini beraktifitas di bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso. Menulis untuk kebermanfaatan dan keabadian

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version