• Login
  • Register
Selasa, 5 Agustus 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bendera One Piece

    Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?

    Kemerdekaan bagi Difabel

    Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

    Refleksi Ekologi

    Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

    Makna Toleransi

    Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    Masa Depan Gender

    Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

    Gerakan Ekofeminisme

    Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

    Ibadah Anak Diserang

    Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

    Hifni Septina Carolina

    Hifni Septina Carolina; Sang Duta Mubadalah dari Kota Metro

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Freud

    Kepribadian Manusia Menurut Sigmund Freud

    Fitrah Manusia

    Pengertian Fitrah Manusia dalam Ajaran Islam

    Anak yang

    Fitrah Anak dalam Pandangan Behaviourisme, Kognitif, dan Humanisme

    Kejujuran

    Pembiasaan Kejujuran dan Kedisiplinan Kepada Anak

    Hidup Bersih

    Pembiasaan Hidup Bersih dan Tertib Kepada Anak

    Ta'limul Muta'allim

    Bagaimana Membaca Ta’limul Muta’allim dengan Perspektif Resiprokal: Pandangan Nietzsche

    Melahirkan

    4 Persiapan Sebelum Melahirkan yang Wajib Pasutri Ketahui

    Keluarga

    Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

    keadilan Gender

    Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bendera One Piece

    Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?

    Kemerdekaan bagi Difabel

    Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

    Refleksi Ekologi

    Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

    Makna Toleransi

    Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    Masa Depan Gender

    Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

    Gerakan Ekofeminisme

    Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

    Ibadah Anak Diserang

    Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

    Hifni Septina Carolina

    Hifni Septina Carolina; Sang Duta Mubadalah dari Kota Metro

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Freud

    Kepribadian Manusia Menurut Sigmund Freud

    Fitrah Manusia

    Pengertian Fitrah Manusia dalam Ajaran Islam

    Anak yang

    Fitrah Anak dalam Pandangan Behaviourisme, Kognitif, dan Humanisme

    Kejujuran

    Pembiasaan Kejujuran dan Kedisiplinan Kepada Anak

    Hidup Bersih

    Pembiasaan Hidup Bersih dan Tertib Kepada Anak

    Ta'limul Muta'allim

    Bagaimana Membaca Ta’limul Muta’allim dengan Perspektif Resiprokal: Pandangan Nietzsche

    Melahirkan

    4 Persiapan Sebelum Melahirkan yang Wajib Pasutri Ketahui

    Keluarga

    Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

    keadilan Gender

    Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, dengan Karya yang Terus Menginspirasi

Aku percaya suara perempuan yang tergambar di dalam novel-novel Pram akan terus menginspirasi para perempuan di negeri ini.

Zahra Amin Zahra Amin
8 Februari 2025
in Figur
0
Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pramoedya Ananta Toer atau kita kenal juga dengan nama Pram, masih memiliki nama besar sebagai sastrawan Indonesia hingga sekarang. Pada 6 Februari 2025, menandai 100 tahun kelahiran sang sastrawan besar Tanah Air ini.

Mengutip dari Ensiklopedia Sastra Indonesia, Pram lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1925. Meski telah meninggal dunia pada 30 April 2006, karya-karyanya masih tetap hidup, kerap menjadi perbincangan dan menginspirasi banyak orang hingga hari ini.

Pramoedya Ananta Toer menamatkan sekolah di Institut Boedi Oetomo di Blora dan sekolah teknik radio Surabaya. Pada Mei 1942, ia meninggalkan Rembang dan Blora ke Jakarta. Lalu ia bekerja di Kantor Berita Domei.

Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942-1943), dan kursus di Sekolah Stenografi (1944-1945). Kemudian menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah. Pada 1945, ia keluar dari Kantor Berita Domei dan pergi menjelajahi Pulau Jawa.

Saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, ia sedang berada di Kediri. Kemudian pada 1946, ia ikut menjadi prajurit resmi hingga mendapat pangkat Letnan II Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang ditempatkan di Cikampek, dengan sekutu Front Jakarta Timur.

Pada 1947, ia kembali ke Jakarta melalui penyusupan. Sayangnya, ia ditangkap militer Belanda yang berada di Cipinang. Lalu pada 22 Juli 1947, ia ditangkap marinir Belanda karena menyimpan dokumen gerakan bawah tanah menentang Belanda. Hingga 1949, ia dipenjarakan tanpa diadili di penjara Bukit Duri.

Setelah itu, ia bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka pada 1950-1951. Kemudian pada 1950, ia menerima hadiah sastra dari Balai Pustaka atas novelnya yang berjudul Perburuan.

Sejarah, Karya dan Penghargaan

Pecahnya G30S menyisakan kenangan pahit dalam kehidupan Pramoedya Ananta Toer. Penangkapan pada 13 Oktober 1965 membuatnya mendapat penghinaan dan perlakuan kejam.

Pendengarannya rusak karena dipukul dengan tommygun pada bagian kepalanya. Setelahnya, ia masuk penjara di Tangerang, Salemba, Cilacap, dan selama sepuluh tahun ia hidup dalam pengasingan di Pulau Buru.

Selepas dari pengasingan di Pulau Buru, Pram menghasilkan beberapa buku yang pada umumnya terlarang oleh Kejaksaan Agung. Namun, buku-bukunya justru terbit dan beredar luas di luar negeri dan telah beralih bahasa ke dalam beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris dan Belanda.

Beberapa judul bukunya itu adalah Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000).

Beberapa tahun terakhir, sejumlah buku yang semula terlarang beredar oleh Kejaksaan Agung terbit kembali oleh penerbit Hasta Mitra, di antaranya Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Selain itu buku-buku Pramoedya yang tertulis pada 1950-an, seperti Cerita dari Blora, Perburuan, Korupsi, Keluarga Gerilya, dan Panggil Aku Kartini Saja.

Sepanjang kariernya, Pramoedya Ananta Toer memperoleh 16 penghargaan. Antara lain Penghargaan Balai Pustaka (1951), Hadiah Magsaysay dari Filipina (1995), penghargaan PEN International (1998), gelar kehormatan Doctor of Humane Letters dari Universitas Michigan (1999).

Lalu Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia Fukuoka) di Jepang (2000), dan Norwegian Authors’ Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia (2004). Pram juga merupakan satu-satunya sastrawan Indonesia yang berhasil masuk nominasi Nobel Sastra sebanyak enam kali.

Aku dan Karya Pramoedya Ananta Toer

Tak hanya sekali aku membaca buku-buku karya Pram. Mungkin sudah lebih dari lima kali, secara hitungan aku tak tahu persis, saking seringnya. Patut kita akui ada energi luar biasa yang terasa setiap kali usai membaca tulisan Pram, terutama ketika memposisikan perempuan sebagai sang penggerak peradaban.

Dalam karya Pram, perempuan bukan hanya objek sejarah yang hanya menyumbangkan nama dan identitas. Namun, buah pikiran, perasaan, dan aktivitas perempuan yang mencerminkan sebagai manusia yang mandiri, independen dan berdaulat atas diri sendiri.

Perempuan tahu apa yang harus ia lakukan, sehingga budaya patriarkhi dan relasi kuasa yang begitu kental membelenggu perempuan dari masa ke masa di Indonesia (terutama Jawa dalam setingan novel Pram), seakan tiada artinya.

Dan itulah perjuangan sesungguhnya bagi perempuan agar mampu mencapai jalan yang ia rentas sendiri, dengan penuh tekad, gelora semangat dan daya upaya.

Kita tentu mengenal sosok Nyai Ontosoroh (Ibu dari Annelis, Istri Minke) dalam novel Bumi Manusia. Singkat cerita sebagai seorang perempuan yang mempunyai pendirian kuat dan bermental baja. Dia adalah janda dari seorang Belanda.

Meski Sang Tuan telah tiada, Nyai Ontosoroh mampu membuktikan, ia sanggup mengatasi pekerjaan dan tanggung jawab yang telah suaminya tinggalkan, bahkan menjadi lebih maju dan modern.

Meski berasal dari kalangan biasa, dengan diberi kesempatan untuk mengubah nasib, ia manfaatkan sebaik mungkin. Nyai Ontosoroh yang nama masa kecilnya Sanikem, memanfaatkan peluang itu untuk belajar sebaik-baiknya. Tak ada yang dia lewatkan, bagaimana akhirnya dia berdiri sejajar, disegani dan terakui dalam pergaulan yang lebih luas pada masa itu.

Menjadi Perempuan Berdaya dalam Karakter Nyai Ontosoroh

Ada kalimatnya yang sampai hari ini menjadi inspirasi bagi para perempuan.

“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri. Bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri.”

Kalimat ini menggambarkan dengan jelas tentang sikap kemandirian Nyai Ontosoroh. Bagaimana dia terus belajar memantaskan diri menjadi perempuan yang berpengetahuan luas, pandai dalam pergaulan dan cermat mengelola keuangan.

Walau pada akhirnya dia harus kehilangan itu semua karena posisi yang lemah secara hukum sebagai Nyai (Perempuan yang dijual untuk menjadi istri pejabat Belanda).

Kalimat Nyai Ontosoroh yang masyhur lainnya adalah,

“Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai.”

Sepeninggal suaminya Tuan Mellema, bisa saja Nyai Ontosoroh menikah lagi dan mudah mendapatkan lelaki manapun. Namun tidak demikian yang menjadi pilihan Nyai Ontosoroh. Dia tidak mengandalkan sepenuhnya pada sosok lelaki. Dia tak mau hidup di bawah ketiak lelaki, menjadi konco wingking dan tak pernah dianggap ada.

Meski begitu, Nyai Ontosoroh tetap membutuhkan lelaki di mana cintanya kelak akan berlabuh. Sebelum masa itu tiba, dia terus memantaskan diri dengan bekal pengetahuan dan pengalaman yang ia miliki. Tentu agar bisa mendapatkan lelaki sesuai dengan pilihan hatinya, yang mau berdiri setara, saling menopang, beriringan bersamanya hingga menua nanti.

Walau akhir kisah Nyai Ontosoroh tragis, karena harus berhadapan dengan hukum kolonial saat itu yang tak memperbolehkan “Nyai” memiliki hak waris, bahkan terhadap anak kandung sendiri. Dia telah melawan dengan sebenar-benarnya perlawanan yang bermartabat sebagai seorang perempuan.

Suara Perempuan dalam Karya Pram

Nyai Ontosoroh hanyalah satu kisah suara perempuan di antara sekian banyak karya Pram yang lain. Kita masih membaca cukup banyak yang mengetengahkan tokoh perempuan sebagai pemeran utama. Di antaranya Midah, Si Manis Bergigi Emas, Gadis Pantai, Larasati dan tentunya Tetralogi Buru. Sosok perempuan dalam karya Pram selalu muncul dengan karakter yang sulit kita lupakan.

Dalam kisah novel Gadis Pantai, selepas membaca hingga lembaran terakhir, aku merasakan bagaimana sesak yang tertinggal di dada dan tenggorokan yang tercekat menahan tangis. Seakan ada kesedihan yang menggelayuti hingga berjam-jam kemudian, mengingati tentang seorang gadis yang dari awal sampai akhir tak kita ketahui siapa namanya.

Dalam kepolosan gadis kecil yang dinikahkan dengan sebilah keris, hingga pada akhirnya harus kehilangan segala hal, termasuk anak perempuan yang baru saja ia lahirkan.

Itulah suara perempuan dalam karya Pram, yang mungkin sampai hari ini masih menjadi bagian dari wajah perempuan di Indonesia. Tentang ketakberdayaan dan perlawanan hingga ke titik nadir. Lalu sampai pada detik akhir kehidupan memperjuangkan hak-haknya sendiri, terhadap sistem dan realita sosial yang masih belum berpihak pada perempuan.

Namun aku percaya suara perempuan yang tergambar di dalam novel-novel Pram akan terus menginspirasi para perempuan di negeri ini. Terlebih aku sendiri agar terus melangkah menyusuri jalan panjang kesetaraan itu. Meski terasa sunyi tapi aku tahu tak pernah merasa sendiri. []

 

Tags: bumi manusiaNobel SastraNyai OntosorohPramoedya Ananta ToerPulau BuruSastrawan Indonesiasejarah
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Pemikiran Kontemporer Islam
Buku

Menilik Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia

2 Agustus 2025
Kepemimpinan Perempuan
Personal

Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?

19 Juli 2025
Sejarah Perempuan
Hikmah

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

18 Juli 2025
Sejarah Perempuan dan
Hikmah

Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

17 Juli 2025
Film Sultan Agung
Film

Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

11 Juli 2025
Marzuki Wahid
Aktual

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

6 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Lebih Baik Nikah Daripada Zina

    5 Alasan Mengapa Ungkapan “Lebih Baik Nikah daripada Zina” Salah dalam Mental Model Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fitrah Anak dalam Pandangan Behaviourisme, Kognitif, dan Humanisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kepribadian Manusia Menurut Sigmund Freud
  • Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?
  • Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota
  • Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses
  • Pengertian Fitrah Manusia dalam Ajaran Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein

© 2025 MUBADALAH.ID