Sabtu, 16 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bias Kultural dalam Duka: Laki-laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

Kita perlu mengubah cara kita merespons duka. Kita perlu memberikan ruang bagi laki-laki untuk larut, untuk merenung, untuk kehilangan

Layyinah Ch Layyinah Ch
25 Juni 2025
in Personal
0
Bias Kultural

Bias Kultural

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kematian adalah peristiwa paling manusiawi yang seluruh manusia alami tanpa terkecuali. Ia menyisakan kehampaan, luka, dan kebutuhan untuk berdiam dalam duka. Namun ada sebuah fenomena yang cukup menggelitik namun jarang kita perbincangkan.

Yaitu saat laki-laki berduka atas kematian istrinya. Tak sedikit pelayat dan kerabat, yang menyarankan mereka (suami) untuk segera menikah lagi. Bahkan sebelum tujuh hari pasca kepergian istrinya. Alasannya cukup klise: agar tidak kesepian, agar ada yang menemani, agar ada yang “melayani”.

Fenomena bias kultural yang pernah terjadi dalam sebuah pengalaman, yakni di salah satu pemakaman ibu dari seorang teman. Seorang tokoh masyarakat yang hadir justru menyerukan -dalam sambutan pelepasan jenazahnya, agar sang suami segera menikah kembali. Bahkan saat liang lahat baru tertutup sempurna. Seruan itu terlontar tanpa jeda empati. Seolah-olah kehilangan dapat segera “terselesaikan” dengan kehadiran pengganti.

Pernyataan semacam itu, yang sering kita anggap wajar dan bahkan bentuk kepedulian. Sesungguhnya menyimpan dua lapis problem struktural. Pertama, penyangkalan terhadap hak laki-laki untuk berduka secara penuh dan menuntaskan masa dukanya.

Kedua, objektifikasi peran perempuan sebagai “alat sampingan” yang menghibur dan pemenuh fungsi domestik. Di sinilah masalah utama bias kultural. Bagaimana sistem nilai dalam masyarakat kita masih terus-menerus menormalisasi luka laki-laki dan menginstrumentalisasi perempuan.

Perempuan: Dari Subjek Kehidupan Menjadi Objek Pengganti

Tentu saja, secara objektif kita menolak untuk menganggap peran ibu sekadar “pengurus rumah” atau “teman hidup” yang bisa terganti kapan saja. Seorang istri sekaligus ibu adalah pusat nilai dalam sebuah keluarga, sekaligus pendidik, penjaga spiritualitas, teman dialog, dan tiang khidmah yang tak terlihat.

Ketika orang dengan mudah menyarankan “segera mengganti”, yang mereka abaikan bukan hanya kompleksitas peran ibu, tetapi juga nilai perempuan itu sendiri.

Fenomena bias kultural ini mencerminkan relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan, di mana perempuan terposisikan sebagai pelengkap kehidupan laki-laki. Bukan sebagai subjek utuh yang memiliki kehendak. Seolah-olah keberadaan perempuan semata ditentukan oleh kebutuhan laki-laki dan jika peran itu kosong, maka harus segera terisi.

Laki-Laki yang Tak Diberi Ruang untuk Berduka

Ironisnya, narasi ini juga menekan laki-laki, yang selama hidupnya adalah pasangan penuh hormat bagi ibu, yang mendidik bersama dengan nilai-nilai kesalingan dan kesetaraan, justru dipaksa oleh lingkungan untuk “cepat pulih” dan “kembali berfungsi”. Seolah kehilangan pasangan hidup selama puluhan tahun bisa kita sederhanakan dengan sebuah solusi “menikah lagi”.

Di sinilah wajah Toxic Masculinity (maskulinitas toksik) dalam bentuk yang paling halus: laki-laki tidak diizinkan larut dalam kehilangan. Ia dituntut kuat, tidak terlalu lama bersedih, dan segera move on, sementara disisi lain perempuan difungsikan sebagai peredam luka, objek pengganti dan tak diberi kehendak.

Objektifikasi Perempuan dalam Institusi Pernikahan

Kritik terhadap struktur semacam ini bukan hal baru. Nawal El Saadawi, seorang tokoh feminis dari Mesir, menulis tajam dalam Perempuan di Titik Nol. Bahwa “perkawinan adalah lembaga paling kejam bagi perempuan” karena seringkali tidak terbangun atas dasar kesalingan, melainkan kebutuhan satu pihak. Pernikahan, dalam sistem yang bias, menjadi ruang di mana perempuan menjadi instrumen, bukan subjek relasional yang setara.

Hal ini selaras dengan kritik para feminis Muslim seperti Asma Barlas dan Musdah Mulia yang menyoroti bagaimana teks-teks keagamaan sering kali ditafsirkan secara patriarkal. Yakni menempatkan perempuan hanya sebagai pelengkap laki-laki, bukan sebagai partner sejajar yang memiliki otoritas moral dan spiritual yang sama.

Perempuan Bukan Penghibur, Tapi Penenteram; Refleksi atas Ayat Al Qur’an

Al-Qur’an justru menegaskan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam kerangka kasih, cinta, dan ketenteraman. Dalam QS. Ar-Rum: 21, Allah berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”

Ayat ini menekankan konsep sakinah, mawaddah, dan rahmah. Bukan pelayanan satu arah, bukan pengganti instan. Tapi relasi saling membangun dan memuliakan.

Maka, menyarankan pernikahan kembali bukanlah kesalahan. Tetapi melakukannya tanpa empati, tanpa memahami duka dan nilai dari pernikahan yang telah ada. Dorongan ini adalah bentuk pengabaian dan mencoderai terhadap makna yang terkandung dalam relasi pernikahan itu sendiri.

Duka Perlu Dimanusiakan, Perempuan Perlu Dimuliakan

Dalam perspektif keislaman yang autentik, duka dan kesedihan bukanlah hal yang harus segera kita selesaikan dengan pengganti instan. Kehilangan sendiri merupakan sebuah peristiwa yang mengajarkan ḥikmah dan tafakkur didalamnya.

Rasulullah ﷺ sendiri menunjukkan empati mendalam kepada orang yang berduka dan memberikan ruang untuk berproses.[1] Ini menegaskan bahwa duka adalah bagian dari perjalanan spiritual manusia yang harus kita hormati. Bukan kita tuntut untuk terlupakan secara cepat.

Namun, apa yang terjadi dalam praktik sosial kita seringkali justru melanggengkan bias kultural dan gender yang tidak adil. Laki-laki, meski manusiawi mengalami luka dan kehilangan yang sama, dipaksa untuk menutup duka dengan “solusi cepat” berupa pernikahan ulang.

Di sisi lain, perempuan sering terposisikan sebagai objek pengganti yang tugasnya ‘mengisi kekosongan’ tersebut. Padahal dalam Al-Qur’an, relasi antara laki-laki dan perempuan adalah relasi ta’āwun (kerjasama), mubādalah (kesalingan), dan ta‘ārif (saling mengenal dan menghormati). Bukan relasi hierarkis yang menempatkan satu pihak sebagai pemilik dan pihak lain sebagai pelengkap

Kita perlu mengubah cara kita merespons duka. Kita perlu memberikan ruang bagi laki-laki untuk larut, untuk merenung, untuk kehilangan. Dan yang lebih penting, kita perlu berhenti memosisikan perempuan sebagai “penambal luka” atau “solusi kenyamanan”.

Memaknai Ulang Duka dan Kesedihan

Pemaknaan duka bukan hanya soal kesedihan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat menghormati kemanusiaan yang utuh dari laki-laki dan perempuan. Menurut QS. Ar-Rum: 21, pernikahan adalah sumber ketenteraman dan kasih sayang bersama, bukan sekadar pemenuhan kebutuhan. Dengan demikian, mendorong pernikahan kembali haruslah berbasis pada kesadaran batin dan bukan sekadar norma sosial yang membebani.

Jika seseorang ingin menikah kembali setelah pasangannya wafat, itu tentu haknya. Tapi dorongan itu seharusnya muncul dari kesadaran pribadi yang matang. Bukan tekanan sosial yang bias kultural dan tidak empatik.

Tulisan ini tentu bukan untuk penghakiman, melainkan untuk menggugat cara berpikir. Bahwa setiap perempuan layak kita kenang bukan karena fungsi domestiknya, tapi karena kemanusiaan yang utuh dan berdaya. Dan setiap laki-laki berhak untuk mengalami duka secara utuh, tanpa terburu-buru oleh norma yang membebani.

Wafatnya sesosok ibu mampu mengajarkan banyak hal. Tentang cinta, kehilangan, dan bias budaya. Ia mengungkap bukan hanya luka karena perpisahan, tapi juga luka yang lebih dalam. Bahwa banyak perempuan belum sepenuhnya kita muliakan, bahkan setelah wafatnya.

Sudah waktunya kita berhenti menyarankan solusi praktis untuk luka dan kepekaan sosial, bahwa duka tidak butuh pengganti. Ia hanya butuh kita manusiakan. Menghormati duka berarti juga menghormati proses kemanusiaan yang kompleks, yang tidak bisa kita sederhanakan dengan “pengganti cepat”.

Dan memuliakan perempuan berarti mengakui keberadaannya sebagai subjek penuh, yang memiliki suara dan kehendak, bahkan dalam konteks kehilangan dan kerinduan. []

[1] Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Birr wa al-Shilah, Hadis no 924. Diriwatkan, oleh Jabir bin Abdullah, Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian menyalahkan orang yang berduka, karena sesungguhnya duka adalah fitrah manusia” HR Muslim

Tags: bias genderBias KulturalDukakematiankesedihanpernikahanRelasi
Layyinah Ch

Layyinah Ch

Layyinah CH. seorang ibu, pengajar, yang terkadang menulis sebagai refleksi diri dengan latar belakang pendidikan pesantren dan kajian Islam. Fokus tulisan pada isu keadilan gender, spiritualitas, pendidikan Islam, serta dinamika keluarga dan peran perempuan dalam ruang-ruang keagamaan.

Terkait Posts

Kesadaran Gender
Keluarga

Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

15 Agustus 2025
Poligami
Hikmah

Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

15 Agustus 2025
Perselingkuhan
Personal

Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

13 Agustus 2025
Pernikahan Ideal
Personal

Pernikahan Ideal Adalah yang Direncanakan dengan Matang

12 Agustus 2025
Interpretasi Pernikahan
Keluarga

Pergeseran Interpretasi Pernikahan

12 Agustus 2025
Kajian Pra Nikah
Keluarga

Mengapa Kajian Pra Nikah Didominasi oleh Perempuan?

11 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri
  • Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil
  • Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik
  • Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan
  • Memilih Pasangan Hidup yang Setara

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID