• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Kita perlu membaca ulang seluruh khazanah tradisi ini dengan kacamata baru, agar melahirkan pemahaman fikih yang lebih selaras dengan prinsip dasar Islam yaitu rahmah (kasih sayang),

Redaksi Redaksi
01/07/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Fikih

Fikih

970
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fikih ar-riddah selama ini kerap dijadikan dasar pembenaran penindakan tegas terhadap mereka yang dianggap menyimpang dari keyakinan umat Islam. Konsep ini, dalam sejarah, lebih banyak diarahkan untuk mengatur internal umat muslim.

Sementara itu, ada pula konsepsi fikih jihad yang cenderung diarahkan kepada pihak luar, yakni komunitas non-muslim. Keduanya, baik fikih ar-riddah maupun jihad, seringkali menjadi legitimasi tindakan kekerasan yang berlindung di balik dalil keagamaan.

Dalam teks-teks klasik Islam, tidak sulit menemukan ayat maupun hadis yang menjadi sumber pembenaran tindakan represif. Baik terhadap sesama muslim maupun kepada mereka yang berada di luar komunitas. Ayat-ayat dan hadis-hadis semacam ini lalu menjadi doktrin jihad.

Jihad, yang secara literal berarti “bersungguh-sungguh” atau “upaya optimal”, sering direduksi menjadi semata-mata “perang suci” untuk menegakkan kalimah Allah, dengan memerangi siapa saja yang dianggap menentang-Nya.

Dalam praktiknya, jihad juga kita lihat sebagai manifestasi perintah amar ma’ruf nahi munkar: mendorong pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Sayangnya, bagi sebagian kelompok yang mengedepankan ideologi kekerasan, nahi munkar lebih ditonjolkan ketimbang amar ma’ruf. Mereka merasa berhak menggunakan kekuatan fisik untuk menghapus apa yang diyakini sebagai kemungkaran, berlandaskan hadis Nabi:

“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman.”

Baca Juga:

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Saat Fikih Menjadikan Perempuan Kelompok Paling Rentan

Seksualitas Perempuan dalam Fikih: Antara Penghormatan dan Subordinasi

Bagaimana Mewujudkan Perkawinan yang Kokoh dan Penuh Kasih Sayang?

Sepanjang sejarah, konsepsi jihad, amar ma’ruf, dan penegakan hukum Allah telah menjadi justifikasi tindakan kekerasan dalam tubuh masyarakat muslim.

Terlebih jika kita tegakkan atas dasar “komunalisme”, yakni klaim sepihak bahwa kebenaran mutlak hanya berada pada kelompok sendiri. Sementara kelompok lain pasti sesat.

Dari sinilah kekerasan kerap lahir, bahkan untuk alasan-alasan yang sepele. Karena memiliki legitimasi teologis, kekerasan menjadi sakral, bernilai ibadah, dan justru kita perebutkan untuk kita lakukan.

Tragisnya, tindak kekerasan ini bukan hanya terjadi antara muslim dan non-muslim. Melainkan lebih banyak lagi menyasar sesama muslim yang berbeda tafsir atau pandangan.

Fikih Relasi Sosial

Ini harusnya menjadi refleksi penting yaitu sudah saatnya kita merumuskan fikih relasi sosial yang tidak lagi bertumpu pada mu’min-kafir, kawan-lawan, atau cinta-benci. Tapi berlandaskan kesepakatan bersama untuk menjamin setiap orang memiliki hak yang sama dalam hidup, berpendapat, dan berkarya.

Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa fikih klasik telah lama merumuskan pidana murtad (hadd ar-riddah) yang dalam praktiknya kerap mengancam kebebasan beragama dan berekspresi di tengah masyarakat muslim.

Lebih jauh lagi, istilah-istilah seperti kufr, zindiq, bid’ah, dan khurafat sering menjadi cap yang menyingkirkan, bahkan menghabisi, banyak pemikir ulama besar yang justru di kemudian hari menjadi perkembangan ilmu.

Perumusan fikih yang keras semacam ini tentu tidak lahir di ruang hampa; ia lahir dalam konteks sosial politik tertentu pada zamannya.

Karena itu, kita perlu membaca ulang seluruh khazanah tradisi ini dengan kacamata baru, agar melahirkan pemahaman fikih yang lebih selaras dengan prinsip dasar Islam yaitu rahmah (kasih sayang), kebebasan, dan keadilan. []

Tags: fikihMemanusiakanMewujudkan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Taman Eden

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

30 Juni 2025
Beda Keyakinan

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Sakinah

Tafsir Sakinah

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • amar ma’ruf

    Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID