• Login
  • Register
Rabu, 30 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

“Kami ingin anak-anak merasa bangga atas karyanya. Kami juga ingin orang tua pulang dengan pemahaman baru tentang pengasuhan dan perlindungan anak,” ujarnya.

Redaksi Redaksi
29/07/2025
in Aktual
0
‘Aisyiyah Bojongsari

‘Aisyiyah Bojongsari

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suasana Sabtu pagi (27/7) di Masjid At-Tanwir, Curug, Depok terasa berbeda dari biasanya. Di hari itu, ratusan anak dan keluarga dari wilayah Depok dan Tangerang Selatan memadati halaman dan aula masjid untuk mengikuti rangkaian acara peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 dan Milad ‘Aisyiyah ke-108 yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Bojongsari, Depok.

Mengusung tema nasional HAN “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” dan tagline “Anak Indonesia Bersaudara,” kegiatan ini tidak sekadar lomba menggambar biasa. Lebih dari itu, acara ini menjadi ruang edukasi bagi keluarga untuk memperkuat peran bersama dalam mendidik dan melindungi anak—generasi masa depan bangsa.

Menggambar Impian, Merayakan Cita-Cita

Pagi itu, puluhan anak usia 4 hingga 10 tahun tampak sibuk dengan krayon, pensil warna, dan kertas gambar. Mereka mengikuti lomba “Menggambar dan Mewarnai Anak Hebat” yang dibagi dalam dua kategori usia: 4–7 tahun untuk mewarnai, dan 8–10 tahun untuk menggambar bebas sesuai tema.

Salah satu peserta yang menyita perhatian juri adalah Ernest Muhammad Ruska (10 tahun), siswa SD Al Ziyan Depok. Ia menggambar sebuah pesawat bertuliskan “Garuda Indonesia” dengan gradasi warna dan detail teknis yang mengesankan. Di atas kertasnya, Ernest menulis: “Aku ingin menjadi insinyur yang bisa membuat pesawat untuk Indonesia.”

“Dari segi detail, tema, dan pesan, gambar Ernest paling kuat. Ia juga satu-satunya anak laki-laki yang masuk dalam deretan juara dari dua kategori,” kata Nur Baiti, salah satu panitia lomba.

Baca Juga:

Anak Bukan Milik Orang Tua

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

Memangnya Keadilan Gender Masih Harus Diperjuangkan, Ya? Kalau Ya, Mulai Dari Mana?

Kongkow Bareng GUSDURian Jogja di Best Fest: Ajak Anak Muda Rayakan Keberagaman, Bukan Memperdebatkannya

Semua peserta, juara atau tidak, tetap pulang membawa bingkisan. Kegembiraan dan antusiasme terlihat dari wajah-wajah kecil yang merasa kita hargai atas partisipasinya.

Diskusi Keluarga: Merawat Harapan Anak

Selagi anak-anak sibuk dengan lomba, para orang tua diajak mengikuti diskusi interaktif bertajuk “Mimpiku, Cita-Citaku untuk Indonesia Hebat.”

Dua narasumber utama hadir dalam forum ini: Prof. Maila Dinia Husni Rahiem, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PCA Bojongsari, serta Tunggal Pawestri, aktivis gender dan Direktur Eksekutif HUMANIS Foundation.

Ketua PC ‘Aisyiyah Bojongsari Depok, Yulianti Muthmainnah, yang akrab disapa Yuli Muth menyampaikan anak terlahir dalam keadaan fitrah, tidak ada satu kekurangan pun. Tapi dunia—mungkin kita semua—yang memperlakukan mereka secara berbeda.

Ia mengutip prinsip Fikih Perlindungan Anak Perspektif Muhammadiyah, yang menegaskan bahwa tanggung jawab pendidikan anak tidak semata berada di pundak ibu. Ayah juga wajib hadir aktif.

“Islam melalui QS. Luqman ayat 13–19 mengajarkan pendidikan yang menyeluruh. Rasulullah saw pun terlibat langsung dalam pengasuhan, bahkan melakukan pekerjaan domestik sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya sebagai ayah,” lanjutnya.

Pesan ini disambut hangat oleh peserta, terutama saat para narasumber mengupas bagaimana cara terbaik mendampingi tumbuh kembang anak.

Prof. Maila mengajak orang tua untuk menerapkan pola komunikasi untuk terus semangat. “Mendidik anak itu seperti membuat burger,” ujarnya. “Apresiasi adalah roti dan sayur yang membungkus, kritik membangun adalah dagingnya. Anak akan tetap merasa utuh dan kita hargai, meski kita kritik.”

Membangun Dialog

Sementara itu, Tunggal Pawestri mengangkat isu yang kerap luput: label dan stereotip yang menempel pada anak-anak dalam keluarga. Mulai dari cap “anak yang malas belajar”, “anak susah diatur”, hingga pemaksaan aktivitas seperti les renang.

“Label itu membekas. Kita sering membandingkan anak tanpa sadar,” kata Tunggal. “Padahal yang kita butuhkan anak adalah ruang dialog. Bertanya kenapa ia tidak suka berenang—bukan langsung memaksa atau menyerah.”

Ia mengajak orang tua membuka ruang komunikasi dua arah yang lebih manusiawi dan empatik, terutama dalam menghadapi anak-anak yang mengalami hambatan emosi atau trauma.

Peserta diskusi tampak aktif bertanya, menanggapi, bahkan berbagi pengalaman. Diskusi ini tidak sekadar ajang ceramah satu arah, tetapi menjadi ruang belajar bersama dalam merawat harapan dan cita-cita anak-anak.

Menanam Benih Generasi Emas

Acara yang berlangsung hingga siang ini akhirnya ditutup dengan pengumuman para pemenang lomba. Para panitia, seperti Kamilla Unso, menegaskan bahwa lebih dari sekadar kompetisi, acara ini adalah ikhtiar bersama menanam benih generasi Indonesia Emas 2045.

“Kami ingin anak-anak merasa bangga atas karyanya. Kami juga ingin orang tua pulang dengan pemahaman baru tentang pengasuhan dan perlindungan anak,” ujarnya.

Dengan semangat kolaboratif dan nuansa religius yang kuat, kegiatan ini menjadi salah satu bentuk konkret bagaimana organisasi keagamaan seperti ‘Aisyiyah Bojongsari bisa hadir memperkuat peran keluarga dan komunitas dalam mempersiapkan masa depan bangsa. Bahwa anak-anak bukan hanya pemilik mimpi, tetapi juga pewaris harapan Indonesia yang lebih adil, tangguh, dan penuh kasih.

“Kita ingin Indonesia diwarisi generasi yang cemerlang,” tutup Yuli Muth. “Dan itu dimulai dari hari ini, dari kita, dari cara kita memperlakukan anak-anak kita.” []

Tags: ‘Aisyiyah BojongsaridiskusiHANhari anak nasionalLombaMilad Ke-108Rayakan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Krisis Iklim

Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

29 Juli 2025
KOPRI

Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

28 Juli 2025
Pengelolaan Sampah

Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

25 Juli 2025
PIT Internasional

ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

23 Juli 2025
PIT SUPI

Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

23 Juli 2025
Ma'had Aly Kebon Jambu

S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

21 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Melawan Lupa terhadap Upaya Penghapusan Sejarah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Politik Inklusif bagi Disabilitas Penting? 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • S-Line dan Pubertas Digital: Saat Tren Media Sosial Menjadi Cermin Krisis Literasi Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Bukan Kewajiban, Melainkan Hak yang Harus Dihormati
  • Keheningan Batin Menjadi Kunci Dalam Meditasi
  • Perempuan Berhak Memilih Pasangan dan Mengakhiri Perkawinan
  • S-Line dan Pubertas Digital: Saat Tren Media Sosial Menjadi Cermin Krisis Literasi Seksual
  • Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID