Mubadalah.id – Dalam bahasa Arab, fitrah mempunyai tiga arti: belahan, muncul, dan penciptaan. Jika dihubungkan dengan manusia, fitrah berarti apa yang menjadi bawaan manusia sejak lahir, atau menurut istilah Melayu, keadaan semula jadi.
Dalam al-Qur’an, kata fitrah dengan berbagai kata bentukannya disebut sebanyak 28 kali: 14 kali dalam konteks uraian tentang bumi dan langit, dan sisanya dalam konteks manusia.
Jadi, fitrah manusia adalah potensi psikologis dan ruhaniah yang sudah ada dalam desain awal penciptaannya. Baik potensi yang mendorong pada hal-hal yang positif maupun negatif.
Sejak dalam kandungan, manusia telah memiliki potensi “kesempurnaan”, dan potensi sistem dalam menghadapi berbagai realitas kehidupan nanti setelah lahir hingga matinya.
Pranatalia education berfungsi mengukuhkan potensi positif yang nanti akan menjadi pola dalam hukum Stimulus and Respond (SR).
Teori ini kemudian diadopsi oleh budaya Jawa yang mengatakan bahwa buah kelapa tidak akan jatuh jauh dari pohonnya, atau kacang ora tinggal lanjarane (Jawa).
Konsep Sehat Walafiat dan Halalan Thayyiban
Sehat berhubungan dengan fungsi, sedangkan afiat berhubungan dengan tujuan penciptaan atau makna. Mata yang sehat adalah mata yang bisa kita gunakan untuk melihat tanpa alat bantu. Sedangkan mata yang afiat adalah mata yang mudah untuk melihat kebaikan dan susah untuk melihat keburukan.
Sebab, tujuan atau makna penciptaan mata oleh Tuhan adalah agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Makna thayyiban untuk makanan adalah makanan yang bergizi tinggi. Sedangkan halalan mengandung arti spiritual, yakni Tuhan ridhai.
Makanan yang bergizi tetapi ia beli dengan uang korupsi, maka makanan itu berguna untuk pembentukan fisik. Tetapi merusak untuk pembentukan karakter karena tidak Tuhan ridhai. []