Rabu, 15 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    Keluarga sebagai Pertama dan Utama

    Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    Keluarga sebagai Pertama dan Utama

    Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Semua Dimulai dari Definisi: Antara Penguasa dan Abdi Negara

Akhirnya, aku, seorang rakyat yang baru saja belajar ini, percaya bahwa politik tidak seharusnya menjadi drama di panggung yang jauh.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
27 Agustus 2025
in Publik
0
Abdi Negara

Abdi Negara

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bayangkan kita sedang duduk sore-sore, menatap berita yang berseliweran di layar ponsel. Ada potret warga negara ribuan orang di Pati, berdesakan di jalan, berteriak menolak kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB-P2). Sebagian membawa poster, sebagian lainnya hanya bermodalkan suara serak.

Kalau kita lihat lebih dekat, wajah-wajah itu bukan wajah “perusuh”, melainkan ibu-ibu penjual warung, bapak petani, remaja yang seharusnya masih di kelas. Mereka turun ke jalan karena merasa pemerintah hanya bisa mengumumkan, bukan mengajak bicara. Padahal, pajak itu menempel di dapur, di sepetak sawah, di biaya sekolah anak.

Aku tertegun melihatnya. Di layar itu, jelas sekali bahwa warga tidak sedang “cari ribut.” Mereka sedang memperjuangkan sesuatu yang paling dasar: hak untuk didengar. Dan mungkin di sinilah letak masalah paling besar negeri ini: jarak antara pemerintah dan rakyat terasa semakin lebar.

Filsuf politik Hannah Arendt pernah menulis, “Power corresponds to the human ability not just to act but to act in concert.” Kekuasaan hanya sahih ketika dijalankan bersama rakyat, bukan di atas rakyat. Jika pemerintah berjalan sendiri, tanpa rakyat, yang lahir bukan lagi kekuasaan, melainkan dominasi.

Lalu aku bertanya pada diriku sendiri: apa kita selama ini keliru dalam mendefinisikan pemerintah? Kalau kita menyebut dan menganggap mereka “penguasa,” maka yang tumbuh adalah bahasa perintah. Tetapi jika sejak awal kita menyebut mereka “pengabdi publik” atau abdi negara “pengemban amanah,” mestinya bahasa yang keluar adalah mendengar dan melayani.

Kesenjangan

Beberapa hari setelah kisah Pati itu, linimasa kembali ramai oleh perdebatan soal gaji dan tunjangan anggota DPR. Angka-angka bertebaran: Rp69 juta, Rp100 juta, Rp12 juta hanya untuk tunjangan beras, Rp7 juta untuk bensin. Pimpinan DPR buru-buru mengklarifikasi, tapi publik sudah terlanjur menyerap satu hal: jurang itu nyata.

Di saat yang hampir bersamaan, muncul pula video viral yang memuat suara seorang menteri menyebut guru sebagai “beban negara.” Belakangan terbukti palsu, hasil rekayasa digital. Namun pertanyaannya: mengapa begitu banyak orang mudah percaya?

Jawabannya sederhana, karena ada luka lama. Guru honorer yang bertahun-tahun menunggu sertifikasi, gaji yang tak cukup untuk kontrakan, fasilitas pendidikan yang timpang. Hoaks itu menemukan tanah subur karena realitasnya memang retak.

Nelson Mandela, tokoh anti-apartheid dan Presiden Afrika Selatan pertama yang dipilih secara demokratis, pernah berkata: “A nation should not be judged by how it treats its highest citizens, but its lowest ones.” Bangsa, katanya, tidak diukur dari cara ia memperlakukan pejabatnya, melainkan bagaimana ia memperlakukan rakyat kecilnya.

Kutipan itu terasa mengiris ketika kita menyaksikan betapa sulitnya guru, petani, atau buruh mendapat pengakuan dan kesejahteraan yang layak, sementara pejabat negara begitu mudah menambahkan tunjangan.

Kalau kita pikir-pikir, semua kegaduhan ini bukan sekadar soal kebijakan yang salah hitung. Ia adalah juga soal definisi. Pemerintah itu panggung atau bengkel?

Jika panggung, maka pejabat berdiri di atas, mendapat sorak-sorai dan lampu sorot. Kita hanya jadi penonton, menunggu “pertunjukan” selesai. Tetapi jika bengkel, pejabat dan rakyat duduk sejajar, sama-sama kotor tangan oleh oli, sama-sama memperbaiki mesin besar bernama negara.

Bayangkan kalau seorang pejabat berani memperkenalkan diri begini:

“Saya abdi negara pengemban amanah rakyat. Tugas saya mendengar, menghitung, menjelaskan, dan mengubah haluan bila warga menolak.”

Bukankah kalimat sederhana itu bisa meruntuhkan jurang yang lebar?

Dan kita sebagai rakyat pun perlu menata ulang cara pandang. Kalau kita terus mengagungkan jabatan publik seolah ia abdi negara dengan mahkota tertinggi, kita justru ikut membesarkan jarak. Padahal, semua orang bekerja. Bedanya, pejabat bekerja dengan mandat rakyat dan uang publik. Maka standar etiknya harus lebih tinggi, bukan sebaliknya.

Al-Qur’an pun mengingatkan hal serupa. Dalam surah An-Nisa ayat 58, Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ayat ini seakan menegaskan: jabatan publik bukanlah mahkota, melainkan amanah. Dan amanah, dalam bahasa iman, bukan untuk diagung-agungkan, melainkan untuk dipertanggungjawabkan.

Aku jadi ingat laporan Edelman Trust Barometer 2025. Laporan itu menulis bahwa mayoritas warga dunia kini diliputi grievance, perasaan bahwa institusi hanya melayani yang sudah kuat. Indonesia memang relatif tinggi tingkat kepercayaannya, tapi tren ini tetap terasa di sini. Kita mudah marah, mudah curiga, karena ada luka yang tidak sembuh-sembuh.

Kalau begini, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, pemerintah perlu mengembalikan proses kebijakan ke meja warga. Bukan sekadar “sosialisasi setelah keputusan jadi,” tapi dialog sebelum diputuskan. Kedua, transparansi angka dan logika kebijakan harus jadi standar komunikasi. Rakyat bisa menerima pahit kalau mereka jelaskan secara jujur. Ketiga, perlindungan ruang kritik harus terjaga: demonstrasi bukan musuh, melainkan vitamin demokrasi.

Di sisi lain, rakyat pun perlu belajar menantang dengan data, bukan hanya dengan amarah. Karena marah tanpa data mudah terpatahkan, sementara data adalah bahasa yang membuat kekuasaan tak bisa mengelak.

Akhirnya, aku, seorang rakyat yang baru saja belajar ini, percaya bahwa politik tidak seharusnya menjadi drama di panggung yang jauh. Ia harus kembali menjadi ruang kemanusiaan: tempat kita bisa lelah, marah, tapi juga percaya dan berharap.

Mungkin cerita Pati, kontroversi gaji DPR, atau hoaks tentang guru hanya sepotong cermin. Tapi dari potongan-potongan itu kita bisa belajar: negara ini akan selalu rapuh jika definisinya keliru. Selama pejabat kita pandang sebagai penguasa, rakyat akan merasa jadi penonton.

Tapi ketika pejabat berani menyebut dirinya abdi negara pengemban amanah, dan rakyat berani memperlakukan pejabat bukan sebagai raja melainkan sebagai pekerja publik, maka jurang itu pelan-pelan bisa menyempit.

Dan pada akhirnya, bukankah yang kita rindukan adalah negara tanpa panggung. Sebuah bengkel bersama, tempat rakyat dan pengemban amanah bekerja sejajar, memperbaiki mesin besar bernama Indonesia? []

 

Tags: Abdi NegarademokrasiIndonesiakebijakanPatipemerintahpolitik
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Terkait Posts

Politik
Hikmah

Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

15 Oktober 2025
Multitafsir Pancasila
Publik

Multitafsir Pancasila Dari Legitimasi Kekuasaan ke Pedoman Kemaslahatan Bangsa

4 Oktober 2025
Disabilitas Taktampak
Publik

Upaya Menghadirkan Disabilitas Taktampak dalam Wacana Publik

3 Oktober 2025
Makan Bergizi Gratis
Publik

Program Makan Bergizi Gratis: Janji Mulia dan Realitas yang Meragukan

3 Oktober 2025
Konflik Agraria
Publik

Konflik Agraria: Membaca Kembali Kasus Salim Kancil hingga Raja Ampat

29 September 2025
Ensiklik Laudato Si
Publik

Bumiku Semakin Membaik: Refleksi 10 Tahun Ensiklik Laudato Si

24 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gastrodiplomasi dalam Balutan Drama Bon Appetit Your Majesty

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah
  • Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?
  • Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah
  • Gastrodiplomasi dalam Balutan Drama Bon Appetit Your Majesty
  • Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID