Rabu, 27 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Game Online

    Anak Masuk Pinjol lewat Game Online: Siapa yang Lalai, Siapa yang Dirugikan?

    Hamil Muda

    Tips Sehat bagi Ibu Hamil Muda

    Abdi Negara

    Semua Dimulai dari Definisi: Antara Penguasa dan Abdi Negara

    KB

    Keluarga Berencana (KB) dalam Pandangan Islam

    Pendukung Genosida

    Dear Universitas Indonesia, Mendatangkan Narasumber Zionis Pendukung Genosida itu Mencoreng Nilai Kemanusiaan

    Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan dan Tanggung Jawab Sosial: Refleksi Setelah Delapan Puluh Tahun Indonesia Merdeka

    Makna Kemerdekaan

    Makna Kemerdekaan di Mata Rakyat: Antara Euforia Agustus dan Realitas Pahit

    Kesenjangan Gaji

    Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?

    Angka Pernikahan

    Derajat, Falsifikasi, dan Angka Pernikahan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Gizi

    Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat

    Istri Hamil

    Pentingnya Menjaga Kesehatan Istri Hamil

    Alat Kontrasepsi yang tepat

    Memilih Alat Kontrasepsi yang Tepat

    KB Bukan

    KB Bukan Soal Alat Kontrasepsi, Tapi Merencanakan Keluarga secara Matang

    Menjaga Jarak Kehamilan

    Perintah Menjaga Jarak Kehamilan dalam Al-Qur’an

    Bendera Bajak Laut

    Bendera Bajak Laut sebagai Kritik Simbolis: Relasi, Kontestasi, dan Inklusivitas

    KB yang

    Keluarga Berencana (KB) sebagai Ikhtiar Mewujudkan Anak yang Sehat dan Berkualitas

    Keluarga Berencana (KB)

    Merencanakan Keluarga dengan Program Keluarga Berencana (KB)

    Pola Hidup Sehat

    Menjaga Pola Hidup Sehat Bagi Ibu Hamil

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Game Online

    Anak Masuk Pinjol lewat Game Online: Siapa yang Lalai, Siapa yang Dirugikan?

    Hamil Muda

    Tips Sehat bagi Ibu Hamil Muda

    Abdi Negara

    Semua Dimulai dari Definisi: Antara Penguasa dan Abdi Negara

    KB

    Keluarga Berencana (KB) dalam Pandangan Islam

    Pendukung Genosida

    Dear Universitas Indonesia, Mendatangkan Narasumber Zionis Pendukung Genosida itu Mencoreng Nilai Kemanusiaan

    Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan dan Tanggung Jawab Sosial: Refleksi Setelah Delapan Puluh Tahun Indonesia Merdeka

    Makna Kemerdekaan

    Makna Kemerdekaan di Mata Rakyat: Antara Euforia Agustus dan Realitas Pahit

    Kesenjangan Gaji

    Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?

    Angka Pernikahan

    Derajat, Falsifikasi, dan Angka Pernikahan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Gizi

    Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat

    Istri Hamil

    Pentingnya Menjaga Kesehatan Istri Hamil

    Alat Kontrasepsi yang tepat

    Memilih Alat Kontrasepsi yang Tepat

    KB Bukan

    KB Bukan Soal Alat Kontrasepsi, Tapi Merencanakan Keluarga secara Matang

    Menjaga Jarak Kehamilan

    Perintah Menjaga Jarak Kehamilan dalam Al-Qur’an

    Bendera Bajak Laut

    Bendera Bajak Laut sebagai Kritik Simbolis: Relasi, Kontestasi, dan Inklusivitas

    KB yang

    Keluarga Berencana (KB) sebagai Ikhtiar Mewujudkan Anak yang Sehat dan Berkualitas

    Keluarga Berencana (KB)

    Merencanakan Keluarga dengan Program Keluarga Berencana (KB)

    Pola Hidup Sehat

    Menjaga Pola Hidup Sehat Bagi Ibu Hamil

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Semua Dimulai dari Definisi: Antara Penguasa dan Abdi Negara

Akhirnya, aku, seorang rakyat yang baru saja belajar ini, percaya bahwa politik tidak seharusnya menjadi drama di panggung yang jauh.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
27 Agustus 2025
in Publik
0
Abdi Negara

Abdi Negara

976
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bayangkan kita sedang duduk sore-sore, menatap berita yang berseliweran di layar ponsel. Ada potret warga negara ribuan orang di Pati, berdesakan di jalan, berteriak menolak kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB-P2). Sebagian membawa poster, sebagian lainnya hanya bermodalkan suara serak.

Kalau kita lihat lebih dekat, wajah-wajah itu bukan wajah “perusuh”, melainkan ibu-ibu penjual warung, bapak petani, remaja yang seharusnya masih di kelas. Mereka turun ke jalan karena merasa pemerintah hanya bisa mengumumkan, bukan mengajak bicara. Padahal, pajak itu menempel di dapur, di sepetak sawah, di biaya sekolah anak.

Aku tertegun melihatnya. Di layar itu, jelas sekali bahwa warga tidak sedang “cari ribut.” Mereka sedang memperjuangkan sesuatu yang paling dasar: hak untuk didengar. Dan mungkin di sinilah letak masalah paling besar negeri ini: jarak antara pemerintah dan rakyat terasa semakin lebar.

Filsuf politik Hannah Arendt pernah menulis, “Power corresponds to the human ability not just to act but to act in concert.” Kekuasaan hanya sahih ketika dijalankan bersama rakyat, bukan di atas rakyat. Jika pemerintah berjalan sendiri, tanpa rakyat, yang lahir bukan lagi kekuasaan, melainkan dominasi.

Lalu aku bertanya pada diriku sendiri: apa kita selama ini keliru dalam mendefinisikan pemerintah? Kalau kita menyebut dan menganggap mereka “penguasa,” maka yang tumbuh adalah bahasa perintah. Tetapi jika sejak awal kita menyebut mereka “pengabdi publik” atau abdi negara “pengemban amanah,” mestinya bahasa yang keluar adalah mendengar dan melayani.

Kesenjangan

Beberapa hari setelah kisah Pati itu, linimasa kembali ramai oleh perdebatan soal gaji dan tunjangan anggota DPR. Angka-angka bertebaran: Rp69 juta, Rp100 juta, Rp12 juta hanya untuk tunjangan beras, Rp7 juta untuk bensin. Pimpinan DPR buru-buru mengklarifikasi, tapi publik sudah terlanjur menyerap satu hal: jurang itu nyata.

Di saat yang hampir bersamaan, muncul pula video viral yang memuat suara seorang menteri menyebut guru sebagai “beban negara.” Belakangan terbukti palsu, hasil rekayasa digital. Namun pertanyaannya: mengapa begitu banyak orang mudah percaya?

Jawabannya sederhana, karena ada luka lama. Guru honorer yang bertahun-tahun menunggu sertifikasi, gaji yang tak cukup untuk kontrakan, fasilitas pendidikan yang timpang. Hoaks itu menemukan tanah subur karena realitasnya memang retak.

Nelson Mandela, tokoh anti-apartheid dan Presiden Afrika Selatan pertama yang dipilih secara demokratis, pernah berkata: “A nation should not be judged by how it treats its highest citizens, but its lowest ones.” Bangsa, katanya, tidak diukur dari cara ia memperlakukan pejabatnya, melainkan bagaimana ia memperlakukan rakyat kecilnya.

Kutipan itu terasa mengiris ketika kita menyaksikan betapa sulitnya guru, petani, atau buruh mendapat pengakuan dan kesejahteraan yang layak, sementara pejabat negara begitu mudah menambahkan tunjangan.

Kalau kita pikir-pikir, semua kegaduhan ini bukan sekadar soal kebijakan yang salah hitung. Ia adalah juga soal definisi. Pemerintah itu panggung atau bengkel?

Jika panggung, maka pejabat berdiri di atas, mendapat sorak-sorai dan lampu sorot. Kita hanya jadi penonton, menunggu “pertunjukan” selesai. Tetapi jika bengkel, pejabat dan rakyat duduk sejajar, sama-sama kotor tangan oleh oli, sama-sama memperbaiki mesin besar bernama negara.

Bayangkan kalau seorang pejabat berani memperkenalkan diri begini:

“Saya abdi negara pengemban amanah rakyat. Tugas saya mendengar, menghitung, menjelaskan, dan mengubah haluan bila warga menolak.”

Bukankah kalimat sederhana itu bisa meruntuhkan jurang yang lebar?

Dan kita sebagai rakyat pun perlu menata ulang cara pandang. Kalau kita terus mengagungkan jabatan publik seolah ia abdi negara dengan mahkota tertinggi, kita justru ikut membesarkan jarak. Padahal, semua orang bekerja. Bedanya, pejabat bekerja dengan mandat rakyat dan uang publik. Maka standar etiknya harus lebih tinggi, bukan sebaliknya.

Al-Qur’an pun mengingatkan hal serupa. Dalam surah An-Nisa ayat 58, Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ayat ini seakan menegaskan: jabatan publik bukanlah mahkota, melainkan amanah. Dan amanah, dalam bahasa iman, bukan untuk diagung-agungkan, melainkan untuk dipertanggungjawabkan.

Aku jadi ingat laporan Edelman Trust Barometer 2025. Laporan itu menulis bahwa mayoritas warga dunia kini diliputi grievance, perasaan bahwa institusi hanya melayani yang sudah kuat. Indonesia memang relatif tinggi tingkat kepercayaannya, tapi tren ini tetap terasa di sini. Kita mudah marah, mudah curiga, karena ada luka yang tidak sembuh-sembuh.

Kalau begini, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, pemerintah perlu mengembalikan proses kebijakan ke meja warga. Bukan sekadar “sosialisasi setelah keputusan jadi,” tapi dialog sebelum diputuskan. Kedua, transparansi angka dan logika kebijakan harus jadi standar komunikasi. Rakyat bisa menerima pahit kalau mereka jelaskan secara jujur. Ketiga, perlindungan ruang kritik harus terjaga: demonstrasi bukan musuh, melainkan vitamin demokrasi.

Di sisi lain, rakyat pun perlu belajar menantang dengan data, bukan hanya dengan amarah. Karena marah tanpa data mudah terpatahkan, sementara data adalah bahasa yang membuat kekuasaan tak bisa mengelak.

Akhirnya, aku, seorang rakyat yang baru saja belajar ini, percaya bahwa politik tidak seharusnya menjadi drama di panggung yang jauh. Ia harus kembali menjadi ruang kemanusiaan: tempat kita bisa lelah, marah, tapi juga percaya dan berharap.

Mungkin cerita Pati, kontroversi gaji DPR, atau hoaks tentang guru hanya sepotong cermin. Tapi dari potongan-potongan itu kita bisa belajar: negara ini akan selalu rapuh jika definisinya keliru. Selama pejabat kita pandang sebagai penguasa, rakyat akan merasa jadi penonton.

Tapi ketika pejabat berani menyebut dirinya abdi negara pengemban amanah, dan rakyat berani memperlakukan pejabat bukan sebagai raja melainkan sebagai pekerja publik, maka jurang itu pelan-pelan bisa menyempit.

Dan pada akhirnya, bukankah yang kita rindukan adalah negara tanpa panggung. Sebuah bengkel bersama, tempat rakyat dan pengemban amanah bekerja sejajar, memperbaiki mesin besar bernama Indonesia? []

 

Tags: Abdi NegarademokrasiIndonesiakebijakanPatipemerintahpolitik
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Terkait Posts

Indonesia Merdeka
Publik

Kemerdekaan dan Tanggung Jawab Sosial: Refleksi Setelah Delapan Puluh Tahun Indonesia Merdeka

26 Agustus 2025
Makna Kemerdekaan
Publik

Makna Kemerdekaan di Mata Rakyat: Antara Euforia Agustus dan Realitas Pahit

26 Agustus 2025
Kesenjangan Gaji
Publik

Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?

25 Agustus 2025
Pendidikan Inklusi
Aktual

Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

22 Agustus 2025
Lomba Agustusan
Personal

Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

26 Agustus 2025
Nyai Siti Walidah
Figur

Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

21 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Istri Hamil

    Pentingnya Menjaga Kesehatan Istri Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memilih Alat Kontrasepsi yang Tepat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mubadalah dan Dilema Aborsi Childfree

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dear Universitas Indonesia, Mendatangkan Narasumber Zionis Pendukung Genosida itu Mencoreng Nilai Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Bukan Soal Alat Kontrasepsi, Tapi Merencanakan Keluarga secara Matang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat
  • Anak Masuk Pinjol lewat Game Online: Siapa yang Lalai, Siapa yang Dirugikan?
  • Tips Sehat bagi Ibu Hamil Muda
  • Semua Dimulai dari Definisi: Antara Penguasa dan Abdi Negara
  • Keluarga Berencana (KB) dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID