Selasa, 4 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

Kemampuan digital bagi santri juga menjadi modal untuk meneguhkan peran mereka sebagai agen perubahan sosial.

Laily Nur Zakiya Laily Nur Zakiya
17 Oktober 2025
in Featured, Publik
0
Santri Era Digital

Santri Era Digital

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar hampir semua aspek kehidupan, termasuk bagaimana cara manusia berkomunikasi, berinteraksi, bahkan beragama. Media sosial menjadi ruang baru yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, namun juga sebagai arena pembentukan opini, pertarungan wacana, hingga ladang dakwah.

Dalam konteks ini, santri era digital sebagai generasi yang tertempa dengan nilai-nilai agama dan tradisi keilmuan pesantren, memiliki tantangan sekaligus peluang untuk hadir aktif di ruang digital.

Kita hidup di era di mana informasi bertebaran dengan sangat cepat. Menurut laporan We Are Social 2024, lebih dari 167 juta penduduk Indonesia menggunakan media sosial aktif setiap hari.  Angka ini setara dengan 60,4 persen dari total populasi. Artinya, media sosial kini menjadi ruang publik yang paling ramai daripada pasar tradisional, majelis taklim, atau forum-forum lainnya.

Namun, derasnya arus informasi ini juga menimbulkan masalah. Tidak sedikit konten keagamaan di media sosial yang justru terpenuhi narasi kebencian, provokasi, atau klaim kebenaran tunggal. Banyak akun dakwah yang lebih mengutamakan sensasi daripada substansi, mengejar popularitas daripada keberkahan ilmu. Akibatnya, media sosial yang seharusnya bisa menjadi ruang pencerahan justru kadang berubah menjadi arena pertikaian.

Fenomena ini menunjukkan bahwa ruang digital memang tidak netral. Jika tidak terisi oleh suara dakwah yang ramah, adil, dan moderat, maka ia akan dikuasai oleh wacana keagamaan yang eksklusif dan diskriminatif. Di sinilah peran santri menjadi sangat penting.

Mengapa Santri Harus Melek Digital?

Santri selama ini identik dengan kitab kuning, halaqah, dan kegiatan keilmuan tradisional. Tradisi ini tidak boleh ditinggalkan, sebab semua itu adalah ruh pesantren. Namun, di saat yang sama, santri juga dituntut untuk adaptif dengan perkembangan zaman. Melek digital bukan berarti meninggalkan kitab, melainkan meluaskan cakrawala dakwah agar ilmu pesantren bisa menjangkau masyarakat yang semakin akrab dengan gawai dan internet.

Menurut Azyumardi Azra, salah satu tantangan pendidikan Islam di abad ke-21 adalah bagaimana lembaga tradisional seperti pesantren mampu menjawab tantangan zaman. Salah satunya bertransformasi dengan teknologi. Jika santri tidak melek digital, maka pesantren akan tertinggal dan dakwah akan terpinggirkan.

Lebih jauh, kemampuan digital bagi santri juga menjadi modal untuk meneguhkan peran mereka sebagai agen perubahan sosial. Santri bukan hanya penerima ilmu, melainkan juga pewaris tradisi intelektual Islam yang harus berkontribusi pada kemaslahatan umat. Tanpa keterampilan digital, suara santri hanya akan bergema di dalam pesantren, tetapi tidak sampai ke ruang publik yang lebih luas.

Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

Dakwah pada dasarnya adalah menyampaikan nilai-nilai kebaikan dengan cara yang bijak, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl:125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” Prinsip hikmah dan mau’izhah hasanah ini harus kita terjemahkan dalam konteks kekinian, yakni dakwah yang memanfaatkan sarana digital.

Media sosial memungkinkan pesan dakwah menjangkau jutaan orang dalam waktu singkat. Jika dulu kiai atau santri hanya bisa menyampaikan tausiyah di majelis taklim dengan audiens terbatas, kini satu video dakwah di TikTok atau Instagram bisa ditonton oleh ribuan bahkan jutaan orang. Dengan demikian, dakwah tidak lagi terbatas ruang dan waktu.

Selain itu, dakwah di media sosial juga lebih interaktif. Santri bisa berdialog langsung dengan audiens, menjawab pertanyaan, bahkan meluruskan kesalahpahaman secara real time. Inilah keuntungan besar yang tidak bisa didapatkan dari metode dakwah konvensional.

Membutuhkan Strategi dan Visi yang Jelas

Hadir di media sosial bukan berarti asal hadir. Dakwah digital membutuhkan strategi dan visi yang jelas. Ada tiga hal utama yang perlu kita tekankan. Pertama, dakwah harus mengedepankan nilai-nilai rahmatan lil alamin, kasih sayang, keadilan, dan kemanusiaan. Ini penting agar dakwah tidak terjebak pada ujaran kebencian atau polarisasi.

Kedua, dakwah harus kontekstual. Artinya, pesan yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat digital. Misalnya, isu kesehatan mental, lingkungan, kesetaraan gender, atau moderasi beragama. Dakwah yang hanya mengulang-ulang tema klasik tanpa dikaitkan dengan realitas kekinian akan sulit diterima generasi muda.

Ketiga, dakwah digital harus kreatif. Konten singkat, visual menarik, atau podcast interaktif bisa menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan keagamaan tanpa kehilangan substansi. Dengan ketiga prinsip ini, dakwah santri akan lebih mampu menjawab kebutuhan umat sekaligus tetap menjaga nilai-nilai keilmuan pesantren.

Tantangan Dakwah di Media Sosial

Namun, peluang ini juga disertai tantangan besar. Pertama, muncul budaya instan yang membuat sebagian pendakwah lebih mementingkan popularitas, jumlah like, views, dan followers, daripada substansi dakwah. Akibatnya, pesan agama sering tereduksi menjadi hiburan.

Kedua, risiko misinformasi dan hoaks sangat tinggi. Tanpa literasi digital dan tabayyun, umat mudah tersesat pada informasi keagamaan yang keliru. Ketiga, dakwah harus bersaing dengan narasi populer lain yang lebih menarik secara visual, meski tidak bermanfaat. Keempat, algoritma media sosial cenderung memprioritaskan konten sensasional, sehingga banyak konten dakwah berkualitas tenggelam di balik hiburan.

Karena itu, dakwah santri era digital seharusnya tidak sekadar hadir, melainkan hadir dengan strategi matang dan penuh tanggung jawab. Dakwah digital harus tetap berpijak pada akhlak, ilmu yang mendalam, dan kesabaran belajar khas pesantren. Santri juga harus teliti, melakukan tabayyun, dan menggunakan sumber rujukan kredibel agar dakwah menjadi oase pengetahuan di tengah beragamnya penyebaran informasi di ruang digital.

Membentuk Wajah Islam yang Ramah, Adil, dan Membebaskan

Jika santri mampu menjawab tantangan digital dengan serius, mereka tidak hanya menjaga keberlangsungan dakwah, tetapi juga berkontribusi dalam membentuk wajah Islam yang ramah, adil, dan membebaskan. Pesantren tidak boleh hanya menjadi pusat ilmu, tetapi juga pusat kreativitas digital yang melahirkan dai muda visioner.

KH Sahal Mahfudz menekankan pentingnya fiqih sosial, yakni fiqih yang menjawab persoalan nyata umat. Dalam konteks digital, dakwah santri harus menjadi dakwah sosial yang menyapa umat dengan wajah Islam yang menenangkan, bukan menakutkan, yang merangkul, bukan mengucilkan.

Perspektif kesalingan memberi arah penting bagi dakwah digital. Dakwah tidak seharusnya kita pahami sebagai proses satu arah, melainkan dialog yang saling memperkaya. Santri bukan hanya penyampai, tetapi juga pendengar, bukan hanya guru, namun juga murid kehidupan. Dengan semangat kesalingan ini, dakwah digital dapat menghadirkan nilai keadilan gender, kesetaraan, dan kemanusiaan universal.

Inilah dakwah santri yang dibutuhkan di era digital. Berakar pada tradisi pesantren, kreatif dalam strategi, dan berlandaskan kesalingan dalam relasi. []

 

Tags: Dakwah DigitalLiterasi Media Sosialmedia sosialpesantrenSantriSantri Era Digital
Laily Nur Zakiya

Laily Nur Zakiya

Aktif di Komunitas Puan Menulis. Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Ig: @laa.zakiya

Terkait Posts

Lembaga Pendidikan
Publik

Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

27 Oktober 2025
Kesehatan Mental
Publik

Menjaga Kesehatan Mental di Era Ketakutan Digital

25 Oktober 2025
Santri Penjaga Peradaban
Publik

Santri Penjaga Peradaban: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Dunia yang Damai

25 Oktober 2025
Hijroatul Maghfiroh Abdullah
Figur

Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia

23 Oktober 2025
Disabilitas
Aktual

PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

25 Oktober 2025
Trans7
Publik

Merespon Trans7 dengan Elegan

20 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an
  • Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID