Selasa, 16 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Lingkungan Perempuan

    Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

    Halaqah Kubra KUPI

    Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna

    Kelekatan Spiritual

    Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    Bencana Sumatra

    Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    Reboisasi Relasi

    Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Lingkungan Perempuan

    Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

    Halaqah Kubra KUPI

    Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna

    Kelekatan Spiritual

    Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    Bencana Sumatra

    Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    Reboisasi Relasi

    Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengapa Penting bagi Perempuan Memiliki Batasan dalam Menjalin Relasi?

Ketika seorang perempuan menegaskan batasan, ia sedang menggeser distribusi kuasa dari relasi yang timpang menjadi lebih setara.

Layyin Lala Layyin Lala
24 September 2025
in Personal
0
Batasan Menjalin Relasi

Batasan Menjalin Relasi

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada hakikatnya, kehidupan manusia tidak jauh dengan prinsip membangun relasi dengan orang-orang di sekitarnya. Bisa jadi dalam lingkungan keluarga, pertemanan, romansa, atau lainnya. Hal tersebut tidak lepas dari manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan berinteraksi dan relasi dengan manusia lainnya.

Jika melihat sejarah, bentuk interaksi dan relasi antar manusia memiliki perbedaan masa lalu dengan masa kini. Meskipun hakikatnya sama-sama manusia, namun perbedaan bentuk relasi dan interaksi antara laki-laki dan perempuan kerap terjadi ketimpangan.

Berbeda dengan saat ini, yang mana perempuan dapat lebih bebas dan memiliki kesempatan untuk berpendapat dan mengekspresikan diri mereka setara dengan laki-laki. Zaman dulu, ketika perempuan lebih banyak menjadi masyarakat kelas dua, seringkali mendapatkan bentuk interaksi dan relasi yang sangat merugikan bagi pihak perempuan.

Perempuan seringkali harus tunduk patuh kepada laki-laki secara mutlak, tidak dapat mengemukakan pilihan dan pendapatnya, dan seringkali harus mengorbankan tubuh dan masa depannya karena tidak memiliki pilihan lain (tidak dapat bersuara).

Oleh karenanya, saya memahami bahwa bentuk kemerdekaan perempuan adalah bagaimana perempuan memiliki kuasa atas hidupnya sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Kalau melihat perempuan hamba sahaya (budak) pada zaman Nabi, tentulah gerak perempuan sangat terbatas karena ia menjadi milik Tuannya dan tidak memiliki kuasa atas diri sendiri.

Merdeka dengan Batasan

Kebebasan berpendapat dan mengekspresikan diri bagi perempuan pada masa saat ini tentunya sangat menggembirakan. Perempuan tidak lagi dipandang sebagai masyarakat kelas dua (meskipun dalam praktiknya, masih ada perempuan-perempuan yang termarjinalkan). Oleh karenanya, perempuan dapat bebas aktif untuk menjalin relasi dengan siapapun tanpa terbatas gender.

Salah satu bentuk kontrol terhadap relasi adalah batasan dalam relasi. Meskipun sebetulnya batasan dapat kita terapkan pada seluruh manusia tanpa terbatas gender, namun perempuan dengan batasan akan memiliki peluang dan kesempatan kehidupan yang baik dan jauh dari mudharat. 

Dalam perspektif feminis, pembahasan tentang pentingnya batasan bagi perempuan dalam relasi tidak bisa dilepaskan dari struktur sosial dan budaya patriarki yang selama berabad-abad menempatkan perempuan pada posisi subordinat.

Relasi, baik personal maupun publik, sering kali diwarnai ketimpangan kuasa di mana perempuan lebih dituntut untuk melayani, mengalah, dan mengorbankan dirinya demi kenyamanan pihak lain. Karena itulah, pembicaraan tentang batasan menjadi upaya politis dan sosial untuk membebaskan perempuan dari jebakan relasi timpang.

Mengapa Batasan bagi Perempuan Bernilai Penting?

Pertama, batasan merupakan bentuk perlawanan terhadap norma patriarkal yang mengajarkan perempuan untuk selalu “ramah”, “patuh”, dan “tidak menolak”. Norma tersebut mengekang perempuan agar merasa bersalah ketika menolak permintaan orang lain, bahkan ketika hal tersebut merugikannya.

Jika perempuan menetapkan batasan, perempuan sedang melakukan negosiasi ulang terhadap identitasnya. Sehingga, ia tidak lagi dipandang sebagai objek yang melayani kebutuhan orang lain, tetapi subjek yang berhak menentukan bagaimana dirinya diperlakukan.

Kedua, dari perspektif gender, batasan berfungsi sebagai alat untuk menantang relasi kuasa yang timpang. Dalam banyak kasus, ketidakmampuan perempuan menolak membuatnya rentan terhadap pelecehan, eksploitasi, dan beban kerja domestik yang tidak adil.

Ketika seorang perempuan menegaskan batasan, ia sedang menggeser distribusi kuasa dari relasi yang timpang menjadi lebih setara.

Ketiga, penting untuk menyadari bahwa dorongan untuk “selalu ada bagi orang lain” sering kali melekat pada peran gender perempuan sebagai ibu, istri, atau teman yang pengertian. Jika dibiarkan tanpa batas, peran tersebut berubah menjadi beban yang menguras energi emosional (emotional labor) dan membatasi ruang perempuan untuk berkembang.

Dalam kerangka pemikiran feminis, menetapkan batas bermakna sebagai membebaskan perempuan dari jebakan peran gender yang memaksa, serta membuka ruang untuk aktualisasi diri yang lebih luas.

Memiliki Batasan dalam Relasi Romansa

Sungguh, batasan sejatinya dapat melekat pada relasi jenis apapun. Namun, saya ingin menuliskan bagaimana memiliki batasan dalam relasi romansa tidak kalah pentingnya. Batasan membantu perempuan melindunginya dari relasi yang merugikan.

Tidak sedikit kasus di mana perempuan terjebak dalam hubungan yang manipulatif, toksik, atau bahkan penuh kekerasan hanya karena merasa tidak enak menolak atau terlalu takut kehilangan. Padahal, dengan menetapkan batasan sejak awal, seorang perempuan bisa dengan tegas mengatakan “ini boleh, itu tidak boleh” tanpa merasa bersalah. Sikap tersebut justru akan membuat orang lain lebih menghargai ia sendiri.

Baru beberapa hari kemarin, seseorang dari masa lalu datang. Sambil membawa pesan untuk mencoba memperbaiki hubungan “kami” agar seperti baik seperti sedia kala. Namun, jawaban saya tetap sama seperti 11 bulan yang lalu. Saya menolak dan membatasi diri saya agar tidak memiliki relasi dengan seseorang yang telah menyakiti saya.

Sebagai seorang perempuan yang kritis, saya memahami bahwa sebetulnya kesalahan yang diperbaiki dapat memulihkan relasi. Namun, jika permasalahannya tidak dapat dimaklumi dan dimaafkan, maka saya punya hak untuk tidak melanjutkan relasi.

Apalagi, dalam track record relasi orang tersebut dengan orang lain di masa lalunya, juga merupakan masalah yang serupa yang saya hadapi. Maka, saya melihat bahwa hal tersebut bukanlah hal yang baik untuk dimaafkan. Terlebih, hal tersebut sudah bukan kesalahan yang sama sekali atau dua kali. Hal tersebut saya lihat menjadi suatu kebiasaan atau pola yang terus berulang. Tentulah saya berpikir bahwa kedepannya, hal tersebut dapat terjadi kembali (pengulangan).

Pada relasi sebelumnya, orang tersebut melakukan bentuk second choice terhadap pasangan, microcheating, dan tidak menghargai komitmen serta batasan. Ketika membangun hubungan dengan saya, hal tersebut terulang kembali. Maka, tidak ada jaminan bahwa ia akan “sembuh” atau tidak melakukan hal tersebut di masa depan. Sehingga, dengan tegas saya menolak. Jika sekali saya bilang tidak, maka seterusnya akan tetap tidak.

Refleksi

Meskipun terkesan sangat jahat, namun sebetulnya saya sedang menyelamatkan diri sendiri. Saya menyelamatkan diri dari kehidupan patriarki yang bisa jadi suatu saat akan menempatkan saya pada tempat yang lemah. Oleh karenanya, saya justru sangat senang dapat menolak dengan tegas karena itu berarti saya merdeka dari mudharat-mudharat yang dapat membuat saya tersiksa. 

Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, saya seringkali menuliskan prinsip hidup. Yang mana, tidak akan ada jabatan, uang, posisi, relasi, cinta yang akan saya kejar mati-matian jika tidak memandang saya secara setara. Sekali saya tidak dipandang setara, maka saya akan lebih memutuskan (cut off) dan memilih hidup dengan orang-orang yang memang memandang saya setara.

Ternyata, menjadi perempuan yang bebas mengekspresikan diri dan berpendapat serta memiliki kekuasaan terhadap diri sendiri dengan batasan itu sangat menyenangkan. []

 

Tags: batasanBatasan Menjalin RelasiMerdekaperempuanRelasisetara
Layyin Lala

Layyin Lala

A Student, Santri, and Servant.

Terkait Posts

Lingkungan Perempuan
Publik

Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

16 Desember 2025
Keulamaan Perempuan pada
Aktual

Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

13 Desember 2025
Film Gowok
Film

Film Gowok: Ketika Kebencian Menghancurkan Rasa Kemanusiaan

13 Desember 2025
Halaqah Kubra di UIN
Aktual

KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

12 Desember 2025
Ekologi
Publik

Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

12 Desember 2025
Pemberitaan
Aktual

Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

11 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan
  • Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna
  • Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual
  • Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender
  • Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID