Mubadalah.id – Di tengah masyarakat kita, kerja domestik masih sering dilekatkan hanya pada perempuan. Mengurus rumah, memasak, membersihkan, hingga mengasuh anak kerap dianggap sebagai kodrat istri atau ibu.
Padahal, jika menengok teladan Nabi Muhammad Saw., kita justru mendapati gambaran yang jauh berbeda. Nabi tidak hanya seorang pemimpin umat, melainkan juga sosok suami dan ayah yang terlibat penuh dalam kehidupan domestik. Beliau menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandal yang rusak, dan menyiapkan makanan.
Praktik ini menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama bertanggung jawab dalam membangun rumah tangga yang sehat dan penuh kasih.
Prinsip Mubadalah
Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama menegaskan bahwa prinsip mubadalah harus menjadi cara pandang kita dalam membaca teks-teks agama, termasuk hadits-hadits tentang kerja domestik.
Prinsip mubadalah menempatkan laki-laki dan perempuan dalam relasi kesalingan—bukan hirarki. Dengan begitu, pengasuhan anak dan pengelolaan rumah tangga bukanlah beban sepihak, melainkan ibadah yang keduanya jalankan bersama.
Dalam perspektif ini, kerja domestik adalah ladang pahala. Mengasuh anak dengan penuh cinta, mendidik mereka, serta melayani pasangan bukanlah tanggung jawab salah satu pihak. Melainkan jihad domestik yang bernilai ibadah, baik untuk suami maupun istri.
Sementara itu, hingga saat ini, kita banyak menemukan teks keagamaan sering orang-orang tafsirkan secara tekstual hanya meneguhkan peran domestik perempuan. Akibatnya, perempuan mereka tuntut untuk selalu menjaga kehormatan keluarga, berbuat baik, dan mengorbankan diri demi kepentingan rumah tangga.
Namun, jarang sekali penekanan yang sama untuk laki-laki. Padahal, keadilan hanya terwujud jika kedua pihak memikul tanggung jawab yang setara.
Seperti dalam pandangan Kiai Faqih, keluarga yang kuat adalah keluarga yang ditopang oleh dua sisi: laki-laki dan perempuan. Baik sebagai suami-istri, sebagai ayah-ibu, maupun sebagai anak, semua anggota keluarga harus terlibat aktif menjaga nilai-nilai kebaikan bersama.
Karena tidak adil jika perempuan saja yang mereka tuntut menjaga kehormatan keluarga. Sementara laki-laki bebas dari kewajiban yang sama. []