Mubadalah.id – Dalam perspektif keadilan hakiki dan mubadalah, perhatian terhadap siklus reproduksi perempuan—menstruasi, hamil, melahirkan, hingga menyusui—harus menjadi bagian dari kesadaran kemanusiaan.
Siklus biologis ini tidak boleh kita jadikan alasan untuk mengurangi hak-hak perempuan, baik di ranah domestik maupun publik.
Justru karena perbedaan kondisi biologis inilah, Nabi berulang kali mengingatkan laki-laki untuk memperlakukan perempuan dengan baik. Seperti sabda beliau dalam riwayat Ibnu Majah (no. 1924):
“Saling berpesanlah di antara kalian agar selalu berbuat baik kepada perempuan, karena mereka seringkali tidak diperhitungkan oleh kalian. Sesungguhnya, kalian tidak memiliki hak sama sekali atas mereka, kecuali dengan hal tersebut (berbuat baik).”
Pesan ini tidak untuk merendahkan perempuan, melainkan untuk menegaskan bahwa laki-laki—yang secara sosial kerap memiliki otoritas lebih besar—tidak boleh menyalahgunakan posisinya. Sebaliknya, otoritas itu harus kita pakai untuk menghadirkan kasih sayang, dukungan, dan keadilan bagi keluarga.
Dengan demikian, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. harus kita maknai sebagai dorongan universal bagi semua pihak, laki-laki maupun perempuan, untuk menghadirkan akhlak mulia dan perspektif keadilan hakiki di dalam keluarga. Sebab, keluarga adalah ruang pertama nilai-nilai kemanusiaan yang harus orangtua teladankan.
Oleh karena itu, mengasuh anak, mendampingi pasangan, berbakti kepada orang tua. Hingga menjaga keharmonisan rumah tangga adalah ibadah yang sama mulianya dengan amal-amal lain. Jika keluarga kita abaikan, maka kebaikan di ruang publik pun kehilangan fondasinya.
Seperti ditulis Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah bahwa keluarga yang sehat bukan dibangun dengan relasi hirarkis. Melainkan dengan kesalingan (mubadalah). Relasi ini menuntut keterlibatan aktif semua pihak—suami, istri, ayah, ibu, maupun anak—untuk saling menguatkan. []