Mubadalah.id – Jika menelusuri al-Qur’an sebagai sumber hukum utama. Maka tidak menemukan satu ayat pun yang menyebutkan mengenai anjuran ataupun perintah untuk melakukan sunat perempuan.
Beberapa ulama seperti Serour dan Yusuf al-Qardhawi juga menegaskan bahwa praktik sunat perempuan yang ada di sebagian masyarakat Muslim bukan berasal dari ajaran Islam. Melainkan merupakan tradisi masa lalu yang telah mereka lakukan bahkan ribuan tahun sebelum Islam hadir.
Sejarah mencatat, praktik ini sudah ada sejak masa Mesir kuno atau peradaban Firaun. Serta di wilayah Timur Tengah sekitar 2.000 tahun sebelum Islam turun.
Artinya, sunat perempuan bukanlah bagian dari risalah Islam. Melainkan warisan budaya patriarkal kuno yang kemudian mereka kaitkan dengan simbol moralitas dan kesucian perempuan.
Hadis Tidak Menyebut Sunat Perempuan
Bagaimana dengan hadis Nabi? Dalam beberapa kitab hadis memang terdapat riwayat yang menyebut kata “khitan” (sunat). Namun, mayoritas hadis tersebut bersifat umum dan tidak secara khusus menunjuk kepada perempuan. Salah satu hadis yang sering dikutip berbunyi:
“Lima perkara yang merupakan fitrah manusia, yaitu: khitan, mencukur rambut di sekitar kemaluan, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, dan memendekkan kumis.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibn Majah, Ahmad)
Dalam hadis ini, kata “khitan” disebut secara umum tanpa menjelaskan siapa yang dimaksud laki-laki atau perempuan. Karena itu, para ulama memiliki beragam interpretasi terhadap kata “fitrah” yang muncul dalam hadis tersebut.
Sebagian menafsirkan fitrah sebagai agama, yang berarti lima hal itu dianggap bagian dari ajaran agama yang harus dilaksanakan. Sebagian lain memahami fitrah sebagai kebiasaan baik (sunnah), yang berarti tidak wajib, melainkan dianjurkan.
Ada pula yang memaknai fitrah sebagai asal mula penciptaan manusia. Sehingga semua hal di dalamnya tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun termasuk khitan, yang bisa menjadi mubah (boleh dilakukan atau tidak).
Jika kita lihat dari beragam pandangan itu, tidak ada satu pun yang secara pasti mewajibkan sunat perempuan. Bahkan, menurut Maria Ulfah Anshor dalam Kupipedia.id mayoritas ulama kontemporer cenderung bersepakat bahwa khitan wajib hanya untuk laki-laki. Karena terkait dengan aspek kebersihan yang spesifik pada anatomi laki-laki. Sementara pada perempuan tidak ada dalil dan alasan medis yang serupa. []








































