Mubadalah.id – Selama ini, dunia konservasi satwa liar sering kali dipandang sebagai wilayah kerja laki-laki. Mereka dianggap lebih cocok karena dianggap berani menghadapi tantangan di lapangan, menelusuri hutan lebat, berhadapan dengan hewan buas, seperti Harimau Sumatra, hingga berkonfrontasi dengan para pemburu liar. Tak jarang, konservasi dicap sebagai “dunia keras” yang identik dengan kekuatan dan keberanian fisik laki-laki.
Namun, pandangan itu tidak sepenuhnya benar. Elva Gemita hadir untuk mendobrak stigma tersebut. Ia menunjukkan bahwa keberanian tidak selalu diukur oleh otot dan tenaga, melainkan oleh hati yang teguh, keuletan berpikir dan kepedulian yang tulus terhadap kehidupan.
Di hutan Sumatra, Elva meninggalkan jejak perjuangan yang membuktikan bahwa perempuan juga bisa menjadi penjaga kehidupan dan pelindung bagi satwa yang terancam punah, termasuk Harimau Sumatra.
Mengenal Sosok Elva Gemita
Melansir dari Mongabay.co.id, Elva Gemita lahir dan besar di pinggiran Taman Nasional Kerinci Seblat, Provinsi Jambi. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan suara hutan dan cerita rakyat tentang “raja rimba”, si belang Harimau Sumatra yang menjadi simbol keseimbangan alam.
Kedekatan itulah yang membentuk kecintaannya pada alam dan mendorongnya untuk menempuh jalan hidup sebagai pejuang konservasi.
Dalam catatan Mongabay, Elva menunjukkan ketertarikan besar pada lingkungan dan satwa liar sejak usia muda. Dia tidak berasal dari latar belakang formal di kehutanan ataupun biologi. Tetapi langkahnya di dunia konservasi terasa begitu kuat dan berpengaruh.
Dedikasinya yang begitu besar pada dunia konservasi satwa membawa Elva melanglang buana ke jenjang internasional. Pada tahun 2016 ia mendapatkan beasiswa Magister Manajemen Proyek Konservasi dari Durrell Institute of Conservation and Ecology (DICE), University of Kent, Inggris, pada 2016.
Tesisnya yang berjudul “Estimating Sumatran Tiger Occupancy to Improve Species Management Strategies” menjadi sumbangan penting Elva bagi upaya pengelolaan Harimau Sumatera di kawasan Hutan Harapan.
Melalui analisis data dari jebakan kamera yang ia kumpulkan selama enam tahun, Elva menemukan bahwa keberadaan harimau di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh letak zona konservasi, tingkat keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, serta aktivitas manusia di sekitarnya.
Hasil riset tersebut memberikan dasar ilmiah bagi pengelolaan habitat harimau secara lebih efektif. Sekaligus menegaskan dedikasi Elva terhadap perlindungan satwa langka dan ekosistemnya.
Kontribusinya yang luar biasa terhadap pelestarian dunia satwa membuatnya mendapat kepecercayaan menjadi Koordinator Tim di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Di sana, dia bekerja sama dengan pemerintah daerah dan universitas lokal untuk mendukung survei DNA harimau Sumatra.
Peran ini menunjukkan keahliannya dalam menjembatani dunia akademik, pemerintah, dan masyarakat lokal demi keberhasilan proyek konservasi.
Menjaga Hutan Harapan
Puncak karir Elva mulai pada 2010 ketika menjabat sebagai Manajer Departemen Lingkungan, Penelitian, dan Pengembangan di Hutan Harapan, Sumatra.
Elva menjadi motor penggerak sebagai upaya restorasi ekosistem yang menjadi salah satu program konservasi terbesar di Indonesia. Ia tak hanya mengandalkan kemampuan teknis, tetapi juga pandai dalam diplomasi dan membangun kolaborasi lintas pihak.
Elva memastikan bahwa setiap langkah restorasi melibatkan masyarakat adat, pemerintah daerah, akademisi, dan mitra donor.
Ia meyakini, pelestarian alam tidak bisa berjalan sendiri, melainkan butuh jejaring yang solid dan partisipasi semua pihak. Kepemimpinan Elva menciptakan fondasi kuat bagi model restorasi berkelanjutan yang kini diakui di tingkat Asia Tenggara.
Sepanjang karir, Elva tidak hanya fokus pada tindakan lapangan, juga pada penyebarluasan pengetahuan. Dia percaya, keberhasilan konservasi bergantung pada kolaborasi lintas sektor dan pendidikan masyarakat.
Elva sering memberikan pelatihan kepada mahasiswa, komunitas lokal, dan sesama peneliti untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam penelitian dan manajemen lingkungan. Baginya, ilmu harus dibagikan agar tumbuh lebih banyak penjaga hutan baru di masa depan.
Warisan Elva Gemita
Kini, Elva Gemita memang telah tiada. Namun, jejak perjuangannya tetap hidup di antara tapak-tapak harimau yang tersisa di rimba Sumatra. Ia meninggalkan warisan penting yakni keyakinan bahwa perempuan menjadi pelindung bumi dan kehidupan di dalamnya.
Elva membuktikan bahwa konservasi bukan hanya urusan tenaga dan otot, melainkan urusan hati, kecerdasan, dan keberanian untuk peduli. Ia menembus batas sosial yang selama ini mengekang perempuan, berdiri tegak di tengah dunia yang keras, dan menunjukkan bahwa keberanian sejati adalah keberanian untuk menjaga kehidupan.
Dalam setiap langkah menyusuri hutan, dalam setiap riset yang menyelamatkan satwa, semangat Elva terus hidup menjadi pengingat bahwa melindungi alam adalah tanggung jawab semua manusia, tanpa memandang gender.
Harimau Sumatra mungkin masih terancam punah, tetapi selama masih ada jiwa-jiwa seperti Elva Gemita, jiwa yang mencintai Harimau Sumatra dan hutan agar tidak punah dan rusak. []












































