Mubadalah.id – Bulan Rabiul Awal akan segera berakhir, bulan yang kebanyakan ulama sepakat sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad. Berbagai bentuk peringatan Maulid Nabi telah dilakukan, mulai dari pesta yang dikemas dengan shalawat berjamaah (dalam adat Madura lumrah disebut syrakalan.
Kata ini diambil dari maulid diba’ Asyraqal badru ‘alaina, kemudian mengalami perubahan pada lidah masyarakat Madura menjadi Syrakalan), menjamu tamu dengan semewah-mewahnya barang yang dipunya, sampai pada lomba hadrah banjari di beberapa pondok pesantren.
Dalam perayaan itu biasanya diisi dengan pembacaan riwayat hidup Nabi, ada yang cukup dengan membaca bait-bait berbahasa Arab seperti Barzanjī, Simtuddurar, Dībā’ ada pula yang ditambah dengan kidung tentang Nabi dengan bahasa masing-masing daerah. Semua itu tak lain untuk mengenang manusia mulia pembawa risalah Tuhan Yang Esa. Namun demikian ada pula yang berceramah di bulan Maulid Nabi ini dengan konten yang misshapen/ tidak sesuai dengan event kelahiran kanjeng Nabi. Ah tapi tidak apa, yang penting menyeru pada keadilan dan kasih sayang.
Kemerdekaan Perempuan
Namun euphoria kelahiran Nabi kurang sempurna jika salah satu misi utamanya tidak ikut disemarakkan, kemerdekaan perempuan. Dalam sejarah tercatat posisi perempuan sempat berada di titik nadir, perempuan pernah dianggap bukan bagian dari manusia melainkan barang yang dapat dibuang, dijual, dicampakkan bahkan dibunuh hidup-hidup.
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
Jika para bapak diberi kabar (kata bisyārah dalam bahasa Arab memiliki arti kabar gembira, maka jika penerima kabar masih menganggapnya kabar buruk itu semata karena kejahilan dan kedunguannya) bahwa anak yang lahir dari rahim istrinya adalah perempuan maka muka mereka merah padam, marah karena tak kuat menanggung malu telah memiliki keturunan berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya orang tuanya akan menanggung malu seumur hidup atau mengubur bayi perempuannya hidup-hidup agar bisa mengangkat aib itu. Na’ūdzubillah.
Perayaan Kelahiran Nabi
Kelahiran Nabi Muhammad menjadi pertanda awal pembebasan stigma hina tersebut. Ada seorang teman bertanya mengapa yang dirayakan adalah kelahiran Muhammad bukan kelahiran Nabi Muhammad SAW(sebagai utusan Tuhan), jawabannya sangat sederhana, karena Muhammad sejak lahir sudah membawa misi kemanusiaan, menyebarkan perdamaian dan persatuan justru itu dilakukannya jauh sebelum ia diperintah menyampaikan misi keagamaan.
Termasuk bersikap adil pada manusia, laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang lebih diunggulkan satu di atas yang lainnya kecuali yang lebih kuat takwanya dan itu hanya Allah Yang Tahu, manusia tidak mungkin mampu.
Pada tahap selanjutnya setelah turun risalah pada Nabi Muhammad dihapuslah perbudakan sedikit demi sedikit, Nabi kita adalah figur manusia yang tidak gegabah apalagi grusa-grusu, menyampaikan perintah dengan pelan dan santai. Selalu melalui tahapan/gradually yang membuat hati orang-orang yang didakwahi ketika itu mudah menerima, contoh misalnya sampai sekarang perbudakan tidak lagi dipraktikkan.
Ajaran yang dibawa pertama kali adalah mengesakan Allah, menanamkan keyakinan bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah, tidak ada yang layak diagungkan selain Allah. Ajaran tauhid ini berkelindan erat dengan penghapusan marginalisasi perempuan. Maka memperingati kelahiran Nabi adalah memperingati kelahiran perempuan secara merdeka dan utuh sebagai manusia yang berhak menyeru pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran sebagaimana laki-laki.
Pemanusiaan Perempuan
Memperingati maulid Nabi berarti mengingatkan kita (perempuan) untuk tidak merasa seperti budak dan tuannya adalah laki-laki, dan mengingatkan lelaki untuk tidak memperbudak perempuan walaupun dengan seminim-minimnya sikap perbudakan. Namun yang semakin memperparah keadaan adalah di bawah alam sadar perempuan sendiri masih menganggap dirinya berada di bawah posisi laki-laki.
Teman saya pernah berkata saat saya berkata bahwa setelah milik Tuhan tubuh perempuan adalah milik dirinya sendiri, kalimat Riffat Hassan yang dipopulerkan oleh ibu Nur Rofi’ah, “Bukannya tubuh perempuan setelah milik Tuhan adalah milik ayahnya lalu berpindah ke pemilikan suaminya dan dirinya”
Saya setuju jika yang ia maksud adalah pengabdian dalam bentuk taat agar tidak disebut durhaka misalnya, tapi statemen itu akan berdampak tidak baik jika yang dimaksudkan adalah pengabdian sepenuhnya pada ayah dan suami tanpa pertimbangan kebahagiaan diri perempuan sendiri dalam mendapatkan hak-hak kemanusiaannya, seperti bahagia dalam menempuh pendidikan sampai tingkat tertinggi, bahagia dalam beribadah dan terutama bahagia menjalani hidup.
Sehingga, sebagai penulis saya berharap bulan Maulid Nabi tidak hanya berbagi berkat makanan namun juga pemahaman tentang kemerdekaan terhadap eksistensi dan kehidupan perempuan seutuhnya. []