Mubadalah.id – Julia Suryakusuma, aktivis, penulis, dan akademisi Indonesia menilai Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sebagai ruang penting bagi konsolidasi ulama perempuan dalam merespons persoalan keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Menurut Julia, gerakan ulama perempuan yang terhimpun dalam KUPI tidak bisa dilepaskan dari tradisi panjang gerakan perempuan di Indonesia yang kerap berkelindan dengan isu-isu sosial berskala luas.
“Agenda yang diangkat dalam KUPI menunjukkan kesadaran bahwa persoalan perempuan tidak berdiri sendiri. Melainkan terhubung dengan struktur sosial, politik, dan keagamaan yang lebih besar,” kata Julia.
Julia mencatat bahwa berbagai isu dalam forum-forum KUPI. Seperti kekerasan seksual, perkawinan anak, pemberdayaan perempuan, radikalisme agama, krisis kemanusiaan. Hingga ketimpangan sosial dan lingkungan, menunjukkan orientasi gerakan yang menekankan pembebasan dari berbagai bentuk ketertindasan patriarki.
Ia menilai, semangat yang KUPI bangun sejalan dengan upaya untuk menghadirkan Islam sebagai agama yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan sosial.
Menurutnya, ulama perempuan berperan strategis dalam menawarkan perspektif keagamaan yang lebih inklusif dan kontekstual. Terutama dalam isu-isu yang selama ini berdampak langsung pada kehidupan perempuan.
Julia juga menyoroti pentingnya sinergi antara ulama perempuan dengan berbagai elemen masyarakat sipil dan institusi negara.
“Tanpa kerja sama lintas sektor, gagasan keadilan gender dalam Islam akan sulit kita terjemahkan menjadi perubahan sosial yang nyata,” jelasnya.
Bahkan, melalu KUPI, Julia berharap dialog keislaman di Indonesia semakin terbuka terhadap suara perempuan. “Penguatan otoritas ulama perempuan merupakan langkah penting. Terutama untuk memastikan ajaran agama berfungsi sebagai sumber etika publik yang menjunjung tinKUPI yangggi martabat manusia,” tukasnya. []






































