Mubadalah.id – Ahmad Dhani memposting video kompilasi pernyataan Maia Estianty dari berbagai podcast yang dinilai mengandung ghibah dan fitnah. Video asal berdurasi sekitar 24 menit 20 detik, di Youtube.com. Video ini sempat viral dengan hampir dua juta views dalam dua hari.
Video tersebut sempat terhapus dari kanal YouTube “Ahmad Dhani Dalam Berita”, dan terunggah ulang dengan durasi sedikit lebih pendek selama 23 menit 46 detik, kemudian hilang sekitar 36 detik kemudian. Tujuan Dhani tampaknya untuk menyoroti cerita lama Maia, yang dirasa mencoreng reputasinya, terutama terkait gosip tentang Mulan Jameela dan rumah tangganya di masa lalu.
Respons publik tentang video tersebut umumnya negatif. Netizen menyebut ini sebagai upaya menyudutkan Maia secara tidak etis. Netizen menuding Dhani mengalami Narcissistic Personality Disorder (NPD) atas sikapnya yang kekanakan.
Narcissistic Personality Disorder
NPD adalah singkatan dari Narcissistic Personality Disorder atau gangguan kepribadian narsistik. Suatu kondisi psikologis di mana seseorang memiliki ciri-ciri utama yaitu merasa diri sangat penting, merasa punya kuasa alias superior, menganggap diri istimewa dan dan layak untuk mendapat pujian, tidak menerima kritikan.
Para pemilik NPD butuh kekaguman berlebihan, sangat haus pujian, perhatian, dan validasi dari orang lain. Pemilik NPD kurang memiliki rasa empati, sulit memahami, tidak peduli pada perasaan dan kebutuhan orang lain. NPD Sering merendahkan orang lain, sering meremehkan, menyalahkan, mempermalukan orang, menyakiti perasaan orang demi membesarkan egonya. Pemilik gangguan NPD sangat sensitif terhadap kritik, mudah tersinggung dan marah jika orang lain mengkritiknya, meskipun sebuah masukan yang konstruktif padanya.
Semua orang bisa memiliki sifat narsis dalam mencintai diri sendiri, namun NPD adalah gangguan kepribadian klinis yang bisa mengganggu kehidupan sosial, pekerjaan, dan relasi. Penyebabnya adalah kombinasi antara faktor genetik, pengalaman masa kecil, traumatik, dan pola asuh. Misalnya, terlalu dimanja atau dipuji berlebihan, terlalu dikritik atau diremehkan secara konstan, kemudian berakibat seseorang memiliki gangguan NPD.
Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan
Mari kita mengenal Microaggression Verbal, yakni bentuk kekerasan verbal atau emosional abuse terselubung. Sering kita anggap sepele, tapi berdampak besar secara psikologis dan sosial. Apalagi jika dilakukan berulang dan di ruang publik.
Kalimat yang terlontar secara halus tapi menyakitkan, contohnya mengatakan “Kamu pintar juga ya untuk perempuan“, kalimat tersebut seolah berbentuk pujian, tapi sebenarnya merendahkan. Kalimat yang tertuju pada orang lain termasuk mantan pasangan yang berakar dari stereotip atau prasangka. Padahal sudah menyentuh hal sensitif dan jadi tameng, berdalih “Aku cuma bercanda kok”.
Kekerasan verbal ini sebetulnya menarget aspek identitas atau pengalaman orang, ras, gender, agama, status ekonomi, atau pengalaman traumatik seperti perceraian. Contoh dalam konteks hubungan kepada mantan, berupa kalimat “Ya wajar saja aku ceraikan, kan keras kepala banget dulu”. Kalimat yang terlontar adalah bentuk menyalahkan dan mempermalukan.
Kalimat toxic Dhani seperti, “Mantanku sudah tua, tidak akan ada yang mau menikahinya”. Dia pernah juga melontarkan kalimat pada pasangan keduanya, “Dia mau menerima saya, statusnya kan janda“. Stigma negatif pada status janda, sementara dia duda tanpa stigma. Manipulasi citra diri seorang Ahmad Dhani, seolah-olah diri benar dan pihak lain salah.
Microaggression verbal sangat berdampak luka psikologis, trauma lama bisa terulang baik pada mantan pasangan juga pada anak-anak korban perceraian. Anak merasa bingung, cemas, atau merasa harus memilih dan berpihak di antara orang tua.
Hal ini juga berdampak pada masyarakat, yang jika tidak ada yang meluruskan, maka akan bisa menormalisasi perilaku melecehkan pada mantan pasangan. Sebagai publik figur, mempertontonkan video tersebut adalah bentuk eksploitasi relasi. Yaitu menggunakan orang lain untuk mempermalukannya demi mencapai tujuan pribadi tanpa rasa bersalah.
Eksploitasi Relasi pada Mantan Pasangan
Jika merujuk pada Ahmad Dhani dan sikapnya terhadap mantan istrinya Maia Estianty, banyak publik menilai bahwa ia kerap melontarkan guyonan toxic, menyindir, menyudutkan, bahkan menunjukkan superioritas, seolah memuji namun merendahkan. Ini memunculkan kekhawatiran soal pola komunikasi yang tidak sehat, terutama jika terus ia pertontonkan di ruang publik.
Ahmad Dhani mungkin merasa sedang melawan atau membalas sesuatu dari masa lalu. Tapi mempermalukan mantan pasangan bukan solusi. Hal itu hanya menambah luka dan memperpanjang konflik yang tidak sehat, apalagi jika dilakukan secara terbuka.
Dhani memanfaatkan masa lalu Maia untuk menciptakan narasi yang menguntungkan diri, tanpa peduli pada luka orang lain. Jika ia lakukan berulang dampaknya bukan hanya pada Maia, tapi juga pada persepsi anak, relasi sosial, dan keteladanan publik. Eksploitasi relasi adalah bentuk kekerasan yang tidak selalu terlihat, tapi bisa menghancurkan rasa aman dan harga diri seseorang secara perlahan.
Memperlakukan Mantan dengan Bermartabat
Tulisan ini akan berfokus pada panduan etis pasca-cerai, dalam menjaga relasi, refleksi islami atau psikologis soal berpisah baik-baik. Memperlakukan mantan pasangan setelah bercerai sebaiknya dilakukan secara dewasa, bermartabat, dan penuh tanggung jawab, terutama jika ada anak yang terlibat.
Menghormati batasan pada mantan pasangan, tidak membahas hal pribadi atau masa lalu di ruang publik. Selayaknya menghindari membongkar aib atau membuka luka lama, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Keduanya harus fokus pada komunikasi yang sehat, sopan dan fokus pada hal-hal yang objektif.
Pasangan yang sudah bercerai harus menghindari kata-kata sarkastik, menyudutkan, atau menyindir pada mantan pasangan. Melepaskan pasangan dalam bingkai pernikahan harus dengan ikhlas. Ikhlas bukan berarti melupakan, tapi menerima bahwa masa itu sudah selesai dan memilih untuk tumbuh dari pengalaman tanpa ada rasa dendam. Lebih baik mencari bantuan konselor jika rasa dendam itu ada dalam pikiran.
Melindungi anak dengan cara rukun bersama mantan pasangan setelah bercerai adalah bentuk kedewasaan dan tanggung jawab bersama. Rukun bukan berarti kembali, tapi kompak menjalankan peran sebagai orang tua. Ini investasi jangka panjang untuk kestabilan emosi, perkembangan, dan rasa aman anak. Pasangan yang bercerai harus melindungi anak dari konflik akibat perceraian.
Setiap perpisahan meninggalkan luka. Jika masing-masing belum pulih secara emosional sebaiknya konsultasi pada psikolog. Anak berhak mencintai kedua orang tuanya tanpa tekanan atau kebencian. Pasangan yang sudah bercerai harus membangun kehidupan baru dengan damai, tanpa menjadikan anak sebagai perantara atau korban ghibah.
Jika sudah memilih jalan berpisah dan hidup secara masing-masing, maka harus fokus pada pertumbuhan diri sendiri yang lebih sehat. Daripada menjelekkan mantan, lebih baik menjalin hubungan netral dan kooperatif untuk urusan keluarga.
Pasangan yang sudah bercerai harus memegang etika publik, terutama menjadi seorang publik figur dan anggota dewan. Ada tanggung jawab lebih besar untuk tidak menyulut opini negatif yang berdampak luas.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 11, yaitu : Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dengan ucapan, perbuatan atau isyarat, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk …
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الْاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ