Mubadalah.id – Di dalam al-Qur’an ada salah satu ayat yang diturunkan untuk merespon kasus perbudakaan perempuan yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh utama kaum Munafik. Abdullah memaksa para budak perempuannya untuk melacur sebagai cara meraih kepentingan ekonomi pribadi.
Ayat tersebut sebagai berikut:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗوَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْكِتٰبَ مِمَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ ۗوَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka. Jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.
Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa. (QS. an-Nur ayat 33).
Menurut para ahli tafsir perempuan budak itu adalah Masikah dan Muw’adzah. Mereka menyebut, Abdullah melacurkan budaknya dengan paksa bahkan dengan cara memukul.
Perbudakan dan pelacuran perempuan bertujuan antara lain:
Pertama, untuk memperoleh keuntungan materi (thalaban li kharajihinna). Kedua, mendapat keturunan orang terhormat berdarah Quraisy yang diharapkan akan menjadi pemimpin masyarakat (raghbah fi awladihinna wa riyasah). Ketiga, demi mendapat pahala dan kehormatan (iradah a-tsawab wa al-karamah).
Beberapa informasi lain menyebutkan bahwa budak perempuan yang dilacurkan tersebut ada enam orang: Masikah, Muadzah, Umaymah, Umrah, Arwa, dan Qatilah.
Imam Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya menyebutkan tiga peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat ini.
Riwayat Pertama
Riwayat pertama bercerita tentang kepemilikan Abdullah atas enam budak perempuan. Keenam budak tersebut ia paksa melacur dan menyetorkan hasil prostitusinya. Dua orang di antaranya mengadukan kasusnya kepada Nabi, yang kemudian al-Qur’an meresponnya.
Dalam riwayat kedua, menceritakan bahwa Abdullah bin Ubay memilliki seorang tawanan laki-laki.
Tawanan ini memeluk salah seorang budak perempuan Abdullah bin Ubay yang sudah masuk Islam, lalu perempuan tersebut menolak. Namun, Abdullah memaksanya untuk menerima ajakan si tawanan tersebut untuk melakukan hubungan seksual.
Abdullah berharap mendapatkan anak dari tawanan laki-laki tersebut yang kebetulan adalah seorang bangsawan Quraisy melalui budak perempuannya.
Sedangkan dalam riwayat ketiga menceritakan bahwa Abdullah bin Ubay membawa budak perempuannya yang paling cantik kepada Nabi, Mu’adzah. Di hadapan Nabi, Abdullah berkata:
“Nabi, ini perempuan yang bisa membantu anak-anak Yatim si Anu. Bolehkah aku menyuruhnya melacur agar hasilnya untuk membantu anak-anak yatim itu?.” “Nabi menolak”, lalu ayat ini turun.
Kasus perdagangan perempuan tersebut memang terjadi pada perempuan budak belian. Kasus-kasus semacam ini tidak hanya terjadi pada Abdullah bin Ubay bin Salul, melainkan juga populer dalam masyarakat Arab pada saat itu. Praktik rumah bordil juga berlaku di sana.
Model eksploitasi tersebut hari ini berubah dalam bentuk yang lebih canggih. Modus operandinya juga beragam. Eskploitasi tersebut berganti nama menjadi trafiking. Ini lebih jahat daripada perbudakan lama, karena justru melakukannya terhadap orang-orang yang sudah merdeka. []