Ada apa dengan perempuan? Hal itu menjadi pertanyaan ketika mengetahui arti kata perempuan adalah sebuah bencana. Saya mendapati arti kata tersebut dari kata Perancis lama, yaitu “la femme fatale”, “perempuan adalah bencana”.
Pembawa bencana dalam cerita hampir setiap karya sastra tentang cinta, perempuan yang kita bicarakan disini adalah perempuan yang akibat anugerah Tuhan. Di mana diberikan kecantikan fisik yang tiada tara sehingga dengan kecantikan itu dapat menggoda mata banyak lelaki yang kemudian jatuh dalam lubang kenistaan. Bagaimana wanita mampu menghancurkan (membunuh) laki-laki dengan tuntas dan tanpa ampun?
Tema cinta yang oleh Aristoteles dibedakan atas cinta yang berorientasi pada pemenuhan keinginan egoistis (love of the flesh) di cinta yang murni yang bertumpu pada tanggungjawab dan komitmen (pure love) merupakan tema yang seakan familiar jika dikaitkan pada peran perempuan tersebut.
Pada gilirannya, perempuan dan cinta adalah masalah terbesar yang harus dan hanya bisa diselesaikan oleh kaum Adam. Di atas banyak faktor yang membuat wanita menjadi racun dunia bagi laki-laki.
Diakui atau tidak, tidak sedikit laki-laki hanya menyukai wanita yang berparas ayu, lemah lembut di depan lelaki tetapi perempuan cerdas yang mandiri dan tangguh. Dalam konteks ini mandiri dan tangguh adalah dengan apa yang diperjuangkan aktivis-aktivis perempuan. Perempuan dapat melakukan apapun tanpa harus menyusahkan teman lelakinya.
Terkait perempuan harus cerdas, hal ini sempat disinggung oleh Soe Hok Gie. Di mana perempuan akan selalu di bawah laki-laki bila hanya mengurusi pakaian dan kecantikan.
Dari kalimat tersebut, kita bisa menyadari bahwa perempuan sejajar dengan lelaki dengan kecerdasaan intelektual bukan untuk saling menlampaui tetapi berdampingan yang suatu saat akan menjadi orang tua yang berintelektual. Dan organ paling terseksi pada wanita adalah otaknya. Kelak kita akan menjadi sosok ibu madrasah pertama bagi anak-anak yang kelak akan menjadi seseorang yang berproses seperti kita nanti.
Perempuan dalam Islam, setelah sebelumnya orang-orang jahiliyah memandang perempuan sebagai musibah sehingga bayi perempuan dibuang dan disembunyikan. Ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul barulah derajat wanita setara dengan laki-laki. Dengan konsep Mubadalah secara bahasa kesalingan atau kerjasama tidak merendahkan dan mengucilkan perempuan. Sebagaimana laki-laki, hak-hak wanita juga terjamin dalam Islam.
Pembagian tugas pun bisa dilaksanakan dengan cara mubadalah adalah ketika laki-laki bekerja dalam publik dan diakui karena memiliki penghasilan yang menunjang keluarganya. Sedangkan wanita bekerja dalam lingkungan domistik dimana yang diurusinya adalah keluarga dan anak-anaknya, tak memiliki penghasilan sehingga ia direndahkan. Sehingga, arti kata perempuan dalam bahasa Perancis lama menjadi hal yang tidak tepat jika meninjau dari konsep Mubadalah.[]