• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Apakah Suami Boleh Melarang Istri Bersosialisasi dengan Siapapun? Inilah Jawabannya

Nurul Bahrul Ulum Nurul Bahrul Ulum
14/01/2019
in Kolom
0
Kerudung Perempuan, Suami Istri

Ilustrasi: pixabay[dot]com

2.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sebab banyaknya pemberitaan pemerkosaan, seorang suami tiba-tiba sangat protektif. Dia melarang istrinya keluar rumah kecuali dia atau mahram mendampinginya. Dia juga melarang istrinya bersosialisasi dengan teman laki-laki. Si suami mengambil dalil ayat al-Qur’an surat an-Nisa 34.  Lalu, istrinya bertanya kepada saya apakah Islam mengajarkan suami boleh melarang istri bergaul, jika sudah menikah, suami boleh melarang istri bersosialisasi dengan siapapun? Inilah jawaban saya kepadanya.

Islam bukan agama pembrangus kebebasan. Justru, Islam sangat menjunjung tinggi dan melindungi kebebasan. Maqashid asy-Syari’ah (tujuan dasar syariat Islam) adalah melindungi kebebasan beragama (hifdh ad-din), hak atas hidup (hifdh an-nafs), kebebasan berpikir dan berpendapat (hifdh al-‘aql), hak atas keturunan dan kesehatan reproduksi (hifdh an-nasl), dan hak atas properti (hifdh al-maal).

Pernikahan tidak boleh menghalangi dan mengurangi kebebasan ini. Justru pernikahan harus berdasar pada Maqashid asy-Syari’ah. (Baca: Penting Nggak Sih Menikah? Meluruskan Makna Pernikahan Perspektif Mubadalah)

Jika sudah menikah, hak-hak seseorang memang akan terbatas oleh hak pasangannya, baik laki-laki maupun perempuan. Karena dalam keluarga, segala keputusan suami dan istri harus selalu didasarkan pada musyawarah untuk menemukan kesepakatan (ittifaq) atas dasar kesukarelaan (an–taradlin).

Jadi, salah besar suatu pemahaman bahwa jika orang sudah menikah tidak boleh bergaul dengan orang lain. Ini tidak mungkin terjadi. Pergaulan adalah kebutuhan dan keniscayaan sebagai makhluk sosial. Yang tidak boleh terjadi dalam pergaulan adalah selingkuh, zina, perkosaan, pelecehan seksual, kekerasan seksual, dan lain-lain.

Baca Juga:

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Itu adalah tindakan-tindakan yang merusak bangunan perkawinan. Islam melarang semua itu. Larangan ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Tapi sekali lagi, tidak ada ajaran Islam yang melarang suami atau istri untuk bergaul dengan orang lain.

Tafsir Al-Qur’an Surat an-Nisa

Sementara al-Quran surat an-Nisa ayat 34 yang menjadi dasar Si Suami untuk melarang istrinya sebenarnya berbicara tentang kepemimpinan dalam rumah tangga, bukan ayat pelarangan pergaulan.

Sababun nuzul ayat ini adalah ada seorang suami yang menampar istrinya sampai parah, hingga sang istri tidak terima. Akhirnya sang istri bersama ayahnya mengadu ke Rasulullah SAW. Lalu, Rasul pun menjawab agar suami yang memukul istrinya itu dapat balasan kembali setimpal (qishash).

Begitu sang Ayah pamitan mau mukul menantunya, lalu turun ayat ini yang menjelaskan bahwa laki-laki pada saat itu adalah pemimpin (keluarga) atas perempuan, karena dua hal, yakni memiliki kelebihan, dan memiliki kemampuan finansial.

Jika melihat asal turunnya ayat di atas, berarti ingin menegaskan bahwa suami tidak boleh melakukan kekerasan (KDRT) terhadap istrinya, karena pada saat itu suami adalah pemimpin. Di mana, pemimpin seharusnya mengayomi, menjaga, serta melindungi keluarga. Bukan melakukan kekerasan.

Ayat ini juga merupakan ayat khabari (informatif), bukan ayat insya’i (imperatif). Jadi, hanya menginformasikan bahwa al-Qur’an merespons tindakan KDRT yang dilakukan suami dengan memberi kabar bahwa laki-laki adalah pemimpin. Tidak boleh melakukan KDRT.

Dalam ayat ini, laki-laki yang punya kelebihan dan kemampuan itu hanya sebagian saja, karena itu dia berhak jadi pemimpin. Sementara sebagian laki-laki yang lain tidak memiliki kelebihan dan kemampuan finansial. Ini artinya kelebihan dan kemampuan dimiliki oleh perempuan (istrinya), maka dengan pemahaman kebalikan dari ayat ini, perempuan bisa jadi pemimpin keluarga bila memiliki kelebihan dan kemampuan finansial.

Lalu, terusan ayat ini menjelaskan tentang perempuan yang shalihah adalah orang yang taat kepada Allah  (qanitat), memelihara diri dan harta suami pada saat tidak suami tidak ada (hafidhat). Dalam pemahaman mubadalah, demikian juga laki-laki yang sholih adalah orang yang taat kepada Allah, memelihara diri dan harta istri pada saat suami tidak ada (hafidh). Artinya, suami dan istri harus saling menjaga diri, berbuat baik, dan saling melindungi satu sama lain untuk menciptakan keluarga sakinah.

Bukan sebaliknya, melarang istri bergaul dengan siapapun, sementara dirinya (suami) bergaul seenaknya dengan siapapun. Ini cara pandang dan sikap yang tidak adil. Kita harus saling memberikan kebebasan, tetapi tidak boleh mengoyak keutuhan rumah tangga. Karena, Islam mengajarkan keadilan untuk laki-laki dan perempuan sekaligus.[]

Tags: bergaulHaditsistrikeluargalaranganmelarangQuranrumah tanggasakinahsuami
Nurul Bahrul Ulum

Nurul Bahrul Ulum

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID