Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw telah memberikan banyak teladan bagi kita semua umat Islam. Termasuk Nabi Saw memberikan apresiasi pada para perempuan pengembala.
Apresiasi yang diberikan Nabi Saw kepada para perempuan pengembala itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Muslim.
Isi hadis tersebut sebagai berikut, Mu’adz bin Sa’ad Ra atau Sa’ad bin Mu’adz Ra bercerita bahwa budak perempuan Ka’ab bin Malik menggembala kambing di pegunungan Sala”.
Ketika terjadi insiden pada salah satu kambingnya, ia bergegas menyembelihnya dengan batu.
Ketika Nabi Muhammad Saw ditanya tentang hukum (daging sembelihannya), beliau menjawab, “Makanlah (daging kambing itu)” (Shahih al-Bukhari).
Hadits ini, menurut penulis buku 60 Hadis Shahih, Faqihuddin Abdul Kodir, menegaskan bahwa dalam Islam, tidak ada larangan sama sekali bagi perempuan untuk bekerja.
Lebih lanjut, dalam hadits ini, kata dia, ada catatan historis yang cukup jelas bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw ada perempuan yang berkarier sebagai penggembala, dan boleh menyembelih binatang.
“Saat ini, mungkin kita sangat sulit menemukan perempuan berprofesi sebagai penyembelih binatang. Kalau profesi penggembala atau sejenisnya, seperti peternak atau pengusaha penggemukan hewan-hewanan ternak, mungkin banyak,” tulisnya.
Akan tetapi, Founder Mubadalah itu menyampaikan, yang paling fundamental, dalam Islam, perempuan sama sekali tidak dihalangi untuk memiliki aktivitas ekonomi yang bisa mendatangkan pendapatan untuk diri maupun keluarganya.
Pasalnya, lanjutnya, kerap kali banyak fatwa atas nama agama melarang perempuan memiliki aktivitas-aktivitas ekonomi tertentu atas asumsi bahwa mereka itu diberi nafkah oleh lakilaki, bukan mencari nafkah.
“Jika bekerja adalah hak dasar bagi perempuan dalam Islam, maka status ia diberi nafkah tetap tidak menghalangi hak dasar ini,” tegasnya.
“Apalagi pada faktanya, seringkali pendapatan laki-laki juga tidak mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Bahkan, tidak sedikit juga keluarga yang tidak memiliki anggota laki-laki yang bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhannya,” tambahnya.
Terlepas dari ini semua, Kang Faqih mengingatkan, bekerja adalah hak dasar yang tidak bisa dicabut begitu saja ketika masuk dalam lembaga perkawinan. “Yang diperlukan adalah negosiasi dan pembagian peran yang bisa diterima kedua belah pihak,” tukasnya. (Rul)