Mubadalah.id – Kata fitnah dalam bahasa al-Qur’an adalah kata yang juga memiliki makna timbal balik. Fitnah secara umum berarti ujian dan cobaan, yang dalam beberapa ungkapan al-Qur’an bisa berada dalam relasi timbal balik antara dua pihak atau dua hal.
Misalnya, kebaikan dan keburukan keduanya adalah fitnah bagi orang-orang beriman (QS. al-Anbiya (21): 35): Rasul dan kaumnya juga bisa menjadi fitnah satu kepada yang lain (QS. al-Dukhan (44): 17-18 dan QS. al-Maidah (5): 49), orang beriman dan orang yang tidak beriman, satu sama lain juga bisa menjadi fitnah (QS. al-Mumtahanah (60): 5 dan al-Buruj (85): 10): dan beberapa ayat secara jelas dan tegas bahwa masing-masing individu, satu sama lain bisa menjadi fitnah.
وَكَذٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
“Dan demikianlah, telah kami jadikan fitnah, sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain” (QS. al-An’am (6): 53).
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً ۗ اَتَصْبِرُوْنَۚ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيْرًا ࣖ ۔
“dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai fitnah bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar. Sesungguhnya Tuhanmu itu Maha Melihat,” (QS. al-Furqan (25): 20).
Relasional
Dengan cara pandang al-Qur’an yang relasional ini, jika kita gunakan untuk memaknai teks Hadis tentang fitnah perempuan di atas, maka substansi fitnah tidak hanya melekat pada tubuh perempuan bagi laki-laki. Namun, juga melekat pada tubuh atau diri laki-laki bagi perempuan.
Dalam hal ini, istilah fitnah dalam al-Qur’an lebih proporsional. Karena itu, teks Hadis tentang fitnah perempuan harus dimaknai secara mubadalah, agar sejalan dengan makna fitnah dalam spirit ayat-ayat al-Qur’an tersebut.
Oleh karena itu, anjuran agama yang didasarkan pada fitnah perempuan harus dipahami substansi persoalannya dan konteks sosialnya. Yaitu mengenai anjuran untuk waspada terhadap potensi buruk seseorang dan sesuatu. Potensi ini ada di setiap orang dan di segala sesuatu. Bentuknya bisa berbeda-beda di setiap tempat dan waktu.
Harta, misalnya, adalah fitnah kehidupan yang harus diwaspadai agar kita tidak tergelincir pada tindakan-tindakan yang buruk dan dosa.
Hal yang sama juga dengan jabatan, status sosial, popularitas, anak, keluarga, bahkan ilmu pengetahuan. Fitnah harta bukan ber: arti harta itu buruk. Fitnah anak, keluarga, jabatan, dan yang lain juga demikian. Titik pembicaraannya adalah kewaspadaan kita yang harus kita tingkatkan, bukan potensi fitnah dari hal-hal tersebut. []