Jumat, 15 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Ketika perempuan menjadi subjek utuh dalam relasi, maka seluruh pengalaman dan kontribusinya akan dihargai secara setara.

Layyin Lala Layyin Lala
25 Juni 2025
in Personal
0
Menemani Laki-laki dari Nol

Menemani Laki-laki dari Nol

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Baru kemarin seorang sahabat laki-laki menghubungi saya, memberikan tautan dan tangkapan layar diskursus perempuan menemani laki-laki dari nol. Saya mencoba untuk membaca beberapa pendapat dalam bentuk tangkapan layar tersebut. Mulanya saya sedikit menyesal telah menghapus akun X selama dua bulan terakhir.

Beruntunglah seorang sahabat laki-laki saya mau meminjamkan salah satu akunnya untuk saya berselancar pada platform tersebut. Pembahasan perempuan menemani laki-laki mulai dari nol sebetulnya sudah ada sejak lama.

Diskursus di platform tersebut memberi saya banyak hal tentang pandangan yang setuju dan tidak setuju. Tak jarang, diskursus yang dilakukan secara ngga sehat berhasil memicu konflik dan ketegangan yang menurut saya sebetulnya ngga terlalu diperlukan.

Fenomena Perempuan Menemani Laki-laki dari Nol

Di Indonesia sendiri, fenomena perempuan menemani laki-laki dari nol sebetulnya bukan hal yang baru. Malah, fenomena tersebut dekat dengan lingkungan kita, terutama perempuan. Sebetulnya, agak sulit juga mendefinisikan dengan tepat apa itu frasa “dari Nol”.

Kerap kali frasa tersebut merujuk pada hal-hal bahwa seseorang belum dalam keadaan stabil baik dari sisi kemapanan, finansial, atau karir. Bisa dikatakan juga bahwa seseorang baru saja memulai hidup, maksudnya baru mempersiapkan masa depan dan meniti karir. 

Frasa “dari nol” sebetulnya bukan sesuatu yang buruk. Setiap orang pasti memiliki timeline kehidupan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perbedaan dalam timeline hidup menyebabkan kondisi yang berbeda-beda juga.

Apalagi, faktor seperti keluarga, ekonomi, lingkungan masyarakat, pendidikan, politik, dan lainnya turut berpengaruh juga. Baik laki-laki ataupun perempuan pasti juga akan melalui titik nol di kehidupannya. Sehingga, frasa “dari nol” sebetulnya tidak memandang gender dan jenis kelamin. Siapapun bisa melalui titik tersebut.

Fenomena perempuan menemani laki-laki dari nol merupakan sebuah realitas ketika perempuan dan laki-laki (baik dalam hubungan romansa atau pernikahan) menjalin komitmen berdua untuk menghadapi kehidupan bersama. Menghadapi segala manis pahitnya hidup di tengah dunia yang berjalan secara ngga ideal untuk keduanya.

Dalam realitas kehidupan masyarakat, banyak sekali cerita pengalaman bagaimana seorang perempuan menemani pasangan laki-lakinya yang semula belum punya apa-apa hingga perlu bertahun-tahun untuk bisa hidup dalam keadaan stabil.

Begitu juga sebaliknya, ada juga laki-laki yang juga membersamai perempuan dari nol, keduanya berusaha bersama-sama memperbaiki taraf hidup yang lebih baik. Kedua pengalaman (baik kisah laki-laki dan perempuan) tersebut merupakan bentuk pengalaman dan perasaan yang valid.

Jadilah saya turut berbahagia mendengarkan kisah manis dimana dua insan saling menghargai komitmen bersama sehingga dapat memperbaiki taraf hidup yang lebih baik.

Apa yang Salah dari Fenomena Perempuan Menemani Laki-laki dari Nol?

Sebetulnya ngga ada yang salah dari fenomena tersebut. Namun, membaca pengalaman para puan yang justru terluka akibat fenomena tersebut membuka ruang empati saya. Saya baca satu demi satu pengalaman para perempuan. Perasaan dan pengalaman perempuan menjadi hal yang valid untuk saya rasakan.

“gausah ngide nemenin cowo dari 0, gue pengalaman 6 tahun. pas dia ngerasa karirnya udah bagus dan lingkungannya enak, dia ngebuang gue gt aja. bahkan secara gamblang bilang” 

“aku ngerasa udah ke fulfilled di sini jadi gabutuh kamu lagi”

be wise.

Seorang perempuan menuliskan pengalamannya bagaimana bertahun-tahun menemani laki-laki dari yang belum punya pekerjaan, tabungan, dan rumah. Saat pasangannya dalam keadaan stabil, justru si laki-laki meninggalkan si perempuan karena dinilai bukan “selera” nya lagi. 

Noh mantan gue udah gue temenin dari nol, gue bantuin malah. Begitu punya duit, gue malah jadi samsak fisik dan mental dia. Dari pada nemenin laki dari nol, mending fokus sama diri sendiri aja, girls. Bikin diri lu sendiri bahagia

Pada akun yang lain juga menjelaskan bahwa ia memiliki pengalaman yang serupa. Laki-laki tersebut meninggalkan si perempuan setelah memiliki uang (kekayaan). Realitas seperti itu hanyalah bagian kecil yang terlihat secara kasat mata.

Bisa jadi, masih banyak perempuan-perempuan yang memiliki pengalaman serupa namun suaranya ngga terdengar. Dan bisa jadi juga bahwa fenomena perempuan yang ditinggalkan oleh laki-laki padahal telah menemani dari nol menjadi sebuah fenomena gunung es.

Fenomena di mana apa yang tampak di permukaan hanyalah sebagian kecil dari kenyataan yang sebenarnya jauh lebih kompleks dan luas. Perempuan-perempuan yang telah berjuang bersama pasangannya dari titik nol, sering kali tidak mendapatkan pengakuan atau balasan yang setimpal ketika pasangannya sudah mencapai kesuksesan. 

Fenomena Gunung Es yang Terlahir dari Kultur Sosial Masyarakat Patriarki

Saya jadi menyadari, perempuan-perempuan korban fenomena ini perlu untuk diperhatikan lebih lanjut. Karena korbannya ngga hanya terhitung jari, namun banyak sekali perempuan yang mengalami hal serupa baik dalam ikatan pernikahan atau tidak.

Tentunya saya sebagai perempuan, pengalaman mereka selalu saya jadikan sebuah pelajaran. Namun, pada sisi yang lain saya juga menyadari bahwa fenomena tersebut ada karena terbentuk karena kultur sosial yang patriarki.

Fenomena gunung es yang saya maksud bisa kita sebut sebagai bentuk ketimpangan relasi yang berakar dari konstruksi sosial patriarki. Peran perempuan sering kali direduksi hanya sebagai pendukung, bukan sebagai mitra sejajar.

Perempuan hanya dianggap bagian dari “fase perjuangan”, namun tidak cukup layak untuk ikut serta dalam “fase keberhasilan”. Jika fenomena tersebut benar-benar merupakan puncak dari gunung es, maka di bawah permukaan ada tumpukan kisah luka, pengkhianatan, dan ketidakadilan yang belum terdokumentasikan. 

Bagaimana Mubdalah Memandang Fenomena Tersebut?

Saya jadi kalut berlarut-larut dalam overthinking atas fenomena tersebut. Jika perempuan lain (dalam jumlah yang banyak) saja bisa menjadi korban, bisa jadi saya juga akan “berpeluang” jika ngga benar-benar tepat dalam membangun sebuah hubungan. Pada akhirnya, saya mengaji lagi. Membuka kitab Qiraah Mubadalah dan mulai menonton playlist kajian Mubadalah oleh Kiai Faqih. 

Dalam kitab Qiraah Mubadalah halaman 529, Kiai faqih menjelaskan bahwa terminologi Mubadalah merujuk pada gagasan mengenai perspektif relasi kemitraan dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Lebih luas lagi, mubadalah dapat kita gunakan untuk kemitraan segala jenis relasi antara dua pihak, antara individu, atau antara komunitas dan masyarakat. Baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Prinsip kesalingan atau mubadalah mencakup semua nilai kesetaraan dan kemanusiaan. Kedua nilai tersebut menjadi pondasi bagi tujuan kemaslhatan, kerahmatan, dan keadilan. Perspektif Mubadalah selanjutnya menjadi sumber inspirasi dalam memaknai teks dan realitas. Dengan premis bahwa laki-laki dan perempuan adalah subyek setara yang basis relasi keduanya adalah kerjasama, kesalingan, dan tolong menolong.

Mubadalah menolak gagasan relasi timpang yang menempatkan satu pihak sebagai pengabdi, dan pihak lain sebagai pusat segala keputusan. Prinsip dasar Mubadalah justru menekankan bahwa setiap relasi, terutama relasi laki-laki dan perempuan (baik dalam pernikahan, persahabatan, atau kerja bersama) haruslah bersifat setara, saling mendukung, dan saling menjaga hak serta tanggung jawab masing-masing.

Refleksi atas Fenomena Perempuan Menemani Laki-laki dari Nol

Bagi saya, jika seorang perempuan memutuskan untuk menemani laki-laki dari nol, tindakan tersebut seharusnya kita pahami bukan sebagai bentuk “pengorbanan satu pihak demi keberhasilan pihak lain”. Akan lebih baik jika kita anggap sebagai kerja sama dua manusia yang berkomitmen untuk tumbuh bersama.

Begitu pula sebaliknya. Sayangnya, dalam banyak kasus yang muncul di permukaan (maupun yang tersembunyi), relasi tersebut ngga berjalan dalam prinsip kesalingan. Justru banyak yang berakhir pada ketimpangan, pengkhianatan, dan pengabaian, terutama terhadap perempuan yang telah memberikan tenaga, waktu, emosi, bahkan finansialnya selama bertahun-tahun.

Menurut saya, Mubadalah justru mengajak kita untuk melihat relasi sebagai perjumpaan dua subyek yang utuh, bukan satu subyek dan satu obyek. Ketika perempuan menjadi subyek utuh dalam relasi, maka seluruh pengalaman dan kontribusinya akan dihargai secara setara.

Maka menurut saya, daripada melibatkan diri dengan frasa “menemani laki-laki dari nol”, mengapa ngga membangun hubungan setara yang saling membantu, menghormati, dan menyayangi? mengapa ngga kita buat relasi yang sehat dan saling menghargai komitmen? Bukankah dengan begitu ngga akan ada satu orang yang menjadi subyek dan obyek? keduanya menjadi subyek yang berperan dan berdampak satu sama lain. Wallahu a’lam bish shawab. []

 

Tags: Kasus Kekerasan Berbasis GenderKekerasan EkonomiKesalinganMenemani Laki-laki dari NolMubadalahRelasi
Layyin Lala

Layyin Lala

Khadimah Eco-Peace Indonesia and Currently Student of Brawijaya University.

Terkait Posts

Kesadaran Gender
Keluarga

Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

15 Agustus 2025
Perselingkuhan
Personal

Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

13 Agustus 2025
Mubadalah dan Disabilitas
Personal

Menyandingkan Konsep Mubadalah dan Disabilitas: Praktik Islam yang Rahmah Bagi Semua

13 Agustus 2025
Pernikahan Ideal
Personal

Pernikahan Ideal Adalah yang Direncanakan dengan Matang

12 Agustus 2025
Interpretasi Pernikahan
Keluarga

Pergeseran Interpretasi Pernikahan

12 Agustus 2025
Kajian Pra Nikah
Keluarga

Mengapa Kajian Pra Nikah Didominasi oleh Perempuan?

11 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri
  • Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil
  • Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik
  • Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan
  • Memilih Pasangan Hidup yang Setara

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID