Mubadalah.id – Apa yang kamu pikirkan tentang perawat dan ahli bedah? Seorang dengan jas putih yang berjibaku di rumah sakit dengan alat-alat medis super canggih, sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien yang tengah ikhtiar sembuh?
Lalu bagaimana pendapatmu jika ternyata jauh hari sebelum dunia mengenal alat-alat medis yang canggih, seribu abad lebih yang lalu, telah hadir seorang perawat dan ahli bedah, yang pasiennya adalah para pejuang yang tengah perang untuk membela agama Allah dan Rasullulah.
Jika kamu belum tahu fakta tersebut, berikut ini kami akan menyajikan sebuah sejarah tentang seorang perawat dan ahli bedah pertama dalam Islam. Inilah kisah Rufaida Al Aslamia: Sang Perawat dan Ahli Bedah Muslimah Pertama Di Dunia.
Sosok Rufaida Al-Aslamia
Melansir dari Detik.com, mengutip buku Teori Model Keperawatan: Keperawatan oleh Nur Aini, nama lengkap Rufaida Al-Aslamia adalah Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al Khazraj. Sedangkan nama Al-Aslamia dipakai karena ia tinggal di Madinah.
Rufaida Al-Aslamia merupakan orang yang pertama menyambut kedatangan Rasullulah dan Kaum Muhajirin. Terlahir dan besar dari keluarga yang ada berprofesi menjadi dokter membawa Rufaida juga ikut mengambil peran penting dalam dunia kesehatan, yakni menjadi bidan dan seorang ahli bedah.
Adalah Sa’ad Al Aslami, ayah dari sosok Rufaida. Beliau adalah seorang dokter, sekaligus guru bagi putrinya dalam bidang kesehatan.
Awal mula karier Rufaida adalah menjadi seorang relawan kesehatan untuk para pejuang di medan peperangan. Beliau mendirikan rumah sakit lapangan darurat (semacam tenda) untuk menampung para korban dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Mendapatkan Dukungan Dari Rasullulah
Wanita mulia, cerdas nan penuh kelembutan ini sangat berhati-hati dalam merawat pasiennya. Rufaida sangat memegang prinsip kemanusiaan dalam merawat pasiennya, bahkan terhadap tubuh para pasien telah terkoyak tanpa ampun oleh pedang musuh. Menurut hemat Rufaida, manusia membutuhkan perawatan dengan cinta.
Dalam mengemban tugas yang sangat mulia ini, Rufaida Al-Aslamia tidak berjalan sendirian. Ia dibantu beberapa wanita lainnya seperti, Ummu Atiyyah, Ummu Sulaym, Hamnah binti Jahsh, Layla Al-Ghifaariyyah, Ummu Ayman, dan Rubayyi’ binti Mu’awwith.
Bukan sekali dua kali dia terjun ke medan perang, namun berkali-kali mulai dari Perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Khaibar.
Nabi Muhammad SAW sendirilah yang mengizinkan Rufaida Al-Aslamia untuk menjadi perawat sukarelawan pada perang-perang tersebut. Beliau bahkan juga memerintahkan para prajurit perang yang terluka untuk datang ke tenda kesehatan agar segera mendapatkan perawatan.
Nama dan Jasanya Harum Sampai Hari Ini
Perjuangan dan kepekaan Rufaida di dunia perawatan membawa namanya harum sampai hari ini. Salah satu bentuk pengormatan terhadap jasanya adalah namanya ditetapkan menjadi nama penghargaan bagi mahasiswa berprestasi di bidang perawatan.
Penghargaan Rufaida Al-Aslamia Prize adalah penghargaan bergengsi tingkat Royal College of Surgeons yang ada di Irlandia dan Universitas Bahrain.
Adapun jasanya yang sampai ini harus mewangi harum menebarkan manfaat adalah mobil ambulans yang sering kita temui di rumah sakit dan jalan. Ambulans ini terinspirasi dari kepekaan Rufaida akan kebutuhan pasien yang tidak hanya di medan perang, namun ada pasien lain juga yang membutuhkan jasa dan pertolongannya.
Pelajaran yang Bisa Kita Ambil
Semoga dari kisah Rufaida kita bisa belajar bahwa Muslimah memiliki peranan yang sangat besar dalam kemajuan Islam yang kita nikmati hari ini. Khususnya dalam dunia medis, tak hanya Umat Islam yang menikmati jerih payahnya, orang non muslim sekalipun juga menikmatinya hari ini.
Maka selayaknya, dengan penuh kesadaran diri, kita seharusnya juga peka bahwa perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Sehingga tembok-tembok deskriminasi yang menguculkan perempuan harusnya enyah berbarengan dengan prestasi-prestasi yang telah para perempuan raih. []