• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Belajar Mencintai Perbedaan dari Anak Kecil

Fatikha Yuliana Fatikha Yuliana
04/09/2018
in Kolom
0
Ilustrasi: pixabay[dot]com

Ilustrasi: pixabay[dot]com

47
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagaimana cara belajar mencintai perbedaan dari anak kecil? Saya terkagum mendengar cerita dari Kakak saya yang menceritakan anaknya, Arsyad (2 tahun), yang mengajak Jeremy (8 tahun), seorang anak dari saudara suaminya yang beragama Katolik untuk duduk bersama di Masjid menunggui Ibunya yang sedang salat.

Jeremy terlahir dari kedua orang tua yang berbeda keyakinan. Ibunya seorang Islam dan ayahnya seorang Katolik.

Arsyad mengajak Jeremy ketika melihat Jeremy sedang berdiri di depan Masjid, menunggunya untuk main bersama. Ia tidak ingin melihat Jeremy lelah menunggu lama, berdiri di depan Masjid dengan terik matahari.

Baca juga: Mendidik Anak dengan Cinta dan Toleransi

Jeremy tak menjawab ajakannya, ia tersenyum, memilih tetap pada posisinya sampai Arsyad dan Ibunya selesai menunaikan salat.

Baca Juga:

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Peran Penting Ayah di Masa Ibu Menyusui

Jeremy anak yang baik, ia menyayangi Arsyad seperti adiknya sendiri. Seringkali mengajak Arsyad bermain dan atau meminjamkan mainannya. Usianya yang terpaut 6 tahun di atas Arsyad membuatnya ingin selalu melindungi.

Begitupun Arsyad, ia senang dengan Jeremy yang selalu baik padanya. Ia selalu perhatian dan menyayangi Jeremy seperti kakaknya sendiri.

Mendengar cerita tersebut saya merasa malu, sedih, bercampur dengan perasaan-perasaan lainnya yang tak menentu.

Baca juga: Lindungi Anak-Anak Kita

Saya membayangkan betapa ingar bingarnya kegaduhan dan kebencian di luar sana, sedang anak-anak lebih dekat dengan cinta daripada kita yang dewasa.

Orang-orang dewasa sibuk mengejar citra atas nama agama, anak-anak menebar cinta dengan temannya yang berbeda.

Seperti yang pernah diungkapkan Buya Husein Muhammad dalam status Facebooknya, “bersikap toleran dan menghargai pendapat yang lain hanya lahir dari pengetahuan yang luas dan hati yang bersih”.

Anak-anak hakikatnya memiliki hati yang bersih, tidak mengenal rasa benci. Ia memiliki rasa cinta pada temannya, tidak peduli berbeda atau tidak.

Sepertinya ada yang salah dari cara kita mencintai Tuhan, sebab kerap kali kita membedakan cinta pada sesama makhluk hanya karena berbeda baik ras, suku, maupun agama.

Saya curiga, jangan-jangan kita belum memahami makna simbol bangsa kita, Bhinneka Tunggal Ika? Sehingga banyak dari kita saling berebut citra mana yang paling benar dan salah, saling perang wacana dan saling menebar benci sampai memecah-belah bangsa.

Harusnya kita belajar dari kisah dua anak tersebut di atas, tentang bagaimana mencintai saudaranya dan bagaimana menghargai perbedaan pada sesama manusia.

Kita sebagai mayoritas mestinya mampu mengasihi dan menyayangi mereka yang minoritas. Turut merasakan yang sama, senasib, seperjuangan mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa.

Islam sebagai agama Rahmat, yang berarti kasih sayang. Di dalamnya memiliki makna kelembutan, lembut dalam ucapan dan dalam tindakan, serta maghfiroh yaitu memaafkan.

Seperti hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,

“Maukah kalian aku beritahu tentang orang-orang yang moralnya paling buruk?, mereka menjawab: Ya, kami mau.

Nabi mengatakan: Ialah orang-orang yang kerjanya mengadu domba (menghasut), yang gemar memecah-belah orang-orang yang saling mengasihi/bersahabat, dan yang suka mencari kekurangan pada manusia yang tidak berdosa”.

Meminjam kata-kata dari KH Husein Muhammad, bahwa Islam hadir di atas bumi ini untuk menegakkan moralitas luhur. Yakni menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bukan untuk merusak dan menghancurkannya.[]

Tags: anakarsyadbelajarhusein muhammadislamkatolikperbedaanpluralismeTuhan
Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana, terlahir di Indramayu. Alumni Ponpes Putri Al-Istiqomah Buntet Pesantren Cirebon. Berkuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Jatuh cinta pada kopi dan pantai.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version