Mubadalah.id – Film animasi memiliki kedekatan dengan kehidupan anak-anak. Ia berkontribusi besar terhadap penanaman nilai-nilai positif yang mengiringi tumbuh kembang anak.
Salah satu film animasi yang melekat di hati masyarakat adalah Upin & Ipin. Film garapan negara tetangga ini patut menjadi percontohan karena sarat akan pesan toleransi yang selama ini mulai terkikis dalam nurani masyarakat.
Tentang film Upin & Ipin
Film Upin & Ipin dibuat secara kolektif oleh Mohn Nizan Abdul Razak, Muhd Safwan Abdu Karim, dan Usalna Zaid pemilik Les’Copaque tahun 2007. Ketiganya adalah Mahasiswa dari Multimedia University Malaysia. Tujuan awal serial Upin & Ipin untuk mendidik anak agar mengerti sekaligus menghayati bulan suci Ramadan.
Les’Copaque resmi merilis film Upin & Ipin pada bulan September tahun 2007. Hanya dengan durasi 5 – 7 menit setiap serinya mampu mengambil perhatian penonton hingga mendapat berbagai penghargaan bergengsi. Salah satunya kategori “Animasi Terbaik” dalam Festival Film Internasional Kuala Lumpur. Serial Upin & Ipin perdana tayang di televisi swasta Malaysia yaitu TV9. Kemudian meluas hingga saluran Indonesia yaitu MNCTV.
Upin & Ipin merupakan anak kembar yang hidup bersama Opah (nenek) dan kakak perempuannya, Kak Ros. Bersama teman-temannya, ia bersekolah di TK Tadika Mesra. Dan kampung Durian Runtuh menjadi latar dalam serial Upin & Ipin.
Di saat film animasi lain banyak menampilkan adegan kekerasan, Upin & Ipin terlihat konsisten dalam menebar nilai-nilai positif. Yang paling kental adalah nilai toleransi. Secara penokohan, animasi Upin & Ipin diwarnai dengan berbagai perbedaan latar belakang baik secara agama, budaya, bahasa, hingga warna kulit.
Toleransi pertama : Uncle Muthu dan Perayaan Deepavali
Satu science dalam film Upin & Ipin menceritakan tradisi umat Hindu yaitu Deepavali yang berarti pesta cahaya. Seperti namanya, tradisi ini merayakan kemenangan cahaya atas kegelapana dan kebaikan atas kejahatan.
Sebagai umat Hindu yang juga keturunan India, Uncle Muthu sangat antusias dalam menyambut perayaan Deepavali. Ia mengundang seluruh warga Kampung Durian Runtuh untuk bersuka cita dalam perayaan tersebut. Namun, di Tengah persiapan, piring tempat lilin yang akan digunakan semuanya pecah. Sedih bukan main, Uncle Muthu merasa tak punya waktu untuk menyiapkan semuanya kembali.
Rasa tolong menolong seakan menjadi kebiasaan warga Kampung Durian Runtuh. Upin & Ipin menceritakan kejadian yang menimpa Uncle Muthu kepada Opahnya. Di sana, Opah terlihat sangat empati dan menceritakan begitu berharganya Deepavali bagi Umat Hindu.
Akhirnya, dengan kepekaan itu, Upin & Ipin mengajak Ah Tong dan Tok Dalang untuk bahu membahu menyiapkan perayaan Deepavali. Sukses, di akhir science terlihat semua warga Kampung Durian Runtuh saling bersuka cita membersamai Uncle Muthu, Raju, dan Devi dalam perayaan Deepavali.
Saling menghargai, saling menerima, dan gotong royong seakan menjadi ciri khas dalam animasi Upin & Ipin. Pada episode “Amal Jariyah” hampir semua warga Kampung Durian Runtuh mengikuti program Tabungan Ibadah Qurban yang merupakan gagasan dari suatu Yayasan terpercaya. Tak ketinggalan, Uncle Muthu juga ikut menabung untuk berkurban. Padahal, dalam keyakinan umat Hindu, Sapi termasuk hewan yang suci. Namun, toleransi sangat terlihat dalam serial ini.
Lagi-lagi Uncle Muthu cukup representatif dalam mencerminkan nilai toleransi. Setiap harinya Ia hanya mengenakan kaos oblong dan sarung kotak-kotak. Apakah sarung menjadikan Uncle Muthu seorang muslim yang religius? Tentu tidak, sarung hanyalah atribut yang seringkali dinilai menjadi simbol religiusitas seorang muslim.
Toleransi kedua : Mei-mei dan tradisi Konghucu
Selain Uncle Muthu, ada seorang gadis kecil yang cantik juga cerdas beragama Konghucu. Ia adalah Mei-mei. Meskipun agamanya Konghucu, Ia tetap mengingatkan Upin & Ipin sekaligus yang lainnya saat masih berpuasa agar tidak tergiur dengan makanan.
Saat Mei-mei hendak merayakan “Tahun Baru China”, Ia membagikan banyak makanan kepada teman-temannya. Seperti biasa, Opah selalu menjelaskan kepada Upin & Ipin mengenai perayaan masing-masing umat beragama agar tertanam kerelaan untuk menerima perbedaan. Bahkan Opah senantiasa meminta Upin & Ipin untuk berkunjung ke rumah Ah Tong dan Mei-mei untuk ikut serta membersamai kebahagiaan mereka.
Banyak sekali episode yang menceritakan tentang toleransi, kasih sayang, dan tolong menolong. Tidak hanya Upin & Ipin serta temannya yang saling menerima perbedaan dalam berteman. Ah Tong, Uncle Muthu, Tok Dalang, dan Opah juga bersahabat tanpa memandang agama maupun gender masing-masing.
Sebagai warga Indonesia, turut senang karena ada satu karakter Susanti yang merupakan warga pindahan dari Jakarta, Indonesia. Kehadirannya sangat diterima baik oleh teman-temannya di Malaysia. Meskipun berbeda bahasa dan budaya, namun tidak ada perbedaan dalam perlakukan berteman.
Saran positif untuk industri perfilman Indonesia
Sudah saatnya animasi Indonesia beralih pada muatan edukasi, bukan hanya sensasi apalagi hanya memburu rating dan nominasi. Mengenalkan nilai dan budaya melalui industri hiburan sangat efektif untuk meninggalkan jejak positif di hati penonton.
Terlebih, dewasa ini berseliweran konten anomali yang menjadi tontonan anak-anak. Pendampingan intens dan komitmen kuat dari industri hiburan menjadi kolaborasi yang baik dalam menanamkan nilai-nilai positif terhadap generasi bangsa. Maju terus industri perfilman Indonesia. []