• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh

Belajar Tekun dan Rendah Hati dari Martin van Bruinessen

Antropolog asal Belanda ini telah meneliti puluhan tahun di tanah air, mencakup spektrum yang beragam

M. Naufal Waliyuddin M. Naufal Waliyuddin
30/01/2024
in Tokoh
0
Martin van Bruinessen

Martin van Bruinessen

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagi kalangan pengkaji Islam di Indonesia, sosok Martin van Bruinessen adalah ‘seorang raksasa’. Namanya tidak asing di mata dan telinga akademisi studi Islam. Antropolog asal Belanda ini telah meneliti puluhan tahun di tanah air, mencakup spektrum yang beragam.

Area kajiannya merambah sosiologi agama, tradisi tarekat dan sufisme, dunia pesantren, radikalisme keagamaan, Islam dan politik, genealogi intelektual, hingga kehidupan orang-orang kecil yang besar di lingkungan miskin di Indonesia. Dan tentu masih melimpah lagi.

Semasih muda, tokoh yang lahir 1946 ini mencurahkan perhatian pada riset tentang orang-orang Kurdi (Irak, Iran, hingga Turki). Setelah episode ini, Martin mulai menjamah alam pikiran baru, yakni Islam di Indonesia, dengan mendapat beasiswa dari KITLV, lembaga riset kerajaan Belanda.

Di fase inilah ia sempat berjibaku dan bersentuhan dengan multirealitas dan sejumlah figur tanah air, termasuk Gus Dur. Sembari menjadi dosen tamu di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Martin juga menyelami aneka diskusi dan persentuhan dengan masyarakat akar rumput dan para aktivis. Ia bahkan masih kenal dengan nama-nama pemuda pada masanya, seperti Hairus Salim (LKiS) hingga Elga J. Sarapung (Interfidei).

Sosok yang Humoris dan Perjumpaan Hangat

Pada November, musim gugur tahun 2022 silam, saya bersama rekan berkesempatan selama satu bulan mengeja pengalaman sandwich programme di Utrecht University. Momentum ini mengantarkan saya pada pengalaman berharga: diajak salah satu dosen untuk berkunjung ke rumah Prof. Martin van Bruinessen.

Baca Juga:

Muslim di Klenteng: Membaca Ekspresi Islam Tionghoa di Indonesia

Membincangkan Sejarah Muslim Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara

Pesan Nabi Muhammad: Perempuan Harus Terbebas dari Kekerasan

Hak Tetangga Non-Muslim dari Teladan Nabi Muhammad Saw

Rumahnya cukup bersahaja. Rak buku sudah tentu penuh. Hiasan interior dan ornamen-ornamen bernuansa Indonesia menghiasi dindingnya. Ada wayang kulit, ada juga kaligrafi, dll. Bertemu akademisi raksasa (living legend) seperti ini merupakan sebuah kebanggaan. Beliau dan istrinya yang orang Indonesia adalah sosok yang ramah, hangat dan ternyata suka berkelakar.

Saat obrolan santai menyasar isu poligami hingga perselingkuhan, ada kasus yang menarik. Singkat cerita ada sebuah keluarga yang suaminya meninggal, dan ternyata baru ketahuan berselingkuh setelah ia wafat. Mengomentari ini, Pak Martin yang fasih berbahasa Indonesia berkata,

“Memang begitu, ada ilmu yang bisa buat orang jadi gak kelihatan. Akhirnya selingkuhnya nggak ketahuan juga.”

Seisi ruangan pun tertawa ketika Bu Rini, istrinya, menjawil gemas bahu Pak Martin.

Kritis Namun Tetap Rendah Hati

Dalam kesempatan berbeda, ada kesaksian akademisi Indonesia yang pernah menjadi mahasiswa bimbingan Pak Martin. Katanya, beliau merupakan sosok yang kritis dan tajam saat membimbing. Tidak jarang menggunakan kalimat pedas. Saat studi S3 di Utrecht, misalnya, ia menyetorkan draft. Usai membaca itu, Prof. Martin berkomentar, “Tulisanmu ini udah seperti pejabat Orde Baru: banyak omong, tapi gak ada isinya.”

Namun saat Pak Martin menanyai riset saya, yakni tentang anak muda lintas iman, ia menyimak penuh perhatian. Setelahnya ia berkata, “saya rasa riset kamu menarik dan sudah berada di jalan yang bagus, tapi karena itu bukan bidang saya, jadi saya tidak tahu banyak.”

Ini menandakan bahwa sekalipun sudah memiliki nama besar, Pak Martin tidak terjebak untuk menjawab atau berkomentar akan sesuatu yang tidak diketahuinya. Ini isyarat halus, bahwa ia besar bukan karena tahu segala hal. Justru sebaliknya, ia menjadi besar karena ia sadar betul dan tahu kalau dirinya tidak tahu tentang segala hal. Dari sinilah seseorang, alih-alih terpeleset pada sikap “sok tahu”, ia malah menjadi semakin bijak.

Pensiunan Produktif: Rakus Baca & Rutin Nulis

Kemudian saat kami hendak makan malam di area dekat Dom Toren, kota eksotis Utrecht, saya berjalan di sisi beliau sembari berbincang ringan. Di masa pensiun dan usia sepuhnya, Pak Martin masih kuat berjalan kaki jauh. Kami membincang banyak hal mulai dari film dokumenter, seperti besutan Joshua Oppenheimer yakni Jagal (The Act of Killing), pengalaman meneliti, metode riset, hingga kebiasaan membaca.

Saya melempar pertanyaan kecil yang membikin gatal diri saya,

“Pak Martin, di rak buku bapak tadi saya lihat banyak berjajar buku-buku sastra; Haruki Murakami, Salman Rushdi, Pramoedya Ananta Toer, dll. Pak Martin suka sastra?”

Ini saya tanyakan karena cukup sedikit orang yang menyukai sastra di lingkar pergaulan akademisi yang saya punyai. Setidaknya biar saya tidak merasa sendirian atau menjadi minoritas.

Pak Martin sambil berjalan menyibak barisan orang di trotoar malam itu, sembari memasukkan kedua tangannya di saku jaket menahan dingin menjelang winter, ia menjawab,

“Iya, setiap bulannya saya mengusahakan minimal baca satu-dua roman.”

Jawaban itu berhasil menerbitkan senyum di wajah saya. Selain karena istri Pak Martin memberikan jaket bekas anaknya kepada saya, yang tentu membuat saya girang, juga karena mengetahui bahwa sarjana raksasa studi Islam ini pun sama menggemari sastra.

Di samping itu, melihat sosoknya yang ramah ini menjadikan saya sedikit envy, iri yang positif. Bahwa selain rakus baca, di masa pensiunan ini beliau bahkan masih produktif menulis banyak di laman profil academia.edu.

Karya-karya terakhirnya banyak mengulas mitos, tradisi sufisme, ulasan buku-buku tentang kajian Kurdi, sampai analisis tentang antisemitisme dan anti-Zionisme di Indonesia. Tema-tema yang ditelaahnya tersampirkan secara simbolik lewat ungkapan ringkas Bu Rini saat merangkum sosok Pak Martin, “Ibunya Kurdi, Istrinya Indonesia.”

Kegigihan itulah yang mendudukkannya di posisi penting dalam kajian studi Islam di Indonesia dan Kurdi. Tidak mengherankan bila tahun kemarin beliau mendapat anugerah penghargaan sebagai tokoh internasional berpengaruh dalam acara 1 Abad NU. Semoga kita bisa meneladani ketekunan, kerendahhatian, dan kesederhanaan sosok seperti beliau. []

Tags: Islam IndonesiaIslam NusantaraMartin van Bruinessenteladantokoh
M. Naufal Waliyuddin

M. Naufal Waliyuddin

Redaktur metafor.id. Peneliti swadaya seputar generasi muda dan sosial keagamaan. Alumni Tasawuf Psikoterapi dan Interdisciplinary Islamic Studies. Pegiat literasi dan seni yang kerap menulis dengan nama pena Madno Wanakuncoro.

Terkait Posts

Sa'adah

Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

19 Januari 2025
Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

30 Desember 2024
Ning Imaz

Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

8 Desember 2024
Siti Hanifah Soehaimi

Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

12 Oktober 2024
Teungku Fakinah

Teungku Fakinah Ulama Perempuan dan Panglima Perang

27 September 2024
Durrah binti Abu Lahab

Durrah binti Abu Lahab: Beriman di Tengah Kekufuran

26 September 2024
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version