• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Belajar Toleransi Intra Agama dari Relasi Muhammadiyah dan NU

Muhammadiyah dan NU memiliki potensi besar sebagai role model dalam membangun toleransi intra umat beragama

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
14/02/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Muhammadiyah dan NU

Muhammadiyah dan NU

947
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mungkin banyak dari pembaca yang belum bisa beranjak dari perhelatan besar satu Abad NU yang meninggalkan kesan di hati masing-masing penyimaknya. Sebagian kecil dari berita yang lahir dari acara ini adalah sorotan kepada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang turut berpartisipasi membagikan 3000 porsi Bakso kepada peserta. Dari fenomena ini, muncul diskursus harmoni antara Muhammadiyah dan NU.

Dalam konteks hari ini, kita memang sudah bukan lagi menghadap-hadapkan antara Muhammadiyah dan NU. Eksistensi keduanya hingga sekarang adalah modal “given” dari Tuhan yang harus kita rawat dan manfaatkan dalam menciptakan iklim toleransi intra umat beragama.

Muhammadiyah dan NU adalah representasi kecil dari “Jika Allah mengehendaki niscaya kamu dijadikannya satu umat (namun tidak demikian)” dan “sesungguhnya manusia diciptakan berbangsa dan bersuku (heterogen)”. Hal ini jelas menunjukkan kemajemukan adalah sebuah keniscayaan. Kemajemukan suatu kelompok juga selanjutnya meniscayakan kemajemukan cara pikir dan cara berperilaku.

Keduanya adalah bukti bahwa dalam internal suatu agama-pun terdapat perbedaan cara pikir dan laku. Kita tidak benar-benar homogen. Maka toleransi yang perlu kita rawat tidak hanya toleransi antar umat beragama. Namun juga toleransi intra umat beragama.

Namun, tidak semua concern terhadap toleransi intra umat beragama. Dalam Islam sendiri, konflik intra agama semacam gunung es di lautan yang sebenarnya melebar di dasar namun mengerucut di permukaan. Tidak banyak kasus konflik intra agama yang terekspos dibandingkan konflik antar umat beragama. Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagaimana umat beragama membangun harmoni di kalangan internal agamanya sendiri.

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

Temu Keberagaman 2025: Harmoni dalam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Mendialogkan Perbedaan

Memang benar, tidak ada jaminan bahwa keharmonisan hubungan intra umat beragama tidak serta-merta langsung berdampak pada keharmonisan hubungan antar umat beragama. Namun upaya tersebut perlu kita lakukan. Mengambil analogi wasiat seorang khatib dalam berkhutbah yang dimulai dari dirinya. Idealnya, menebar toleransi, yang merupakan bagian dari menyeru dan menyuruh pada kebaikan kita mulai dari internal diri sendiri (intra agama). Selanjutnya kita perluas dalam konteks hubungan dengan orang lain (antar agama).

Muhammadiyah dan NU memiliki potensi besar sebagai role model dalam membangun toleransi intra umat beragama. Sejak kelahirannya, Muhammadiyah dan NU seringkali dihadap-hadapkan pada isu ketidakharmonisan. Namun waktu-lah yang akhirnya menjawab semua prejudice-prejudice yang dialamatkan pada keduanya.

Saat ini Muhammadiyah NU justru semakin menunjukkan bahwa keduanya hidup berdampingan. Hal ini tidak terlepas dari upaya-upaya seluruh lapisan dari ujung hingga pangkal yang memperkuat keduanya dalam mendialogkan perbedaan-perbedaan yang ada.

Upaya mendialogkan perbedaan tersebut berangkat dari potensi yang keduanya miliki dalam membangun toleransi. Potensi-potensi tersebut muncul dari perbedaan cara pandang keagamaan dan perbedaan tradisi laku keagamaan. Hingga selanjutnya melahirkan sikap toleransi antar keduanya.

Perbedaan Cara Pandang

Menilik sejarah panjang Muhammadiyah dan NU, kita akan menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memandang eksistensi dua organisasi ini. Didirikan oleh dua tokoh seperguruan, KH. Ahmad Dahlan dengan corak pemikiran modernis membawa Muhammadiyah sukses menyebarkan dakwah-dakwah progresif di masyarakat hingga kini. Sedang dengan dominasi corak tradisionalis, KH. Hasyim Asy’ari juga berkontribusi besar dalam penyebaran Islam khas masyarakat lokal hingga saat ini.

Dalam perjalanan keduanya, cara pandang masing-masing tokoh menjelma menjadi konsep-konsep besar dakwah Islam yang layak kita tawarkan pada dunia. Islam berkemajuan bagi Muhammadiyah dan Islam Nusantara bagi NU merupakan grand design yang menggambarkan bagaimana Islam tumbuh di Indonesia.

Kedua konsep ini menjadi bukti internalisasi ajaran kedua tokoh pendiri yang begitu berpengaruh dan terpatri dalam generasi-generasi penerusnya. Selanjutnya, generasi penerus bertugas mendudukkan dua konsep ini sebagai modal untuk menjembatani umat Islam dalam merawat perbedaan cara pandang. Khususnya dalam internal umat Islam itu sendiri.

Perbedaan Tradisi

Perbedaan cara pandang menghasilkan laku yang berbeda. Yang seringkali menjadi pembahasan adalah kaitan dalam ritual ibadah. Perbedaan tersebut barangkali menjadi pemicu terjadinya gesekan antara pendukung Muhammadiyah dan NU. Namun seiring kebersinggungan keduanya, perbedaan-perbedaan tersebut kini bisa menjadi sebuah candaan-candaan ringan yang justru menguatkan keduanya.

Perbedaan-perbedaan tersebut, sekali lagi, tentu telah diupayakan komprominya oleh semua lapisan. Terutama oleh para tokoh-tokoh keduanya. Bagaimana ritual salat tarawih 8 rakaat bagi Muhammadiyah dapat kita kompromikan. Yakni dengan cara memberikan jeda sebelum kloter 20 rakaat bagi NU akan tertunaikan. Lalu bagaimana pemerintah tetap memberikan kelonggaran kepada keduanya dalam menentukan awal masuk Ramadhan atau syawwal. Selain itu, bagaimana para tokoh mengajarkan untuk tetap memenuhi undangan dari masing-masing internal mereka bahkan intra agama.

Semua upaya tokoh-tokoh tersebut tentu dalam rangka memberikan contoh kepada masyarakat dalam menciptakan toleransi. Maka sudah tidak lagi eranya membentur-benturkan keduanya. Generasi penerus harusnya bersiap mendialogkan perbedaan-perbedaan tersebut dalam rangka sinergi membangun toleransi intra agama. []

 

Tags: Intra AgamaMuhammadiyahNUSatu Abad NUtoleransi
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version