Mubadalah.id – Dalam narasi keagamaan populer, ruang domestik dikhususkan bagi perempuan dimaksudkan untuk keamanan dan perlindungan. Kita sering mendengar kalimat-kalimat seperti berikut:
“Perempuan tidak perlu susah-susah mencari nafkah. Di luar panas, menyengat, susah, kompetitif, dan banyak sekali bahaya. Lebih baik bagi perempuan itu berada di rumah. Aman, tenang, dan pasti bisa bahagia.”
“Yang diperlukan perempuan karier yang mulai mengeluh capai itu hanya satu: menikah dan istirahat di rumah.
“Perempuan tidak perlu belajar tinggi-tinggi, toh, tempat terbaiknya pada akhirnya rumah juga. Rumah adalah surga sesungguhnya bagi perempuan.”
Banyak kalimat yang bisa jadi maksudnya baik, tetapi praktiknya hanya untuk membuai perempuan. Memaksa mereka tidak mengenali realitas kehidupan yang nyata dan membuat mereka siap menghadapinya.
Tanpa Mubadalah, Perempuan Selalu Disalahkan
Dalam realitas kehidupan di dalam rumah, perempuan sering kali tidak menemukan rasa aman maupun perlindungan. Banyak pernikahan yang tidak menghadirkan kenyamanan dan kebahagiaan. Data kekerasan rumah tangga yang perempuan dan anak-anak alami adalah faktual.
Tidak sedikit perempuan karier, yang karena menikah, terpaksa berhenti bekerja memilih berada di ruang domestik untuk keluarga.
Namun, sang suami malah berkhianat, tidak memberi nafkah, atau malah pergi memilih perempuan lain. Sudah tidak menemukan surga yang dijanjikan, dia akan disalahkan lagi sebagai istri yang tidak salihah. Berkarier salah, ketika berada di rumah ditimpa musibah, dan disalahkan pula.
Pernak-pernik kehidupan perempuan seperti ini banyak sekali Ujung-ujungnya adalah salah perempuan.
Lalu perempuan terdoktrin dengan narasi-narasi yang maksudnya untuk perlindungan, tetapi sesungguhnya justru semakin melemahkan posisi mereka, membuat terus bergantung, rentan, dan mudah menjadi korban segala bertuk kekerasan. Ini dampak dari cara pandang dan relasi yang tidak mubadalah.
Sebagian dari narasi ini merujuk pada teks-teks yang juga tidak orang-orang maknai secara integral, holistik, serta mubadalah. Teks Hadis dan makna yang lahir menjadi tercerabut dari visi Islam rahmah al-alamin dan akhlak mulia.
Untuk itu, penting sekali mengembalikan pemaknaan yang mubadalah, untuk memastikan perempuan dan laki-laki hidup dalam rumah tangga saling menopang, bahagia dan membahagiakan. []