Mubadalah.id – Dinamika demokrasi di negeri kita dewasa ini melahirkan kontestasi politik yang makin eskalatif dan keras. Setiap kelompok berusaha mengalahkan lawannya dengan berbagai cara, sebagian menggunakan isu-isu agama.
Hal tersebut merupakan strategi paling efektif, tetapi juga dapat menyesatkan dan membahayakan. Salah satu isu agama yang kerap muncul dalam hal ini adalah soal bantuan dana dari non-Muslim, khususnya dari negara-negara Barat yang non-Muslim.
Para pengusung isu anti-Barat mengharamkan secara mutlak bantuan dari donor asing non-Muslim tersebut. Mereka berpikir bahwa dengan menerima sumbangan atau funding negara asing yang non-Muslim secara pasti akan mengikat para penerima dana untuk ikut menyebarkan paham dan kepentingan sang donor, dan ini akan menghancurkan Islam.
Masalah ini telah lama diperdebatkan oleh para ulama. Ini menjadi isu kontroversial di kalangan Muslim seluruh dunia sampai hari ini. Sebagian ulama mengharamkan secara mutlak. Sebagian yang lain membolehkannya untuk keadaan darurat. Misalnya ketika berkecamuk perang dan kaum Muslimin terdesak, dan sebagian lagi membolehkannya manakala diperlukan.
Sungguh aneh dan sangat tidak realistis bila isu ini masih harus muncul dalam dunia yang telah menjadi global seperti sekarang ini. Dalam dunia seperti ini, kerja sama antarnegara di dunia dalam berbagai bidang. Terutama ekonomi, tidak mungkin dapat negara-negara lain hindari.
Kerjasama dalam bidang ekonomi bisa dalam bentuk utang, hibah, atau bantuan tak mengikat. Utang negara kita kepada negara-negara non-Muslim, baik Eropa, Amerika, Tiongkok, Jepang, maupun yang lain-lain dipastikan digunakan untuk keperluan hajat hidup rakyat, dan dalam arti umum, untuk membangun negara. Demikian pula negara-negara Islam lainnya.
Pada masa Nabi Muhammad Saw, hubungan kerja sama saling membantu antara Muslim dan non-Muslim, Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik, berlangsung tanpa masalah.
Nabi Muhammad Saw sendiri dalam banyak peristiwa menerima hadiah-hadiah dari orang-orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lain.
Nabi dan mereka juga saling berinteraksi, saling membantu, dan bekerja sama di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik, sebagaimana tertulis dalam Deklarasi Madinah.
Interaksi dan pergaulan tersebut tidak lantas membuat kaum Muslimin terpengaruh oleh agama dan keyakinan mereka. Karena kokohnya keyakinan agama mereka, bantuan orang-orang non-Muslim itu tak serta merta menjadikan mereka keluar dari agamanya. Lakum diinukum wa liyadiin. []