Mubadalah.id – Berdamai dengan Diri Sendiri merupakan hal yang penting bagi seorang muslim. Apa yang kita cari di dunia ini? Kebahagiaan? Kedamaian diri sendiri? Kekayaan yang membuat kita bahagia atau khayalan semu belaka? Jika kita punya tolok ukur untuk bahagia, otomatis kita tidak akan bahagia. Sebaliknya, jika apapun membuat kita bahagia, kita akan selalu bersyukur untuk menerima apapun yang membuat kita bahagia.
Beberapa waktu, saya mendengar cerita tentang kegagalan seorang teman yang baru saja selesai merencanakan pesta pernikahan, sayangnya pernikahan mereka batal karena merasa tidak cocok antara yang satu dengan yang lain. Barangkali masalahnya tidak sekadar itu, lebih dari itu ada banyak hal yang tidak bisa kita ketahui tanpa tahu betul bagaimana kisah perjalanan panjang orang lain hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Saya tidak sempat membayangkan bagaimana cara mereka berpisah. Yang saya bayangkan adalah bagaimana keduanya bisa sembuh atas luka yang tercipta dari perpisahan itu. Beruntung, jika menganggap perpisahan itu adalah obat. Bagaimanapun, perpisahan tetaplah menyakitkan.
Seandainyapun perpisahan itu adalah obat, tetaplah rasanya pahit meskipun sebentar, dan keduanya dipaksa untuk menikmati kepahitan itu.
Mungkin kita tidak akan pernah menyangka bagaimana rasanya menjadi Pangeran Harry dan Meghan Markley ketika memilih keluar dari keluarga kerajaan Inggris dan melepas semua tahta yang selama ini disematkan sejak lahir. Kalau saya yang menjadi seorang pangeran Harry, bagaimana mungkin saya memutuskan untuk pindah menjadi orang biasa?
Sedangkan saya bisa hidup bisa dengan sangat nyaman menjadi seorang pangeran sejak dalam kandungan, dipuja-puji dengan pelbagai fasilitas untuk belajar, tidak pusing mencari pekerjaan ataupun tidak menjadi bagian dari penambah data pengangguran.
Orang lain tidak pernah tahu rasanya menjadi kita, pun kita tidak pernah tahu seberapa pelik masalah orang lain yang dihadapinya. Masing-masing orang memiliki masalah dan solusinya sendiri. Cukuplah fokus terhadap diri sendiri tanpa bermaksud ego kepada orang lain.
Agama adalah solusi hidup manusia
Dalam kondisi yang tidak menentu, baik dari dari semangat, suka duka hidup yang datang silih berganti, ataupun dengan banyaknya proses hidup yang sangat panjang, tidak ada yang paling penting dalam hidup ini kecuali menjadikan Tuhan sebagai sandaran menghadapi kondisi hidup yang tidak menentu.
Apalagi biasanya Ketika menghadapi kegalauan yang datang tiba-tiba, keresahan yang timbul akibat menemukan banyak rintangan yang datang, serta masalah yang hadir silih berganti. Bagi seorang muslim, Allah merupakan satu-satunya Tuhan Yang Esa dan menjadi tempat curahan bagi umatNya.
Menjalankan perilaku sebagai orang yang hidup beragama Islam, tidak serta-merta menjalani hidup sesuai dengan segala apa yang kita inginkan. Sebab menjalankan ibadah kepada Allah tidak hanya diperuntukkan bagi diri sendiri. Lebih dari itu, manusia hidup untuk orang lain, untuk alam dan lingkungan. Maka dari itu, dalam Islam kita kenal Hablumminallah, hablum minannaas dan hablum minal ‘alam.
Sejalan dengan ini, Nur Rofi’ah dalam tulisannya yang berjudul, “Menautkan Tititk Temu dan Titik Tengah dalam beragama” menjelaskan bahwa berislam sesuai dengan cita-citanya adalah berislam yang mendatangkan anugerah pada semesta.
Tunduk mutlak (ber-islam) hanya pada Allah (tauhid) adalah hanya tunduk mutlak pada nilai kebaikan bersama, sesama suami atau istri sebagai pasangan (zauj/zaujah), sesama anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, umat manusia, bahkan sesama makhluk.
Ini artinya, segala bentuk upaya dan kehendak yang kita perbuat semata-mata untuk menunjukkan bahwa kita hanyalah sebuah makhluk yang tidak memiliki daya dan upaya serta membutuhkan Sang Pencipta dalam setiap langkah yang kita lakukan. Kesadaran tersebut nantinya akan sejalan dengan kesadaran bahwa hidup tidaklah untuk mengurus diri, akan tetapi sikap dan perilaku baik kepada sesama manusia, kepada makhluk yang sama-sama ciptaanNya.
Pada fase ketika seseorang menyadari bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, bahkan ketika segala bentuk kegalauan dan permasalahan hidup turut menyita pikiran kita, di titik ini kita akan menemukan kesadaran bahwa setiap manusia akan hidup dengan masalahnya masing-masing.
Satu-satunya pegangan yang dimiliki hanyalah dirinya sendiri. Sedangkan kekuatan yang dimiliki tidak lain bersumber atas keyakinan dirinya kepada Allah Swt sebagai Sang Pencipta yang Maha membolak-balikkan hati, dan yang berkuasa atas segala hal yang terjadi pada kita hari ini, esok dan yang akan datang.
Demikian penjelasan berdamai dengan diri sendiri, menemukan Tuhan, menemukan makna diri. Semoga bermanfaat. [Baca juga: Bagaimana Cara Kita Bisa Berdamai dengan Perundungan?]