• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bukan Orang Lain, Jihad Terbesar adalah Bersaing Dengan Diri Sendiri!

Imam Al-Ghazali, berkata dalam karya fenomenalnya yang berjudul Ihya’ ‘Ulumuddin, bahwasanya jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu yang ada dalam diri masing-masing manusia

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
08/11/2022
in Personal
0
Jihad Terbesar

Jihad Terbesar

584
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelum mengulas tentang jihad terbesar manusia, kita refleksikan bersama kehidupan di era serba teknologi saat ini. Di mana manusia mengalami banyak perubahan pada berbagai aspek kehidupan. Banyak yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman, namun tidak sedikit juga yang mengalami kesulitan mengikuti cepatnya arus zaman.

Terlebih saat kehidupan seseorang dapat publik ketahui melalui media sosial. Hal ini juga memberikan dampak-dampak tertentu pada berbagai jenis kondisi publik sebagai konsumennya. Apa yang influencer perlihatkan, ada yang menganggapnya sebagai motivasi hidup. Ada yang menganggapnya sebagai hiburan semata, dan sebagai jendela dunia untuk mendapatkan segala informasi yang kita butuhkan.

Ada yang menganggapnya sebagai suatu lifestyle yang wajib kita ikuti, atau juga bagian dari seluruh hidup sang idola. Karena terlalu fanatik. Semuanya kembali pada kondisi pribadi masing-masing bagi pengguna fasilitas kemajuan zaman ini.

Bijak Gunakan Teknologi

Jika bijak menggunakan teknologi, tentu teknologi akan mendatangkan manfaat atas hidup seseorang. Sebaliknya, bila seseorang tidak mampu memahami fungsi dan cara kerja dari teknologi, yang bersangkutan akan menjadi budak konsumtif dari teknologi. Budak pasif yang tidak mengambil manfaat apapun darinya. Hanya meratap melihat kehidupan orang lain dan membandingkan dengan keadaan pribadi, yang berakibat pada kesehatan mental dan kebahagiaan yang dimiliki.

Imam Al-Ghazali, berkata dalam karya fenomenalnya yang berjudul Ihya’ ‘Ulumuddin, bahwasanya jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu yang ada dalam diri masing-masing manusia. Ini bukanlah pemikiran yang primitif. Justru merupakan pemikiran yang revolusioner dan Islami, karena pernyataan tersebut dapat menjadi solusi atas dinamika politik, sosial, maupun agama yang terjadi pada saat beliau hidup. Terlebih saat Perang Salib terjadi, dan juga pada kondisi kehidupan saat ini.

Baca Juga:

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Isu Perceraian Veve Zulfikar: Seberapa Besar Dampak Memiliki Pasangan NPD?

Pernyataan ini akan selalu relevan menjawab berbagai persoalan zaman. Bagaimana tidak, tercetusnya konflik-konflik antar dua pihak dari berbagai golongan itu disebabkan oleh diri-diri yang tidak mampu menguasai emosi. Mereka yang tidak mampu melawan ego buruknya, tidak dapat memaksimalkan potensi baiknya. Lebih tepatnya ialah mereka yang tidak mampu bersaing dengan diri-diri lain yang terdapat dalam jiwa-raganya.

Standar Kehidupan

Jika kita sering menyaksikan drama Korea ataupun sinema lainnya dengan tokoh yang memiliki banyak kepribadian, itu sejatinya telah lebih dulu diulas dan dikaji oleh para tokoh Muslim. Yakni mereka yang concern pada perbaikan jiwa. Mereka terkenal dengan istilah Sufi, atau orang-orang yang fokus dalam proses tazkiyah an-nafs/pembersihan jiwa.

Manusia kerap menjadikan standar kehidupan orang lain sebagai standar kebahagiaan yang harus ia miliki. Padahal manusia memiliki potensi dan kondisi kehidupan yang berbeda-beda. Tidak dapat menjadi dan mencapai apa yang orang lain miliki kerap membuat diri menjadi insecure, tidak bersyukur, dan mengeluh atas takdir yang diterima.

Salingers, kita hidup itu bukan untuk bersaing dengan kehidupan orang lain. Kita hidup itu untuk mendapat ridla-Nya dengan merasakan kebahagiaan sebagai salah satu bentuk syukur terhadap-Nya. Merasa iri dengan keberhasilan orang lain dan sampai mengharapkannya kehilangan pencapaiannya. Hal itu merupakan hal tidak terpuji. Kiai Ulil Abshar Abdala dalam ngaji Ihya’ ‘Ulumuddin mendefinisikan kondisi tersebut sebagai perbuatan hasud.

Ini tidak saja merugikan orang lain, yang paling merugi adalah diri kita sendiri. Jiwa kita terikat dengan sifat ini, jiwa kita menjadi tidak bebas, ia akan merasakan kegelapan, yang akan berpengaruh pada bagaimana cara kita berkata, bersikap, dan bertindak. Sungguh keterikatan dengan sifat-sifat buruk tidak akan membuat jiwa kita merdeka dan bahagia.

Fokus pada Kehidupan Sendiri

Oleh karena itu, sebagaimana petuah Kiai Nadirsyah Hosen pada akun instagram miliknya, kita jangan terpaku pada kebahagiaan dan pencapaian orang lain. Fokus pada potensi dan kegemaran yang kita miliki. Maksimalkan dan konsistenkan hal tersebut.

Kemudian bagikan sebagai bentuk kebahagiaan diri kepada orang lain (termasuk membagikannya melalui media sosial yang dimiliki). Beliau bahkan mengutip hadis Nabi yang menyatakan bahwa membahagiakan orang lain merupakan salah satu jenis amalan yang utama.

Mari lihat kebahagiaan orang lain sebagai motivasi, bukan sebagai bahan untuk dimeri. Jangan mengharap kehancuran akan menimpa orang lain. Karena sebagaimana nasihat Gus Dur, kutukan buruk itu justru akan kembali ke diri kita sendiri. Juga ingat selalu pesan Abah Anom satu ini, kebahagiaan di akhirat tidak akan kita peroleh jika kita tidak mendapatkan kebahagiaan di dunia.

Mulai sekarang, kita putuskan bagaimana hidup yang kita inginkan. Kebahagiaan jiwa yang membawa kedamaian semesta, atau kesengsaraan jiwa yang kerap menimbulkan perpecahan kehidupan bersama.

Jadi fokus pada diri sendiri setiap hari, dan tiap saat. Bukan pada orang lain, sehingga kamu akan lebih mudah menemukan kebahagiaan versi dirimu. Sudah saatnya intropeksi diri, memperhitungkan dan memaksimalkan potensi yang kita miliki. Yakni dengan meminimalisir sifat serta akhlak tercela yang terlanjur bersarang dalam diri. Inilah definisi jihad terbesar di era teknologi saat ini! []

Tags: imam al-ghazaliJihadKesehatan MentalSelf LoveSufitasawuf
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID