Mubadalah.id- Tindakan perundungan (bullying) bisa terjadi di sektor manapun, sebenarnya. Di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Universitas, hingga lingkungan kerja. Perundungan juga bisa terjadi pada siapapun, tetapi paling rentan adalah pada usia remaja yaitu saat masa-masa sekolah. Tindakan ini umumnya menyasar orang atau kelompok yang lebih lemah, minoritas. Termasuk bullying ABK atau Anak Berkebutuhan Khusus.
Kita sama-sama setuju bahwa pendidikan adalah hak semua masyarakat. Sekalipun anak berkebutuhan khusus memiliki hambatan dalam proses belajarnya, tidak serta merta membuat mereka tidak layak untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya.
Pentingnya Menyadari Jenis Bullying Sejak Dini
Lingkungan sekolah seharusnya menjadi lingkungan yang aman bagi setiap siswa, termasuk siswa yang memiliki perbedaan dari siswa lainnya. Contohnya perbedaan suku, warna kulit, agama, status sosial, termasuk anak berkebutuhan khusus. Lingkungan sekolah yang tidak aware akan memicu adanya bullying bagi kaum rentan tersebut.
Secara umum, ada beberapa jenis perundungan (bullying). Pertama, bullying verbal, contohnya adalah mengejek, mengancam, merendahkan. Kedua, bullying fisik, contohnya adalah memukul, menampar, dan berbagai bentuk menyakiti fisik. Ketiga, bullying sosial contohnya adalah mempermalukan di depan umum. Keempat, bullying emosional berupa memberikan tekanan emosional seperti mengungkit masalah pribadi. Kelima cyberbullying yaitu tindakan bullying melalui sosial media.
Sebenarnya, semua jenis perundungan dapat memiliki konsekuensi pidana. Anak pelaku bullying bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak, KUHP, atau UU ITE untuk cyberbullying. Tetapi kasus bullying jika pelakunya anak di bawah umur biasanya berakhir dengan jalur damai pembinaan kepada pelaku. Kecuali bagi perundungan berat yang menyebabkan luka bahkan merenggut nyawa, hal ini sangat bisa untuk menuntut proses hukum.
Nah, pengetahuan soal bullying ini harus menjadi pengetahuan basic bukan hanya pada anak-anak yang rentan mendapat bullying. Tapi secara umum pada anak-anak agar tidak melakukan tindakan yang mengarah pada bullying. Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan karakter yang inklusif dan memutus mental pem-bully sejak usia sekolah.
Terbatasnya SLB, Sekolah Reguler Jadi Pilihan bagi ABK
Pada kenyataannya, anak berkebutuhan khusus dua kali lebih rentan terhadap bullying dari teman sebayanya. Masalahnya, ABK juga tidak bisa memilih dia akan lahir di mana, terdapat fasilitas yang memadai atau tidak, serta bagaimana keadaan ekonomi keluarganya sehingga dia memungkinkan mendapat treatment yang semestinya.
Pemenuhan kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah sebuah bentuk pengamalan pasal 5 (2) Undang-Undang no. 20 tahun 2003 bahwa setiap Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pertanyaannya adalah, di mana ruang aman anak berkebutuhan khusus bersekolah jika jumlah SLB masih sangat terbatas?
Permasalahannya adalah jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia masih sangat terbatas. Saat ini tercatat hanya 2.708 SLB di Indonesia baik SLB swasta maupun SLB Negeri dengan sebaran yang sangat tidak merata. Di kota-kota besar mungkin jumlahnya lebih banyak, tetapi bagaimana dengan kabupaten kecil bahkan tertinggal?
Provinsi Jawa Barat menjadi penyedia SLB terbanyak, sedangkan provinsi yang masih minim adalah Papua Barat, Kalimantan Utara dan Gorontalo. Secara kualitas masih terdapat lebih dari 40 persen SLB yang belum terakreditasi. Tetapi barangkali, meskipun belum terakreditasi sekolah tersebut adalah satu-satunya penolong untuk anak-anak di daerah tersebut.
Kondisi ini membuat banyak anak berkebutuhan khusus yang tetap memilih bersekolah di sekolah reguler. Setidaknya agar tetap mendapat pembelajaran sesuai dengan anak seusianya meskipun harus menghadapi tantangan tersendiri.
Saat ini, sekolah reguler mulai bergerak menuju sekolah inklusi. Berdasarkan data dari Kemeko PMK, tercatat lebih dari 44 ribu sekolah inklusi tersebar di seluruh Indonesia. Meskipun pergerakannya juga belum sepenuhnya optimal, hal ini cukup membawa harapan baru bagi anak berkebutuhan khusus yang tidak menjangkau SLB.
Namun, sekolah reguler sering belum siap sepenuhnya menerima ABK. Mulai dari keterbatasan tenaga pendidik khusus, fasilitas penunjang, hingga kurangnya pemahaman siswa lain tentang perbedaan. Situasi seperti ini yang kadang bisa membuka celah adanya bullying kepada anak berkebutuhan khusus.
Guru Proaktif Menjadi Kunci Kondusifitas Belajar ABK
Saya pernah bertanya pada salah satu teman yang mengajar di Sekolah Dasar konvensional (tanpa inklusi) terkait anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sana. Anak tersebut memiliki hambatan pada proses belajarnya secara umum; atau disabilitas intelektual. Tetapi di satu sisi, anak tersebut memiliki keunggulan, yaitu di mata pelajaran Inggris.
Saya menyoroti bagaimana kondisi lingkungan sekolah membawa anak tersebut nyaman dan aman dari perundungan. Ternyata peran guru sangat vital dalam kasus ini. Dalam proses belajar, guru memantau agar anak tetap bisa mengikuti pembelajaran dengan baik hingga memberikan penjelasan khusus kepada anak tersebut.
Guru juga menjadi jembatan antara anak berkebutuhan khusus dan anak lainnya. Pasalnya anak-anak SD kadang memang tidak berniat melakukan bullying, melainkan mereka belum mengetahui bagaimana berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus yang benar. Orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah bertanggung jawab memberikan pemahaman tentang kehidupan yang inklusif.
Dari cerita guru tersebut memang anak berkebutuhan khusus sangat rawan menjadi korban bullying, meskipun dalam skala kecil. Selain peran guru yang proaktif, perlu juga kesadaran orang tua untuk membentuk anak menjadi berani dan bisa membela diri. Orang tua juga harus lebih peka terhadap kondisi dan perubahan anak agar cepat mendapat tindakan dan penanganan jika terjadi perundungan pada anak berkebutuhan khusus.
Jadi, ayo kita sama-sama pastikan anak berkebutuhan khusus di sekitar kita aman dari tindakan tindakan bullying! []












































