Mubadalah.id – Advokasi Nabi Muhammad Saw terhadap hak-hak perempuan, sebagaimana yang diajarkan al-Qur’an tampak mengambil pola gradualistik dan negosiatif.
Saat mengomentari proses advokasi Nabi Saw gradual dan negosiatif tersebut Asghar Ali Engineer mengatakan,
“Dalam masyarakat transisi manapun, apapun perspektif ideologi yang dipakai untuk merancang bangunan sosial di masa depan, seseorang tidak bisa memutuskan sama sekali hubungannya dengan masa lalu.
Kita harus memahami ini sebagai interaksi dialektis antara yang empiris dan ideologis.”
Para pembaca al-Qur’an yang cermat dan kritis akan segera menemukan, reformasi sosial, dan kebudayaan. Bahkan ekonomi dan politik yang al-Qur’an gunakan untuk memperlihatkan pola-pola gradual, dialektis, dan negosiatif tersebut.
Dalam literatur Islam klasik hal tersebut biasanya kita mengenalnya dengan tadriji atau taqlili, dan adam al-haraj.
Makna yang dapat kita pahami dari strategi advokasi dialektis dan negosiatif adalah bahwa advokasi tersebut masih dalam proses menjadi, masih berjalan, dan belum final.
Bahkan masih kita tuntut untuk kita arahkan lebih lanjut untuk sampai pada tujuan finalnya ketika saatnya tiba. Yakni, ketika konstruksi sosial telah cukup memberikan ruang bagi tindakan dan peran setara laki-laki dan perempuan.
Ayat Tentang Pemimpin
Pola yang sama misalnya terjadi pada ayat kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam rumah tangga (QS. an-Nisa’ 34).
Ayat ini turun untuk merespon kasus korban kekerasan suami terhadap istri, Habibah binti Zaid.
Habibah dipukul suaminya tanpa alasan yang jelas, dan Nabi bermaksud membela Habibah dengan memberinya hak untuk melakukan tindakan yang sama, balas memukul.
Namun, segera saja Allah menegur Nabi agar tidak terburu-buru membelanya dengan cara seperti itu.
Meski tidak menyebutnya secara eksplisit, teguran Allah ini seolah ingin mengingatkan Nabi, “Jangan buru-buru, ini jaman transisional (masa peralihan)?” Perhatikan redaksi ayat tersebut.
Allah menyampaikannya dalam bentuk bahasa informatif, bukan bahasa normatif. Keunggulan laki-laki atas perempuan harus kita sampaikan secara tidak mutlak, melainkan relatif.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.