• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Kapan Nikah di Hari Raya

Para orang tua terbiasa membandingkan zamannya dengan zaman sekarang. Dewasa muda di atas 20 tahun dianggap sudah waktunya untuk menikah. Padahal, karakter, kebutuhan dan tantangan masyarakat zaman dulu dengan zaman sekarang sangat berbeda

Yuyun Khairun Nisa Yuyun Khairun Nisa
05/05/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Kapan Nikah di Hari Raya

Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Kapan Nikah di Hari Raya

205
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menjawab pertanyaan kapan nikah di hari raya adalah satu pekerjaan rumah tersendiri. Hari raya tentunya menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Kerabat dari seluruh pelosok negeri berkumpul di kampung halaman, bertemu sanak famili sambil menikmati cemilan dan makanan khas hari raya. Di tengah momen suka cita ini, seringkali urusan personal jadi topik pembicaraan, dan pertanyaan yang paling sering terlontar adalah, “kapan nikah?”

Asal Pertanyaan “Kapan Nikah?”

Pertanyaan tersebut biasanya datang dari generasi boomers kelahiran 1946-1964 atau berusia 57-75 tahun pada tahun 2021, dan generasi X kelahiran 1965-1980 atau berusia 41-56 tahun kepada generasi Y atau millennials kelahiran 1981-1996 berusia 25-40 tahun, dan generasi Z dibawah usia 24 tahun.

Para orang tua, kakek, nenek, budhe, pakde, paman atau bibi tak pernah absen menanyakan “kapan nikah?” kepada anak, cucu atau keponakannya. Bahkan, sesama sepupu juga acap kali melontarkan pertanyaan tersebut, meski bernada guyon.

Alhasil, kumpul bersama atau silaturahmi saat hari raya tak jarang menjadi momen yang meresahkan bagi sebagian orang. Alih-alih merasa bahagia di hari raya, justru insecure atau merasa kurang percaya diri. Lantas, bagaimana menyikapinya?

Cara Menjawab “Kapan Nikah?”

Karena pertanyaan “kapan nikah?” sangat sulit dihindari, bikin insecure, dan kita tidak bisa mengontrol hal yang di luar kendali, maka penting menjawabnya dengan bijak untuk menimbulkan empati. Berikut 3 jawaban logis yang bisa kamu sampaikan. Cara jitu menjawab pertanyaan kapan nikah di hari raya yang pertama adalah:

Baca Juga:

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

Bias Kultural dalam Duka: Laki-laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

Bukan Tak Mau Menikah, Tapi Realitas yang Tak Ramah

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

  1. Menikah butuh kesiapan fisik, mental maupun finansial, jadi perlu persiapan yang matang.

Para orang tua terbiasa membandingkan zamannya dengan zaman sekarang. Dewasa muda di atas 20 tahun dianggap sudah waktunya untuk menikah. Padahal, karakter, kebutuhan dan tantangan masyarakat zaman dulu dengan zaman sekarang sangat berbeda.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Galih Sakitri dari Universitas Prasetia Mulya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh McKinsey (2018) mengungkapkan bahwa Gen Z disebut sebagai “the realistic”, generasi yang cenderung lebih realistis dan analitis dalam pengambilan keputusan dibandingkan generasi sebelumnya. Maka dari itu, mereka menyadari pentingnya kesiapan fisik, mental, maupun finansial di masa depan, termasuk persoalan menikah.

Selain itu, survey yang dilakukan oleh Harris Poll (2020) menjelaskan bahwa 63% Gen Z tertarik untuk melakukan beragam hal kreatif. Hal ini sejalan dengan masuknya era revolusi industry 4.0 bahkan sudah menuju 5.0 dimana peluang pekerjaan lebih terbuka lebar dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Tak ayal jika anak muda masa kini lebih fokus mengejar mimipi, berkarya, berkarir dan eksplor potensi diri.

Berikutnya, cara jitu menjawab pertanyaan kapan nikah di hari raya yang kedua adalah:

  1. Pencapaian tertinggi manusia bukanlah menikah, tetapi mengenal dan mencintai dirinya sendiri.

Sebelum mengenal atau mencintai orang lain, seyogyanya kita mengenal dan mencintai diri sendiri terlebih dahulu. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesehatan mental kita. Ketika kita bisa memahami nilai yang ada dalam diri, baik mengapresiasi kelebihan ataupun menoleransi kekurangan yang dimiliki, kita akan merasa cukup atas diri kita sendiri.

Saat kita merasa cukup, maka kita akan lebih mudah untuk mencintai diri sendiri dan menjadi pribadi yang mandiri dan berdaya. Sifat ini akan mengarah pada suatu pemahaman bahwa kita adalah manusia yang utuh, sehingga dapat memperlakukan orang lain sebagai manusia yang utuh juga, subjek penuh kehidupan. Hal ini sejalan dengan prinsip mubadalah terkait memaknai relasi pasangan bahwa, kau adalah aku yang lain.

Menurut Breines (2016) dalam artikel yang ditulis oleh Nouvend Setiawan di satupersen.net, orang yang kurang atau tidak mencintai dirinya sendiri cenderung melihat pasangan dari sisi negatif, alhasil mereka akan merasa kurang puas dan pesimis terhadap masa depan.

Terlebih, setiap individu memiliki entitas yang berbeda. Sikap kita bisa jadi berbeda, menyesuaikan lawan bicara atau lingkar pertemanan. Jadi, ketika kita tidak menjadi diri kita seutuhnya dalam menjalani hubungan percintaan, kita akan merasa kurang bahagia.

Selanjutnya, cara jitu menjawab pertanyaan kapan nikah di hari raya

  1. Setiap orang berhak memutuskan kapan dan dengan siapa akan menikah.

Saat ditanya “kapan nikah?” pada momen hari raya, para boomers juga seringkali membandingkan kita dengan orang lain seusia kita yang sudah menikah. Hal tersebut dapat memantik kita untuk segera menikah, bahkan dengan siapa saja sekalipun orang yang baru dikenal. Namun, apakah menikah seperti ajang perlombaan? Siapa yang cepat berarti mereka yang hebat?

Tentu jawabannya tidak. Keputusan menikah harus didorong oleh faktor internal atas kesanggupan dan kesadaran diri, bukan faktor eksternal karena sering kena sindir. Setiap orang pasti mendambakan hubungan sehidup semati, happily ever after. Maka sudah seharusnya selektif dalam memilih pasangan dan menentukan waktu menikah.

Selektif dalam memilih pasangan bukan suatu sikap yang buruk, tetapi bentuk dari ketegasan terhadap apa yang kita sukai dan tidak kita sukai. Sehingga kita akan terhindar dari hubungan toksik dan rasa bosan serta meminimalisir ketidakcocokan.

Momen Sakral Pernikahan

Pernikahan merupakan momen sakral yang diikat janji suci semata-mata mengharap ridla Allah SWT. Dalam menuju prosesnya, menikah harus didasari niat baik dan dalam kondisi yang baik pula. Sebagian orang memperoleh kemudahan untuk mewujudkannya, sebagian yang lain mungkin mempertimbangkan beberapa hal.

Dengan penuh kesadaran dan pemahaman terhadap diri sendiri, kita harus berani berbicara, speak up, bahwa standar kebahagiaan tidak melulu berkorelasi pada pernikahan. Sehingga, pandangan ini tidak hanya berhasil dipahami oleh Millenials dan Gen Z saja, melainkan oleh para boomers juga.

Semoga pilihan jawaban ini dapat membantumu menghadapi pertanyaan “kapan nikah” di momen hari raya ataupun bukan dengan tegas tapi santun ya! Jangan lagi insecure, fokus saja menikmati opor ayam dan nastar yang menggoda. Selamat hari raya!

Semoga, tulisan tentang cara jitu menjawab pertanyaan kapan nikah di hari raya dapat bermanfaat. Aamiin.[]

Tags: Anak Perempuanhari rayaInsecureKapan Nikahlebaranpernikahan
Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa, lahir di Karangampel-Indramayu, 16 Juli 1999. Lulusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saat ini sedang bertumbuh bersama AMAN Indonesia mengelola media She Builds Peace Indonesia. Pun, tergabung dalam simpul AMAN, Puan Menulis (komunitas perempuan penulis), dan Peace Leader Indonesia (perkumpulan pemuda lintas iman). Selain kopi, buku, dan film, isu gender, perdamaian dan lingkungan jadi hal yang diminati. Yuk kenal lebih jauh lewat akun Instagram @uyunnisaaa

Terkait Posts

Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID