Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan Mas Prigi, seorang pegiat lingkungan yang saat ini aktif menyusuri sungai-sungai di Indonesia. Dalam beberapa diskusi yang kami lakukan di Lokakarya Faith-Inspired Changemaking Initiative Masterclass Indonesia (FICI) yang dilaksanakan di Villa Marcolina 57 pada 26-30 Agustus 2022, Mas Prigi menyebutkan tentang film dokumenter seputar isu lingkungan yang berjudul Pulau Plastik.
Harus ada yang mewujudkan kata-kata
Agar tak terpenjara di kepompong wacana
Karena diam takkan jawab pertanyaan
Tapi kalau bicara lebih bermakna jika
Kau pikir, kau bilang, kau lakukan
Ini adalah sepenggal lirik lagu Metamorfosa Kata yang menjadi Original Soundtrack film Dokumenter Pulau Plastik dan sangat relate. Menurut saya pribadi, film ini sangat direkomendasikan untuk setiap individu agar kedepannya kita bisa lebih bijak dalam menggunakan plastik sekali pakai.
Pulau Plastik
Film Dokumenter Pulau Plastik ini diproduksi oleh studio Visinema berkolaborasi dengan Kopernik, Akarumput, dan WatchDoc dengan pemeran utama yaitu Gede Robi, Tiza Mafira dan Mas Prigi sendiri yaitu Prigi Arisandi.
Selain Mas Prigi yang sudah saya sebutkan di atas, Tiza Mafira adalah seorang pengacara asal Jakarta yang juga menjadi Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Sedangkan Gede Robi adalah vokalis band Navicula asal Bali yang kerap menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan.
Ada beberapa catatan kesalingan yang saya temukan pada film ini yaitu:
Gerakan Ekologi
Kita tahu bahwa masyarakat sudah mulai cukup peduli dengan penggunaan sekali pakai. Tetapi masih banyak pula yang abai. Meski begitu, gerakan yang akar rumput lakukanlah yang pada akhirnya menjadi salah satu faktor terbentuknya peraturan yang dikeluarkan oleh beberapa pemerintah untuk pelarangan plastik sekali pakai.
Ketika kita ingin mengubah sesuatu, maka yang harus kita lakukan adalah berjejaring seperti prinsip ekologi. Prinsip berjejaring adalah prinsip dimana membutuhkan satu sama lain.
Tidak bisa jika kita hanya terus beraksi tanpa ada dukungan dari pemerintah baik daerah maupun pusat. Begitu pun sebaliknya, program pemerintah tidak akan berhasil mana kala tidak tersosialisasikan ke masyarakat dengan tepat.
Seperti halnya peraturan pelarangan impor sampah plastik dan pelarangan buang sampah di lautan yang ada pada film ini. Karena tidak ada sosialisasi yang masif maka alam melakukan caranya sendiri melalui gerakan akar rumput. Yakni sebagai salah satu jalan mempercepat informasi kepada masyarakat untuk peduli dan memahami. Bahwa sebenarnya regulasi itu ada hanya selama ini kita abai sehingga membuat oknum-oknum yang menyebabkan terjadinya krisis lingkungan merasa aman melakukannya.
Tidak Cukup Hanya Menggunakan Reusable Bag
Melalui film dokumenter ini kita bisa belajar bahwa penggunaan reusable bag saja tidaklah cukup untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai. Tetapi kita juga harus menggunakan wadah makanan atau minuman yang dapat kita gunakan berkali-kali ketika beraktivitas terutama pada saat bertransaksi jual beli.
Seperti penggunaan wadah makanan ketika membeli kebutuhan pangan rumah tangga sebagai pengganti plastik sekali pakai dalam ukuran kecil.
Hukum Karmaphala
Penduduk Bali percaya dengan adanya hukum Karmaphala yaitu apa yang kita perbuat, itulah hasil yang akan kita terima. Baik atau pun Buruk. Semenjak memiliki Rimba, Gede Robi sangat memikirkan bahwa saat ini bukan hanya diri dia dan lingkungan yang harus ia pikirkan. Tetapi juga generasi masa depan dan kehidupannya.
Pemikiran ini justru kita teringat kembali di scene Tiza di mana saat Tiza membersihkan sampah laut, mereka menemukan banyak mainan anak dan menuliskan jargon “sayang anak tapi gak sayang bumi?”.
Jargon ini mengingatkan bahwa anak-anak kita juga menjadi penghuni bumi. Namun faktanya justru kasih sayang kita (memberikan mereka mainan tanpa ada tanggung jawab penggunaannya) berujung menjadi sampah yang mengotori lautan.
Mereka temukan pula sampah-sampah di laut seperti sisa pakai yang digunakan sehari-hari seperti bungkus kemasan kopi, pasta gigi, mie instan. Terlihat bahwa kita ingin nampak bersih dan sehat dengan menggosok gigi. Memang benar manusia menyukai kebersihan dan ingin hidup sehat. Tetapi tidak setiap dari kita menyelesaikan sampah dari aktivitasnya dan tidak menyadari bahwa sisa aktivitasnya justru mengotori lautan.
Tentu masih banyak catatan kesalingan lainnya yang bisa kita dapatkan dari film dokumenter ini seperti observasi penguraian sampah plastik, aksi penolakan sampah impor, pawai penolakan sampah plastik sekali pakai. Namun teman-teman bisa menemukan catatan kesalingan tersebut dengan menyaksikan langsung film dokumenter Pulau Plastik di Netflix. []