Mubadalah.id – Apa industri fast fashion itu? Yakni tindakan produksi besar-besaran oleh pihak industri dengan tujuan mengikuti perkembangan trend. Dalam fast fashion, industri hanya berfokus pada kecepatan produksi dan angka penjualan. Jika sudah tidak trend lagi, pakaian tersebut akan dibuang begitu saja. Hal inilah yang menyebabkan fast fashion menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia yang bisa mencermarkan lingkungan.
Tidak bisa kita pungkiri di mana saat ini kita dicekoki dengan segudang tayangan iklan yang menggerogoti pikiran kita. Setiap detik di gadget atau media apapun terdapat banyak promo ataupun diskon sehingga muncul di benak kita untuk membeli. Pada akhirnya kita tergiring untuk menjadi masyarakat yang konsumtif. Entah berapa banyak pakaian kita yang menumpuk di lemari. Beli dan terus membeli yang padahal tidak butuh-butuh sekali, hanya karena takut ketinggalan trend atau diskon gede-gedean.
Bila kita uraikan secara umum ada beberapa hal yang bisa kita identifikasi dari fast fashion. Pertama, selalu mengikuti trend baru. Yakni sebuah fenomena sosial yang terjadi di kalangan masyarakat terhadap sesuatu hal yang sedang booming dan digemari di kalangan masyarakat, maka akan langsung terproduksi dalam jumlah yang besar.
Pencemaran Lingkungan
Kedua, mudah berganti model dalam waktu yang relatif singkat. Jika suatu model sudah tidak trend lagi, secara otomatis produksi barang dengan model tersebut akan berhenti. Lalu tergantikan dengan model yang terbaru. Ketiga, daya tahan. Barang yang terproduksi tidak tahan lama dan mudah rusak karena menggunakan bahan berkualitas rendah agar mudah terjual di pasaran. Keempat, harganya murah alias terjangkau. Karena mengesampingkan kualitas bahan baku yang industri gunakan, maka barang pun terjual dengan harga yang murah.
Menurut data diction.id bahwa satu buah kaus katun membutuhkan sedikitnya 2.700 liter air. Kemudian industri fashion tersebut akan melepaskan sekitar 1.715.000 CO2. Hingga akhirnya akan menghasilkan sekurang-kurangnya 92.000.000 ton sampah yang terproduksi dari industri ini. Maka dapat kita simpulkan bahwasanya terdapat masalah besar terkait lingkungan yang dimulai sejak proses produksi hingga konsumen (masyarakat) pakai. Hingga berakhir menjadi limbah di tempat sampah.
Berbicara soal sustainable fashion harusnya kesejahteraan para buruh atau pekerja haruslah kita perhatikan. Berikutnya memakai bahan dan pewarna organik sangatlah penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, terutama kita yang memakai agar terhindar dari bahan-bahan kimia. Terakhir, tidak ada hewan yang terluka dalam proses pembuatannya. Misalnya saja, tas atau sepatu yang terbuat dari kulit hewan tertentu.
Belajar dari Peristiwa Bangladesh
Telah kita ketahui bersama bahwa Bangladesh merupakan industri pakaian terbesar kedua di dunia, yang menyuplai merek-merek pakaian perusahaan multi-nasional Barat dengan nilai mencapai Rp. 194 triliun atau sekitar 79% dari pendapatan negara tersebut. Lebih dari 3,2 juta orang bekerja setiap hari di sektor ini dalam pabrik garmen yang tersebar di seluruh daerah di Bangladesh.
Kesejahteraan dan keselamatan kerja buruh layak untuk kita pertanyakan. Korban jiwa dalam peristiwa runtuhnya Gedung Rana Plaza di Bangladesh pada 24 April 2013 silam mencapai 1.100 orang ratusan korban luka-luka. Para buruh terpaksa untuk tetap masuk kerja oleh pemilik pabrik. Meskipun sehari sebelum kejadian sudah terlihat retakan-retakan besar pada tembok gedung bertingkat delapan tersebut. (bbc.com)
Jutaan buruh masih mendapatkan perlakuan diskriminasi dari pemilik pabrik. Bangladesh sendiri merupakan negara di urutan kedua dengan upah termurah bagi pekerja garmen sebesar 0,25 US dollar/jam atau sebesar Rp. 3.744. Tidak hanya soal keselamatan gedung, mereka yang dinilai terlalu banyak protes terkadang juga dipukuli oleh orang suruhan pemilik pabrik. Biasanya mereka mempekerjakan perempuan yang berpendidikan rendah, muda, imigran dan harus bekerja selama 14 jam/hari. Tanpa ada asuransi maupun jaminan kesehatan.
Cara Kita Untuk Memperlambat
Terus, apa dampaknya bagi lingkungan ke depan? 10% emisi karbon global dihasilkan melalui produksi pakaian dan sepatu, serta 20% pencemaran air bersih global akibat produksi tekstil. Pencemaran air dari industri fast fashion berasal dari proses pewarnaan dan finishing dari suatu produk tersebut.
Maka, bila kita petakan secara sederhana fast fashion akan menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), menyumbang sampah terbesar di dunia, mencemarkan lingkungan terutama air, hingga menurunnya populasi hewan dan tumbuhan. Maka, dampak terburuknya akan mengalami kepunahan pada spesies tertentu.
Setidaknya ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan untuk memperlambat dampak dari fast fashion tersebut. Antara lain, sebelum membeli pakaian maka teliti terlebih dahulu bahan bakunya. Pilihan yang terbaik tentunya adalah bahan yang ramah lingkungan. Memilih bahan yang berkualitas tinggi agar bisa kita gunakan dalam jangka waktu yang lama.
Menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai kepada orang yang membutuhkan. Terakhir yakni fenomena sosial yang lagi ngetrend di kalangan anak muda dengan membeli pakaian second alias thrifting. Maka, mari kita mulai dengan gaya hidup yang berkelanjutan. Tentunya tidak kalah keren dan modis dengan ala-ala fast fashion. Kesadaran untuk melindungi bumi harus kita mulai dari diri sendiri. []