• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dampak Industri Fast Fashion Terhadap Pencemaran Lingkungan

Bila kita petakan secara sederhana fast fashion akan menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), menyumbang sampah terbesar di dunia, mencemarkan lingkungan terutama air, hingga menurunnya populasi hewan dan tumbuhan

Efrial Ruliandi Silalahi Efrial Ruliandi Silalahi
03/03/2023
in Publik
0
Industri Fast Fashion

Industri Fast Fashion

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa industri fast fashion itu? Yakni tindakan produksi besar-besaran oleh pihak industri dengan tujuan mengikuti perkembangan trend. Dalam fast fashion, industri hanya berfokus pada kecepatan produksi dan angka penjualan. Jika sudah tidak trend lagi, pakaian tersebut akan dibuang begitu saja. Hal inilah yang menyebabkan fast fashion menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia yang bisa mencermarkan lingkungan.

Tidak bisa kita pungkiri di mana saat ini kita dicekoki dengan segudang tayangan iklan yang menggerogoti pikiran kita. Setiap detik di gadget atau media apapun terdapat banyak promo ataupun diskon sehingga muncul di benak kita untuk membeli. Pada akhirnya kita tergiring untuk menjadi masyarakat yang konsumtif. Entah berapa banyak pakaian kita yang menumpuk di lemari. Beli dan terus membeli yang padahal tidak butuh-butuh sekali, hanya karena takut ketinggalan trend atau diskon gede-gedean.

Bila kita uraikan secara umum ada beberapa hal yang bisa kita identifikasi dari fast fashion. Pertama, selalu mengikuti trend baru. Yakni sebuah fenomena sosial yang terjadi di kalangan masyarakat terhadap sesuatu hal yang sedang booming dan digemari di kalangan masyarakat, maka akan langsung terproduksi dalam jumlah yang besar.

Daftar Isi

    • Pencemaran Lingkungan
  • Baca Juga:
  • Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam
  • Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?
  • Menjamin Hak Masyarakat Untuk Mewujudkan Udara Bersih
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam
    • Belajar dari Peristiwa Bangladesh
    • Cara Kita Untuk Memperlambat

Pencemaran Lingkungan

Kedua, mudah berganti model dalam waktu yang relatif singkat. Jika suatu model sudah tidak trend lagi, secara otomatis produksi barang dengan model tersebut akan berhenti. Lalu tergantikan dengan model yang terbaru. Ketiga, daya tahan. Barang yang terproduksi tidak tahan lama dan mudah rusak karena menggunakan bahan berkualitas rendah agar mudah terjual di pasaran. Keempat, harganya murah alias terjangkau. Karena mengesampingkan kualitas bahan baku yang industri gunakan, maka barang pun terjual dengan harga yang murah.

Menurut data diction.id bahwa satu buah kaus katun membutuhkan sedikitnya 2.700 liter air. Kemudian industri fashion tersebut akan melepaskan sekitar 1.715.000 CO2. Hingga akhirnya akan menghasilkan sekurang-kurangnya 92.000.000 ton sampah yang terproduksi dari industri ini. Maka dapat kita simpulkan bahwasanya terdapat masalah besar terkait lingkungan yang dimulai sejak proses produksi hingga konsumen (masyarakat) pakai. Hingga berakhir menjadi limbah di tempat sampah.

Baca Juga:

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

Menjamin Hak Masyarakat Untuk Mewujudkan Udara Bersih

Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam

Berbicara soal sustainable fashion harusnya kesejahteraan para buruh atau pekerja haruslah kita perhatikan. Berikutnya memakai bahan dan pewarna organik sangatlah penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, terutama kita yang memakai agar terhindar dari bahan-bahan kimia. Terakhir, tidak ada hewan yang terluka dalam proses pembuatannya. Misalnya saja, tas atau sepatu yang terbuat dari kulit hewan tertentu.

Belajar dari Peristiwa Bangladesh

Telah kita ketahui bersama bahwa Bangladesh merupakan industri pakaian terbesar kedua di dunia, yang menyuplai merek-merek pakaian perusahaan multi-nasional Barat dengan nilai mencapai Rp. 194 triliun atau sekitar 79% dari pendapatan negara tersebut. Lebih dari 3,2 juta orang bekerja setiap hari di sektor ini dalam pabrik garmen yang tersebar di seluruh daerah di Bangladesh.

Kesejahteraan dan keselamatan kerja buruh layak untuk kita pertanyakan. Korban jiwa dalam peristiwa runtuhnya Gedung Rana Plaza di Bangladesh pada 24 April 2013 silam mencapai 1.100 orang ratusan korban luka-luka. Para buruh terpaksa untuk tetap masuk kerja oleh pemilik pabrik. Meskipun sehari sebelum kejadian sudah terlihat retakan-retakan besar pada tembok gedung bertingkat delapan tersebut. (bbc.com)

Jutaan buruh masih mendapatkan perlakuan diskriminasi dari pemilik pabrik. Bangladesh sendiri merupakan negara di urutan kedua dengan upah termurah bagi pekerja garmen sebesar 0,25 US dollar/jam atau sebesar Rp. 3.744. Tidak hanya soal keselamatan gedung, mereka yang dinilai terlalu banyak protes terkadang juga dipukuli oleh orang suruhan pemilik pabrik. Biasanya mereka mempekerjakan perempuan yang berpendidikan rendah, muda, imigran dan harus bekerja selama 14 jam/hari. Tanpa ada asuransi maupun jaminan kesehatan.

Cara Kita Untuk Memperlambat

Terus, apa dampaknya bagi lingkungan ke depan? 10% emisi karbon global dihasilkan melalui produksi pakaian dan sepatu, serta 20% pencemaran air bersih global akibat produksi tekstil. Pencemaran air dari industri fast fashion berasal dari proses pewarnaan dan finishing dari suatu produk tersebut.

Maka, bila kita petakan secara sederhana fast fashion akan menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), menyumbang sampah terbesar di dunia, mencemarkan lingkungan terutama air, hingga menurunnya populasi hewan dan tumbuhan. Maka, dampak terburuknya akan mengalami kepunahan pada spesies tertentu.

Setidaknya ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan untuk memperlambat dampak dari fast fashion tersebut. Antara lain, sebelum membeli pakaian maka teliti terlebih dahulu bahan bakunya. Pilihan yang terbaik tentunya adalah bahan yang ramah lingkungan. Memilih bahan yang berkualitas tinggi agar bisa kita gunakan dalam jangka waktu yang lama.

Menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai kepada orang yang membutuhkan. Terakhir yakni fenomena sosial yang lagi ngetrend di kalangan anak muda dengan membeli pakaian second alias thrifting. Maka, mari kita mulai dengan gaya hidup yang berkelanjutan. Tentunya tidak kalah keren dan modis dengan ala-ala fast fashion. Kesadaran untuk melindungi bumi harus kita mulai dari diri sendiri. []

 

 

 

Tags: Baju BekasIndustri Fast FashionIsu LingkunganLingkungan BerkelanjutanPencemaranTrend
Efrial Ruliandi Silalahi

Efrial Ruliandi Silalahi

Suka Menonton Film dan Pemburu Buku Gratisan

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist