Mubaadalahnews.com,- Petani perempuan sudah lama berperan dan turut berkontribusi dalam ketahanan pangan bangsa Indonesia. Namun faktanya ialah petani perempuan di Indonesia kurang berdaya akibat sejumlah tindak diskriminasi dan ancaman kriminalisasi terhadap petani.
Sekretaris Jenderal Presidium Nasional Kelompok Kepentingan Perempuan Petani, Dian Kartikasari mengatakan, sudah seharusnya pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian untuk segera menghapuskan semua bentuk diskriminasi pada petani, termasuk kriminalisasi terhadap mereka, terutama perempuan.
“Kami menyerukan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk menghapuskan diskriminasi dan pelemahan terhadap petani perempuan di Indonesia,” kata Dian melalui pesan tertulis yang diterima Mubaadalahnews, Selasa, 24 September 2019.
Lebih lanjut lagi, di dalam UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dinilai belum banyak dilaksanakan oleh pemerintah. Misalnya, hak petani perempuan untuk mencantumkan pekerjaannya sebagai Petani dalam KTP masih dihambat.
“Akibatnya perempuan petani tidak dapat menikmati program perlindungan sosial khusus bagi petani yang disediakan pemerintah,” ujarnya.
Hal yang sama juga soal hak untuk membuat, menyebarkan dan menjual benih lokal yang dimuliakan oleh petani perempuan masih dihambat bahkan dapat dikriminalisasi.
“Kami mendesak kepada DPR RI dan pemerintah untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB),” tegasnya.
Sebab, lanjut dia, ada 22 pasal kontroversial dalam RUU SBPB yang mengebiri hak-hak petani dan menegaskan petani sebagai subyek dalam segala hal yang berkaitan dengan pertanian.
Oleh sebab itu, kondisi ini akan membuat memberikan diskrimasi pada petani lewat tidak berdaulat di tanahnya sendiri. Justru petani akan berpotensi menjadi buruh dan subordinat dari korporasi benih dan pertanian. Pasalnya, hak-hak petani kecil semakin dikerdilkan oleh kepentingan pelaku usaha atau korporasi multinasional yang justru diakomodasi.
“Sejumlah pasalnya bertentangan dengan tujuan menggapai kedaulatan pangan. Oleh sebab itu, kami mendesak untuk tunda pengesahan RUU SBPB karena akan berpotensi merugikan dan mengakibatkan diskriminasi pada petani. Karenanya, ketika membahasnya libatkanlah petani,” tandasnya. (RUL)