Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, Indonesia heboh dengan kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang penyanyi laki-laki. Di mana karya-karyanya memang jamak anak muda gandrungi. Sosok penyanyi yang memang tidak pernah terpikirkan oleh para penggemarnya untuk melakukan tindakan tersebut kepada istri dan anaknya. Munculnya pemberitaan ini, mendorong adanya dukungan sesama perempuan.
Dengan kondisi sang idola yang memang katanya sudah memilih hijrah dari segi penampilan juga agama. Walaupun memang kita tidak bisa menjadikan patokan seseorang yang hijrah sudah tentu bebas dari salah dan dosa.
Tak hanya itu yang menjadi faktor rasa tidak percaya fans dengan tindakan sang idolanya. Selama ini seringkali karya-karya sang idola ia tujukan untuk anak juga sang istrinya tercinta. Sekilas tentu karya-karya tersebut menjadi begitu romantis, dan membuat para fansnya merasa iri dengan sikap manis sang laki-laki yang sudah bergelar suami juga ayah tersebut.
Ternyata apa yang tampak di layar kaca dan media sosial tersebut sungguh berbanding terbalik dengan tindakan perselingkuhan yang Virgoun lakukan saat ini.
Banyak yang menyayangkan tindakan penyanyi tersebut, hingga beberapa video klarifikasinya pun membuat jamak mata terbelalak tak habis pikir dengan pernyataan-pernyataan sang penyanyi. Alih-alih meminta maaf kepada sang istri atas apa yang telah ia lakukan. Malah sang penyanyi berujar jika hal demikian ia lakukan karena rasa sayang kepada sang istri sudah mulai hilang.
Dukungan pada Sesama Perempuan
Bukan hal di atas yang ingin saya bahas lebih lanjut, tetapi perihal tanggapan banyak orang terhadap tindakan sang istri yang membongkar kasus perselingkuhan suaminya tersebut ke media sosial. Ini terlepas dari tepat atau tidaknya tindakan yang sudah sang istri lakukan dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangganya sendiri. Tetapi ini perihal empath kita sebagai orang luar dalam menanggapi kasus yang orang lain hadapi.
Saya sendiri di satu sisi mengapresiasi tindakan istri Virgoun yang mencoba untuk mendapatkan dukungan maupun untuk merawat mentalnya. Tujuannya agar tak semakin sakit dengan permasalahan yang mungkin selama ini sudah menjadi beban yang sungguh berat ia rasakan sendiri. Hingga pada akhirnya ia mengambil jalan ini. Walaupun ini mungkin bagi sebagian orang adalah aib yang tidak perlu ia umbar ke publik apalagi ke media sosial.
Namun di sisi lain saya juga menyayangkan hal demikian, sebab ia sendiri ternyata belum siap dengan segala resiko yang akan ia terima dengan munculnya kasus ini kepermukaan umum. Terlepas dari semua itu, sebagai masyarakat dan juga seorang perempuan, saya pribadi ikut simpati dengan apa yang sudah menimpanya.
Walaupun saya bukanlah siapa-siapa yang bahkan tidak akan mampu merasakan beban yang ia rasakan sebagai seorang perempuan, juga ibu dari beberapa anaknya.
Sebagai seorang perempuan,sungguh sedih rasanya melihat banyak sekali komentar-komentar di berbagai flatform yang tidak empati kepada sesama perempuan. Ada yang menghujat sang istri dengan tindakannya sebagai pembuka aib suami, yang seharusnya hal demikian hanyalah konsumsi pribadi, ada juga yang menyudutkan sang istrinya dengan cercaan yang tidak baik, dan lain-lain.
Implementasi Women Supporting Women
Sungguh berat ternyata untuk mengimplementasikan istilah “Women Supporting Women.” Yakni mendukung sesama perempuan di tengah-tengah masyarakat kita saat ini.
Teruntuk perempuan di luar sana, ketika sebuah perselingkuhan terjadi, janganlah kita fokus mencaci pelaku perempuannya saja. Karena perselingkuhan itu terjadi adalah atas perilaku sadar dan terencana dua orang manusia. Bukan hanya perempuan. Maka, salahkan laki-laki yang ternyata tidak mampu menjaga, dan menjunjung komitmen yang telah kalian sepakati bersama di awal sebuah relasi pernikahan terbangun.
Teruntuk perempuan di luar sana, apapun dan bagaimanapun permasalahan yang perempuan lain hadapi, bukanlah tugas kita untuk menghakiminya. Terutama dengan perkataan maupun tindakan yang tidak sepantasnya. Sebab kondisi setiap orang itu berbeda, dan kita tak pernah tahu persis apa yang sudah ia lalui dengan permasalahanya tersebut. Maka cukup bagi kita untuk saling memahaminya, mendoakannya, tanpa harus menambah beban mental mereka.
Teruntuk perempuan di luar sana, budaya patriarki itu nyata ada. Selama ini, secara sadar ataupun tidak, kita telah menjadi perawatnya secara turun-temurun dengan saling membenci sesama perempuan. Merasa paling baik dari perempuan lainnya, ingin terlihat lebih dari perempuan lainnya.
Saling menjatuhkan sesama perempuan, merasa perempuan lain sebagai musuh dan saingan, dan serta saling berkompetisi sesama perempuan yang seolah tak pernah usai hingga saat ini.
Women Supporting Women, atau dukungan sesama perempuan itu bukanlah sekedar gaya-gayaan, atau hanya sekedar teriakan. Tetapi benar-benar mengajak sesama perempuan untuk saling memahami satu dengan yang lainnya, atas berbagai kondisi yang terjadi. Perempuan berproses bersama untuk saling mendobrak bias yang selama ini menjadi zona nyamannya dengan legitimasi adat dan agama.
Proses kita masih panjang agar jargon ini tak hanya sekedar kata-kata pemanis belaka. Tetapi benar-benar menjadi laku kita bersama, hingga kita mampu untuk saling memberdayakan sesama perempuan. []