Mubadalah.id – Dikisahkan dalam sebuah film yang berjudul Cry Me A Sad River yang diproduksi oleh negara China pada tahun 2018 ini, mengisahkan tentang perundungan yang dialami oleh seorang siswa bangku sekolah, selain perundungan Yi Yao selaku pemeran utama banyak mengalami tekanan sosial baik dari lingkup sekolah, masyarakat sekeliling rumah hingga tekanan dari sang ibu. Yi Yao dan ibunya berasal dari keluarga miskin yang hidup di sebuah perkampungan kumuh dan sempit.
Beredarnya gosip miring tentang pekerjaan sang ibu membuat mereka dijauhi oleh lingkungan sekitar. Namun hal ini tidak berlaku bagi Qi Ming seorang tetangga sekaligus sahabat dekatnya di sekolah. Qi Ming selalu membantunya di saat Yi Yao membutuhkan bantuan.
Suatu hari Yi Yao terbangun dari tidurnya dan merasa kesakitan di tubuhnya, hal inilah yang membawanya untuk memeriksakan diri ke dokter. Berharap tidak mengalami penyakit fatal ternyata hasil diagnosa dokter menyatakan bahwa Yi Yao mengidap penyakit HIV.
Setiap hari Yi Yao harus mengonsumsi berbagai macam obat dan mengoleskan salep pada tubuhnya. Berharap penyakitnya ini hanya diketahui olehnya, ternyata Tang Xio Mi seorang siswa pindahan yang menyukai Qi Ming dan iri terhadapnya memergoki Yi Yao sepulang kontrol dan berobat.
Tang Xio Mi merasa mendapatkan informasi menarik akhirnya dia menyebarkan gosip tersebut ke seluruh jagat sekolah baik dunia maya maupun dunia nyata. Berkat informasinya Yi Yao mulai dijauhi teman-temannya dan mendapatkan ribuan hinaan hingga bulian, kekerasan baik fisik, psikis dan sosial.
Yi Yao merasa terpukul atas apa yang dialaminya, di samping itu ibunya, Qi Ming dan lingkungan sekitar tidak ada yang mau mendengarkan keluh kesah serta membantunya untuk keluar dari masalah. Suatu hari ia hendak bercerita kepada ibunya namun hal yang didapatkannya hanyalah ocehan dan kekerasan. Berharap dapat pertolongan dari sang ibu justru tekanan sosial dan psikislah yang ia dapat.
Akhirnya ia pergi ke sungai untuk menenangkan diri dan dari situlah ia bertemu dengan Xin Yunlai yang sudi membantunya keluar dari masalah. Xin Yunlai adalah salah satu laki-laki yang membantunya untuk menguatkan mental Yi Yao agar dapat bertahan hidup dan berani melawan perundungan yang dialaminya.
Perilaku bullying atau perundungan memiliki dampak yang sangat beragam. Olweus menjelaskan bullying atau perundungan merupakan masalah psikosial berupa hinaan, cemooh, merendahkan korban yang dilakukan secara berulang-ulang.
Darmayanti menegaskan indikator bullying tidak bisa hanya dilihat berdasarkan perilaku korban dan pelaku, melainkan perlunya mengindikasi bagaimana fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman ternyata perundungan juga dapat terjadi di dunia maya, perundungan ini sering disebut dengan ciber bullying.
Film Cry me A Sad River membahas perundungan yang dialami Yi Yao di lingkungan sekolah membawa dampak yang sangat serius mulai dari tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri, menurunya sisi akademik, kurangnya rasa sosial dan empati dan lebih ironisnya ada keinginan Yi Yao untuk mengakhiri hidup (bunuh diri).
Adapun faktor terjadinya bullying berasal dari sisi internal dan eksternal. Menurut Darmayanti, faktor internal bersumber atas sikap tempramental, agresi, impulsif dimana pelaku tidak akan merasa kasihan dan bersalah. Selanjutnya faktor eksternal bersumber pada pengaruh pola asuh orang tua dan lingkungan sekitar.
Berasal dari sifat cemburu Tang Xio Mi kepada Yi Yao yang mendapat perhatian dari Qi Ming membuatnya ingin balas dendam dan menyebarkan rahasia pribadi Yi Yao. Sifat Tang inilah yang menjadi faktor internal dimulainya perundungan yang dialami Yi Yao. Merasa mendapatkan power dari teman sekolah tak terkecuali Qi Ming, Tang Xio justru merasa kurang puas atas penderitaan yang dialami Yi Yao dan akhirnya ia melakukan pembulian secara terus menerus tanpa dihantui rasa puas dan bersalah.
Selain itu faktor eksternal pelaku bersumber atas banyaknya kekerasan yang dialami Tang dari sekolahnya yang dulu. Hal ini menggambarkan bahwa tragedi masa lalu yang tidak dapat terselesaikan atau kesehatan mental yang belum pulih dapat menyebabkan korban menjadi pelaku kekerasan selanjutnya.
Sementara Yi Yao juga mengalami hal serupa di mana ia banyak mengalami kekerasan yang dilakukan ibunya sehingga ia tidak mendapatkan penguatan mental atas apa yang dialaminya secara privat, namun Yi Yao mendapatkan dukungan mental dari Xin Yunlai .
Di saat Yi Yao benar-benar membutuhkan perawatan medis agar penyakitnya segera disembuhkan akhirnya ia memberanikan diri untuk membuka lemari dan amplop penyimpanan uang milik ibunya. Di saat yang bersamaan tiba-tiba sang ibu datang dan memarahinya, dan di saat itulah Yi Yao mengatakan sejujurnya bahwa penyakit yang dialaminya bukan karena ia pernah berhubungan seksual melainkan bersumber dari handuk yang sering digunakan laki-laki asing (konsumen pijat dewasa) di rumahnya. Dari sinilah sang ibu merasa kecewa dan bersalah atas apa yang dilakukannya.
Menurut redaksi Halodoc, penyakit menular seksual bisa terjadi tanpa adanya hubungan seksual. Penularan virus ini dapat bersumber dari benda, mulai dari berbagi jarum suntik, darah, dan lain sebagainya. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan bakteri seperti gonore, sifilis, kutil kelamin, klamidia dan HIV.
Adapun pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi antibiotik dan dan obat anti virus. Pernyataan ini menguatkan apa yang dialami oleh Yi Yao, bahwa pekerjaan yang dilakukan sang ibu ternyata mengorbankan kesehatan sang anak yang harus mengalami penyakit serius.
Apa saja yang dibutuhkan bagi ODHA?
ODHA atau orang dengan HIV Aids umumnya banyak mengalami dampak negatif, mulai dari terganggunya fisik, psikologis hingga emosional. Perasaan dan kesedihan yang dialami penyandang ODHA seringkali membuatnya terpaksa untuk menyimpan penyakit yang dialaminya. Padahal dampak dari depresi, ketakutan dan kecemasan yang berlebihan dapat berakibat fatal pada keinginan untuk bunuh diri.
Merujuk pada hasil penelitian, seorang penyandang HIV/Aid justru membutuhkan ruang terbuka untuk bercerita dan bertukar informasi. Hildegar menjelaskan bahwa upaya prefentif seorang tenaga kesehatan pada penyandang HIV ialah hubungan intrapersonal terhadap klien yang bertujuan untuk membangun hubungan terapeutik yang berfungsi untuk menggali informasi dan berkomunikasi dengan klien.
Dengan Social Self Disclosure atau keterbukaan berguna untuk membangun komunikasi seorang ODHA dalam mengungkapkan informasi yang bersifat personal, perasaan, sikap hingga pendapat yang dialaminya. Menurut Kumalasari dengan membuka ruang terbuka bagi para penyandang HIV/Aids dan dengan penanganan yang baik dapat memulihkan emosional korban.
Selain itu dengan menerapkan Social Self Dislosure dapat membantu sesorang untuk sembuh dari penyakit yang dialaminya, mulai dari meningkatnya kesehatan mental, kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hingga lahirnya kembali rasa percaya diri untuk mengekspresikan fikiran, perasaan dan fungsi sosial seseorang. Dukungan positif inilah yang dapat menimbulkan energi positif bagi seseorang untuk bertahan hidup dan merasakan rasa aman dan nyaman.
Dari cerita Yi Yao ini dalam film Cry me A Sad River ini dapat kita simpulkan bahwa dampak yang banyak dialami oleh penyandang HIV/Aids secara umum hampir sama. Mulai dari ketakutan, depresi, kecemasan, menurunya sisi akademik, tekanan sosial hingga keinginan bunuh diri. Oleh sebab itu hal yang sangat dibutuhkan bagi mereka ialah Social Self Dsiclosure (keterbukaan) sebab hubungan ini dapat menguatkan mental, psikis, dan fisik korban agar dapat melanjutkan hidupnya dan menghidupkan kembali rasa percaya diri. Terimakasih. Salam Sehat! []