Mubadalah.id – Culpae poena par esto! hukuman harus setimpal dengan kejahatannya! Begitulah bunyi adagium hukum yang cukup merangkum pesan film Erin Brockovich yang mengorbit tahun 2000. Film Erin Brockovich ini menceritakan perjalanan hidup seorang single parent. Yakni warga sipil biasa yang rabun hukum namun atas usahanya yang keras lambat laun ia menjadi cunsomer advocate kondang.
Erin Brockovic namanya. Perempuan pencari kerja yang harus menghidupi tiga orang anaknya tersebut, mulanya mengalami peristiwa hukum. Ia yang mengendarai mobil dengan patuh rambu lalu lintas. Namun naas sekonyong-konyong ia ditabrak seorang dokter UGD yang melaju ugal-ugalan.
Erin merasa dirugikan lantaran kecelakaan tersebut menghambat aktivitasnya dalam mengurus anak, dan mencari kerja. Ia berkonsultasi dan menyerahkan kuasa kasusnya kepada advokat bernama Ed guna menuntut haknya di pengadilan. Singkat cerita, Erin kecewa. Ia tidak mendapat keadilan dalam proses peradilan kasusnya.
Kekalahannya di pengadilan tak membuatnya putus asa. Ia mencoba kembali mencari kerja, menghubungi setiap lowongan yang ada. Nihil. Sampai pada akhirnya, ia diterima menjadi staff di kantor hukum Ed Masry & Vititoe, advokat yang pernah menjadi kuasanya hukumnya.
Dormiunt Aliquando Leges, Nunquam Moriuntur
Kejanggalan dalam kasus real-estate pro bono yang Erin temukan memantik rasa penasarannya, “Why are there medical records and blood samples in real-estate fies?” (menit 00:20:54). Rasa penasarannya yang besar tersebut menjadi titik baliknya membangunkan hukum yang tertidur.
Di luar jam kerjanya, sambil mengasuh ketiga anaknya di rumah, ia mempelajari kerja kasus pro bono yang diserahkan padanya. Di bolak-baliknya lembar demi lembar dokumen yang mestinya bisa saja sekadar ala kadarnya ia kerjakan di kantor. Atau tak sepenting kasus yang ada duitnya.
Ia meminta izin Ed untuk mempelajari lebih jauh kejanggalan kasus itu. Tanpa diutus atasannya, ia meluncur menemui klient bernama Donna Jensen, warga Hinkley. Mereka udar rasa duduk perkara. Tak berhenti hanya sekali kunjungan, Erin melakukannya dengan intensitas yang cukup sering guna menemukan titik terang. Bahkan kejanggalan pertanyaan yang ia pikirkan, ia tanyakan pada rekannya ahli di bidang toxicology.
Singkat cerita, teranglah duduk perkara. Kasus ketidaksepakatan ganti rugi pembebasan lahan antara Pacific Gas & Electric Co. atau PG&E dengan Donna Jensen. Di mana Donna merasa harga yang perusahaan tawarkan tersebut terlampau murah. Ssedangkan ia dan keluarganya perlu uang tambahan untuk mengobati sakit yang ia derita beberapa tahun belakangan, Hingga akhirnya berubah menjadi kasus perbuatan melawan hukum yang dilakukan korporasi PG&E.
Usut punya usut dalam hal mencegah karat dan korosi dalam air saat menjalankan bisnisnya, PG&E menggunakan chromium hexavalent. Atau chromium enam dengan pengabaian langkah-langkah pembuangan limbah yang selama 14 tahun telah meracuni air sumur yang dikonsumsi penduduk Hinkley sekitar perusahaan.
Berdasarkan ahli toxicology yang Erin temui, mereka ketahui bahwa tingkat bahaya chromium hexavalent tergatung dari berapa jumlah yang kita gunakan. Namun dengan paparan berulang chorium hexavalent dapat menyebabkan sakit kepala kronis hingga pernafasan sesak, gagal hati, gagal jantung, kegagalan reproduksi, tulang atau kerusakan organ dan tentu saja semua jenis kanker.
Keberanian Erin
Fakta yang mencengangkan tersebut turut Erin sampaikan saat mengadvokasi kliennya. Namun klien tak percaya lantaran korporasi telah berhasil melancarkan manipulasi seperti mengundang seminar tentang chromium tiga (jenis chromium yang lumayan jinak berbeda dengan chromium enam).
Di mana menurut mereka aman perusahaan gunakan. Selain itu, mereka berhasil “cuci tangan” dengan berbagai servis cek kesehatan rutin yang perusahaan berikan cuma-cuma untuk warga Hinkley sekitar sebagai bentuk kepedulian.
Namun seperti lazimnya kejahatan, bukti-bukti yang memberatkan tentu mereka sembunyikan. Atau bila perlu mereka lenyapkan! Hal tersebut diperingatkan juga oleh ahli toxicology apabila Erin berniat mengungkap keadilan, “Incriminating records have a way of disappearing when people smell trouble” (00:32:58).
Tak habis akal, Erin maju terus. Dengan teknik mendapat dokumen hukum yang tidak bangku kuliah ajarkan, ia berhasil mendapatkan salinan kualitas air PG&E di Lahontan Regional Water Board.
Tak hanya soal kemampuannya dalam mendapatkan bukti pelanggaran yang perusahaan gelapkan. Kemampuan lain seperti lobiying meyakinkan Ed Masry untuk maju terus. Meskipun dana kantor hukumnya terbatas melawan raksaksa korporasi PG&E yang memiliki dana 28 miliyar dollar. Bahkan bisa mengenyahkan siapa saja yang mereka rasa berbahaya.
Selain itu kemampuannya meyakinkan semua 634 warga Hinkley yang terdampak untuk mengajukan gugatan patut menjadi sorotan dalam film ini. Kerja advokasinya total, pendekatannya yang sabar terhadap satu persatu dari 634 klientnya selama 18 bulan. Hingga tak hanya paham benar seluk beluk klientnya tetapi juga menenangkan stress dan ketakutan semua klientnya, sehingga semua penggugat mau bekerja sama.
Menjelang akhir film penonton akan semakin terhibur lantaran Erin telah mendobrak klenik, bahwa orang-orang yangbisa kuliah, dan bergelar-gelar titelnya selalu dapat bekerja lebih baik. Dari pada mereka yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Kemampuan Erin Lebihi Advokat Ternama
Terbukti di akhir, bahwa non-litigasi Erin melebihi kemampuan advokat ternama yang diajak bermitra oleh Ed bernama Kurt Potter, dan staff hukumnya yang bernama Theresa Dallavale. Di mana ia tak mampu mengambil kepercayaan klientnya. Seperti yang salah seorang klientnya adukan kepada Erin tentang Theresa Dallavale setelah mendatangi kediamannya, “She asks the same questions you did. I told you everything. I don’t want her coming to the house again. She upsets Annabelle” (01:39:45).
Bahkan Kurt Potter tak menyangka Erin berhasil mendapatkan salinan dokumen hukum sebelum 1987 dari Charles Emby. Yakni mantan buruh PG&E yang bertugas untuk menghilangkan dokumen-dokumen ketercemaran air. Di mana dalam dokumen itu menyatakan PG&E pusat di San Fransisco mengetahui dan tidak mencegah. Artinya melakukan pembiaran terhadap pencemaran chromium hexavalent yang dilakukan perusahaan cabang operasionalnya di Hinkley.
Tanpa adanya pendekatan yang humanis dan saling pengertian antara Erin dengan semua klientnya, maka bukti hukum sebelum tahun 1987 yang kuat tersebut mustahil Erin dapatlan. Kasus gugatan terbesar dalam sejarah Amerika – menuntut hak kesehatan dan hidup layak tersebut tidak akan memperoleh kemenangan.
Erin yang awalnya rabun hukum benar-benar membuktikan adagium hukum yang mungkin mulanya asing ia dengar: dormiunt aliquando leges, nunquam moriuntur. Hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati. Tinggal berani dan mampukahkah kita menirunya, menajamkan hukum yang dimitoskan tumpul ke atas?! []