Mubadalah.id – Gerakan perempuan pada masa abad pertengahan, khususnya pada abad ke-15 sampai awal abad ke-18 M di negara-negara seperti Turki, Mesir, dan Syiria, kondisi kaum perempuan tidak berbeda jauh dengan abad sebelumnya.
Meski begitu, ada sedikit perkembangan yang meningkat, khususnya di bidang-bidang tertentu.
Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 M, kaum perempuan sudah bisa menerima pelajaran membaca pada beberapa sekolah.
Mereka mendapatkan kesempatan untuk hadir di Kuttab, sekolah yang letaknya di masjid dan biasanya hanya dihadiri oleh anak laki-laki untuk belajar membaca-menulis Al-Qur’an.
Di antara mereka yang melanjutkan pelajarannya, kemudian menjadi akademisi-akademisi yang terkenal dengan sebutan ulama.
Ummi Hani (w. 1466 M) adalah perempuan Mesir yang belajar Al-Qur’an pada kakeknya, kemudian ke Makah dan kembali ke Mesir.
Ummi Hani sangat kuat dalam bidang hafalan dan kekuatannya itu diakui oleh sarjana-sarjana lelaki se-zamannya.
As-Sakhawi melaporkan bahwa Ummi Hani tahu banyak tentang hadits dan fiqh. Bahkan menganggap Ummi Hani sebagai satu-satunya sarjana perempuan yang menonjol pada zamannya.
Selain Ummi Hani nama-nama lainnya adalah Hajar (w. 1388 M), Bayram, dan masih banyak lagi.
Pada awal abad ke-19 M masyarakat Timur Tengah mulai mengalami perubahan sosial yang cukup fundamental.
Pengerukan kekayaan oleh negara-negara Barat, munculnya negara-bangsa (nation-state), serta penguasaan secara formal maupun informal oleh kekuatan-kekuatan kolonial.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 M telah membentuk parameter perubahan ekonomi dan politik yang sangat penting.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.