Minggu, 23 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Iran

    Dari Jilbab Paksa Hingga Persepolis: Kisah Perempuan Iran yang Tak Pernah Usai

    An-Nisa ayat 34

    Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

    Stigma bagi Penyandang Disabilitas

    Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    mau‘idhah dan pisah ranjang

    Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    Suami Memukul Istri yang

    Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

    Transisi Energi

    Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    Pemberdayaan disabilitas

    Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Iran

    Dari Jilbab Paksa Hingga Persepolis: Kisah Perempuan Iran yang Tak Pernah Usai

    An-Nisa ayat 34

    Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

    Stigma bagi Penyandang Disabilitas

    Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    mau‘idhah dan pisah ranjang

    Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    Suami Memukul Istri yang

    Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

    Transisi Energi

    Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    Pemberdayaan disabilitas

    Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Metodologi

Membaca Hadis “Perempuan (bagai) Tawanan Lelaki” dalam Perspektif Mubadalah

Tentu, Kang Faqih, sapaan akrabnya, melakukan reinterpretasi sesuai spirit hadis tersebut. Sehingga menangkal tafsiran mainstream yang berkembang di masyarakat, yang notabene menyudutkan perempuan

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
25 Juli 2023
in Hadits, Rujukan
0
Perempuan (bagai) dalam tawanan lelaki

Perempuan (bagai) dalam tawanan lelaki

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –“Hadis “Perempuan (bagai) tawanan lelaki”, bagaimana kesan kalian mendengarnya?. Pertanyaan retorik yang dilontarkan KH. Imam Nake’i ketika mengajar Bidayatul Mujtahid.

Relatif, jawabannya. Tergantung siapa yang menyampaikan dan siapa yang mendengarkan. Saya, dulu saat masih kecil, pertama kali mendengar hadis itu tidak tertarik. Namun seiringnya waktu, saat beranjak SD-SMP saya menghadiri acara pernikahan dan mendengar seorang da’i mengutip cuplikan hadis tersebut, rasanya beda.

Berbeda karena sang da’i dengan berapi-api menyampaikan suami harus berbuat baik kepada istri, lantaran istri adalah tawanan suami. “Perempuan (bak) tawanan lelaki” adalah frasa yang terus diulang-ulang sehingga menindih frasa “lelaki harus berbuat baik pada perempuan”.

Saya sendiri dan beberapa kawan (mulanya) mengamini ceramah sang da’i yang begitu menawan dengan selingan gelak-tawa. Alasannya saya mengafirmasi kala itu (begitupun kawan saya) karena merasa nyaman. Nyaman lantaran sesuai dengan (sikap keusilan) saya, ditambah justifikasi keagamaan.

Bahkan, tanpa sadar (berdosa) pernah melakukan kekerasan verbal dengan mengolok-olok kawan cewek bahwa mereka (perempuan) adalah tawanan kita-kita (lelaki). Sampai akhirnya saya sadar dan “murtad” akan cara pandang demikian.

Penyampaian Hadis yang Bias

Barangkali itu satu fenomena yang juga banyak terjadi. Dan ceramah-ceramah sebagaimana deskripsi terus bermunculan dari satu generasi ke generasi, dari satu tempat ke tempat lainnya, dari dunia nyata hatta dunia maya.

Dalam konteks ceramah, yang menjadi persoalan bukanlah pengutipan hadisnya, sebagaimana yang  KH. Faqihuddin Abdul Kodir mengingatkan, melainkan interpretasi dan penyampainya yang bias. Membesar-besarkan bahwa perempuan adalah (bak) tawanan lelaki yang muaranya akan mengaburkan pesan utamanya: Lelaki hendaklah berbuat baik kepada pasangannya.

KH. Faqihuddin Abdul Kodir, dalam karya magnum opus-nya Qirā’ah Mubādalah, mencuplik hadis itu di pembukaan bab 2. Tentu, Kang Faqih, sapaan akrabnya, melakukan reinterpretasi sesuai spirit hadis tersebut. Sehingga menangkal tafsiran mainstream yang berkembang di masyarakat, yang notabene menyudutkan perempuan.

Adapun redaksi hadisnya yaitu sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab Sunan sebagai berikut;

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ، لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ

“Ingatlah, berbuat baiklah (laki-laki) kepada perempuan. Sebab, mereka (perempuan) itu (bagai) tawanan di sisi kalian. Padahal kalian (lelaki) tidak memiliki hak kuasa apapun atas mereka selain berbuat baik… (Sunan al-Tirmidzi, al-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Hadis “Perempuan (bagai) Tawanan Lelaki” Perspektif Qirā’ah Mubādalah

Membaca hadis yang sedikit sensitif haruslah berhati-hati agar tidak terjebak dalam bias yang merugikan perempuan, misalnya. Oleh sebab itu, harus membaca dari berbagai sudut pandang dan perspektif. Di antaranya perspektif Qirā’ah Mubādalah.

Ada tiga step yang harus dilalui ketika mengoperasionalkan Qirā’ah Mubādalah sebagaimana diformulasikan oleh penggagasnya. Pertama, sebelum menguak makna yang terkandung dalam teks yang akan diinterpretasi, harus menemukan nilai universal yang melampaui jenis kelamin terlebih dahulu.

Dalam konteks hadis di atas, nilai universalnya adalah berbuat baik. Berbuat baik merupakan tindakan terpuji yang tidak memperhatikan jenis kelamin, bahkan spesies. Sebab, Tuhan memerintahkan kepada seluruh hambanya untuk berbuat baik, baik kepada sesama manusia; laki-laki-perempuan, atau sesama makhluknya.

Kedua, yaitu mengetahui spirit dari teks-teks yang akan diinterpretasikan. Dalam hadis di atas, spirit yang terkandung adalah membela dan berbuat baik kepada yang lemah, yaitu istri atau dan perempuan. Mengapa perempuan yang berada di posisi lemah, apakah memang kodratnya? Tidak!

Ungkapan Nabi Muhammad “Perempuan (bak) tawanan Lelaki” tidak lebih untuk mendeskripsikan situasi sosio-politik saat itu. Di mana perempuan memang dikuasai lelaki, dilemahkan dan dimarginalkan dalam setiap lini kehidupan. Dalam situasi demikian, patutlah jika perempuan dikatakan tawanan lelaki.

Oleh karena itu, Nabi menegaskan bahwa para lelaki harus secara kontinu berbuat baik kepada perempuan. Karena struktur sosio-politik laki-laki yang telah menawan hak-hak perempuan. Padahal, lelaki sama sekali tidak memiliki hak apa pun atas perempuan sebagaimana penegasan Nabi, “لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ (Padahal kalian (lelaki) tidak punya hak kuasa apa pun atas mereka selain berbuat baik).

Pemihakan Nabi Terhadap Perempuan dalam Hadis Tersebut

Tidak heran, jika Kang Faqih berkesimpulan bahwa hadis itu merupakan bentuk pemihakan Nabi secara nyata kepada orang-orang lemah, terutama perempuan. Gerakan Nabi untuk melawan budaya misoginis dan mengangkat martabat perempuan dari lembah struktur sosio-politik patriarki.

Selaras dengan kesimpulan itu, dalam hadis lainnya Nabi terus menghawatirkan perempuan-perempuan yang dilemahkan sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad. Tak perlu heran dengan kekhawatiran Nabi ini, karena pada faktanya sampai 15 abad berlalu sistem budaya patriarki dan misoginis terus melemahkan dan memarginalkan perempuan.

إِنِّيْ أُحَرِّجُ عَلَيْكُمْ حَقَّ الضَّعِيْفَيْنِ: اَلْيَتِيْمِ وَالْمَرْأَةِ.

“Sesungguhnya aku mengkhawatirkan hak dua orang yang dilemahkan kalian: anak yatim dan perempuan.”

Langkah ketiga dari operasional perspektif Qirā’ah Mubādalah adalah mengimplementasikan gagasan yang terkandung dalam teks kepada seluruh jenis kelamin, atau menjalarkan kepada jenis kelamin yang tidak ada dalam teks.

Hal ini berangkat dari paradigma bahwa seluruh teks-teks syariat menyapa seluruh manusia, apapun jenis kelaminnya. Sehingga, bila ada teks yang secara lahir menyapa salah satunya maka sesungguhnya juga menyapa jenis kelamin yang lain. Inilah gagasan KH. Faqihuddin Abdul Qadir dalam Qirā’ah Mubādalah.

Untuk hadis di atas, maka baik laki-laki maupun perempuan harus berbuat baik kepada pasangannya, apalagi dalam kondisi lemah. Dan yang paling urgen dari interpretasi hadis tersebut adalah cara menyampaikannya. Jangan sampai bias dalam menyampaikan hadis tersebut sebagaimana lumrah terjadi.

Seolah-olah spirit hadisnya adalah perempuan (bagai) tawanan lelaki dan mengaburkan perintah berbuat baik kepada pasangan sebagai semangat hadis sesungguhnya. Demikianlah pembacaan Qirā’ah Mubādalah terhadap hadis di atas.

Kenapa Perspektif Qirā’ah Mubādalah dipandang Sinis dan Skeptis?

Sayangnya, tidak semua orang bisa menerima gagasan yang Kang Faqih formulasikan. Sebab gagasan (baca: istilah) perspektif Qirā’ah Mubādalah itu masih terbilang baru, tidak familiar bagi sebagian kalangan bahkan terlihat asing.

Hal demikian sudah terbiasa terjadi dalam lembaran sejarah umat Islam, bahkan panggung intelektual dunia. Satu tokoh menangkal gagasan tokoh lainnya bahkan dari murid-muridnya sendiri. Konsep Sigmund Freud pernah dikritik oleh muridnya sendiri, Erich Froom. Dalam  muslim, misalnya, Imam Abu Hanifah yang memproklamirkan konsep Istihsan. Banyak kalangan Syafi’iyah, bahkan termasuk Imam Syafi’i sendiri, mengkritik habis-habisan.

Manusia secara fitrah cenderung melihat hal baru dengan sinis, skeptis dan penuh curiga serta lari dari hal-hal yang asing. Statement Imam al-Ghazali merepresentasikan kondisi tersebut.

لِأَنَّ الْفِطَامَ عَنْ الْمَأْلُوفِ شَدِيدٌ وَالنُّفُوسُ عَنْ الْغَرِيبِ نَافِرَةٌ

“Berpisah dengan hal yang lumrah (pembacaan maintream yang bias gender dan timpang) amatlah sulit sedangkan jiwa-jiwa lari terlunta-lunta dari hal asing (perspektif resiprokal/kesetaraan)” (al-Mustashfa, 9).

Hadis “Perempuan (bagai) Tawanan Lelaki” perspektif  Linguistik Ushul Fiqh

Oleh sebab itu, kita mengenalkan nilai-nilai mubadalah menggunakan istilah-istilah aman yang tidak mengundang kontroversi, sebagaimana penegasan Kang Faqihuddin. Dalam konteks pesantren, maka harus menggunakan istilah-istilah pesantren.

Misalnya, istilah-istilah dalam kajian ushul fiqh. Dalam ushul fiqh, hadis tentang wasiat berbuat baik kepada perempuan dan perempuan (bak) tawanan lelaki bisa mengkaji dari kacamata linguistik atau kajian kebahasaan. Menggunakan istilah Ahnaf, secara ‘Ibārat al-Nash (pemahaman yang terambil dari rangkaian kalimatnya) hadis itu membawa dua pesan sekaligus.

Pertama, bersifat ashalatan (spirit). Kedua, bersifat tab’an (situasional). Sebagaimana gagasan Kang Faqih, pesan ashalatan-nya adalah berbuat baik, berpihak, dan membela yang lemah, yaitu istri atau dan perempuan. Sedangkan makna tab’an-nya ialah perempuan tertawan hak-haknya oleh budaya dan sosio-politik.

Fungsi makna tab’an yaitu untuk menggambarkan situasi sosio-politik ketika Nabi menyampaikan hadisnya. Tentu tidak menjadikan makna tab’an sebagai pijakan, baik paradigma apalagi hukum, ketika paradoks dengan makna ashalata-nya.

Kontradiksi ini bisa terjadi bila seseorang yang menginterpretasi hadis di atas menyangkut-pautkan antara makna spirit dan situasionalnya. Sebab, dua makna itu adalah 2 hal yang berbeda dan memiliki domain masing-masing.

Sementara untuk melakukan interpretasi resiprokal sebagaimana step ketiga dalam perspektif mubadalah, bisa kita gunakan teori Masālik al-Illah Tanqīh al-Manāth. Syekh Zakariya al-Anshari mendefinisikan Tanqīh al-Manāth sebagai kerja-kerja interpretasi suatu teks yang menunjukkan suatu kausa/reason/ilat hukum menggunakan beberapa kriteria. Lalu mengeliminasi kriteria-kriteria itu dan memberlakukan hukum  lebih general, (Ghoyat al-Wushul, 133).

Dalam konteks hadis di atas, maka mengeliminasi kriteria subjek-objek (jenis kelamin) kemudian memberlakukan hukum berbuat baik untuk membela mereka yang lemah, baik laki-laki maupun perempuan. Demikianlah menyikapi teks-teks yang sering jadi alat melegitimasi tindakan bias gender.

Lalu, Bagaimana Kesan Kalian Mendengar Hadis “Perempuan (bagai) Tawanan Lelaki”?

Relatif, jawabannya. Tergantung siapa yang menyampaikan dan yang mendengarkan. Bila yang menyampaikan memiliki paradigma kesetaraan, pun yang mendengarkan, maka niscaya tidak akan ada diskriminasi karena jenis kelamin. Sebaliknya, bila yang menyampaikan dan yang mendengar sedari awal bias, tentu akan menimbulkan diskriminasi gender sebagaimana kasus di atas. Wallahu A’lam

Tags: buku qiraah mubaadalahHadisMerebut Tafsirperempuanperspektif mubadalahTafsir Hadis
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Kekerasan Terhadap Perempuan yang
Keluarga

Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

21 November 2025
Industri ekstraktif
Publik

Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif

21 November 2025
P2GP
Aktual

Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

20 November 2025
Al-Ummu Madrasatul Ula
Keluarga

Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

17 November 2025
Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

15 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah sudah
Publik

Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

15 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dari Jilbab Paksa Hingga Persepolis: Kisah Perempuan Iran yang Tak Pernah Usai
  • Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam
  • Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa
  • Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga
  • Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID