Mubadalah.id – Islam memandang upah sebagai hak mutlak yang wajib diberikan majikan atau perusahaan atau pemerintah kepada seorang pekerja.
Dalam bahasa fikih, upah biasa disebut dengan istilah “ajru” atau “ijarah”. Menurut bahasa, ijarah (ajru) bermakna al-Itsabah yang berarti memberi upah. Sedangkan secara terminologi, ijarah (ajru) adalah pemberian hak pemanfaatan dengan syarat imbalan. Al-Qur’an dengan jelas mengatakan hal ini dalam surat al-Qashshash ayat 26:
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
“Salah seorang dari kedua perempuan itu berkata, “Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. al-Qashashah ayat 26)
Sehubungan dengan itu, kualitas kerja dan upah yang buruh terima harus adil. Islam menjelaskan hal itu dengan sangat baik dan bijak, penggambaran dalam ayat tadi tentang “orang yang paling baik diambil sebagai pekerja adalah orang yang kuat (punya kualitas) dan terpercaya” merupakan realisasi terhadap deklarasi al-Qur’an mengenai konsep upah. Dalam hal ini, kesetaraan dan keadilan menjadi harga mati yang tidak bisa mereka tawar lagi.
Fundamental
Upah dalam Islam dipandang sebagai sesuatu yang fundamental, tidak hanya hubungan kerja sepihak, tapi unsur moral dan kesetaraan di dalamnya. Buktinya hadits dari Abdullah bin Umar:
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya”. (HR. Ibnu Majah)
Ini penegasan bahwa Islam memandang pembayaran upah di bawah kelayakan buruh sebagai manusia dan mengeliminasinya dari keuntungan kerja, sama artinya dengan pembunuhan buruh sebagai makhluk sosial.
Dengan demikian, sistem pengupahan yang terjadi saat ini bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) Pasal 25 (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap buruh berhak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.”
Kemudian dalam Pasal 11 Kovenan International Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menyebutkan bahwa “Negara-negara penandatangan Kovenan mengakui hak setiap orang atas standar hidup yang layak untuk diri dan keluarganya.”
Pernyataan atau deklarasi hak asasi manusia tentang kualitas hidup yang kita sebut “hak mendapat standar hidup yang layak” (buruh) secara substansi tidak berbeda dengan Islam.
Bahkan Islam jauh-jauh hari telah menegaskan “berilah upah pada buruh sebelum keringatnya kering.” Jargon tersebut merupakan bentuk penghargaan Islam terhadap kaum pekerja.
Islam memandang penting terciptanya lingkungan kerja kondusif antara buruh dan majikan. Islam mewajibkan dan memerintahkan untuk menjaga kualitas kerja itu dengan memenuhi hak-hak para pekerja. []