• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Hari Raya Idulfitri di Hari Kartini

Kartini telah membangkitkan semangat para perempuan agar mampu bangkit, tegak berdiri, melawan diskriminasi dan ketidakadilan atas dasar jenis kelamin. Sungguh perayaan Idulfitri yang istimewa di tahun ini

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
22/04/2023
in Featured, Publik
0
Hari Kartini

Hari Kartini

690
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya merayakan salat Idulfitri di tahun ini pada Jum’at, 21 April 2023. Hari itu bertepatan dengan hari Kartini. Hari bersejarah untuk mengingat spirit Raden Adjeng Kartini dalam memperjuangkan hak asasi perempuan Indonesia. Kartini telah membangkitkan semangat para perempuan agar mampu bangkit, tegak berdiri, melawan diskriminasi dan ketidakadilan atas dasar jenis kelamin. Sungguh perayaan Idulfitri yang istimewa di tahun ini.

Keistimewaan lainnya adalah, adanya perbedaan waktu dalam mengakhiri puasa yang sudah kita jalani selama satu bulan penuh. Umat Islam di Indonesia tengah berbeda pandangan. Ada yang merayakan lebaran pada tanggal 20 April. Sebagian lain ada yang merayakannya pada 21 April, 22 April, bahkan ada yang merayakan pada 23 April. Saya termasuk salah satu orang yang merayakannya pada 21 April.

Manakah yang jumlahnya lebih banyak? Tidak penting untuk menghitungnya. Perbedaan perayaan hari Raya Idulfitri seperti ini terjadi setiap tahun. Terutama pada komunitas kecil dalam faksi keagamaan Islam di Indonesia. Kebetulan, pada tahun ini, perbedaan itu terjadi antara ketetapan resmi Pemerintah dengan Organisasi Keagamaan Muhammadiyah. Sehingga ekspose beritanya cukup meluas, meski tidak berdampak.

Menyikapi Perbedaan Hari Raya Idulfitri

Perbedaan waktu perayaan lebaran kali ini menimbulkan beragam persepsi. Ada yang mengasosiasikan bahwa perbedaan itu terjadi antara organisasi keagamaan NU vs Muhammadiyah. Ada juga yang berpandangan bahwa perbedaan itu terjadi antara Muhammadiyah vs Pemerintah. Beragam pandangan itu muncul secara bebas tanpa perlu diklarifikasi. Toh perbedaan itu sudah kerap terjadi secara berulang-ulang. Semua pihak saling menyadari, sehingga tidak berimplikasi pada kegaduhan yang beroptensi mengancam kedamaian antar mereka yang berbeda.

Secara umum, perbedaan yang terekspose secara luas adalah antara mereka yang ingin merayakan lebaran pada hari Jum’at dan pada Sabtu. Dan itu tidak hanya terjadi antara warga NU vs Muhammadiyah saja. Faktanya, afiliasi organisasi keagamaan umat Islam Indonesia sangat beragam. NU dan Muhammadiyah hanyalah dua di antara puluhan organisasi lain. Jika mencermati pemberitaan media, ada lho komunitas keagamaan Islam yang merayakan lebaran lebih awal, yaitu pada hari Kamis 20 April 2023. Bahkan ada juga yang merayakannya jauh ke belakang, yaitu ada hari Ahad 23 April 2023.

Baca Juga:

KB dalam Pandangan Islam

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Di tengah perbedaan yang begitu beragam, saya menaruh hormat dengan sikap Menteri Agama dan Menkopolhukam yang berkali kali menegaskan, bahwa Pemerintah wajib memfasilitasi semua warga negara yang ingin merayakan salat Idulfitri secara berbeda waktunya dengan ketentuan Pemerintah. Sungguh, sikap para pejabat negara itu patut kita apresisasi. Sikap meneduhkan sekaligus menjadi tauladan baik bagi masa depan Indonesia yang warga negaranya sarat dengan perbedaan keyakinan.

Menghormati Perbedaan

Atas perbedaan yang kerap sekali itu, saya tidak pernah mempertanyakan manakah yang benar. Karena masing-masing orang memiliki argument sendiri. Mereka sama-sama memiliki dasar pemikiran yang mengacu pada dalil keagamaan berbasiskan ajaran dalam Al Qur’an dan Al Hadist.

Bahkan, mereka yang mendasarkan keputusannya pada pertimbangan rasio sekalipun, harus tetap saya hormati. Semua orang bebas memilih dan menentukannya. Satu prinsip utama yang berlaku umum, yaitu selalu menghormati perbedaan pilihan orang lain, meski berbeda dengan dirinya. Menghormati berarti juga mendiamkan dan tidak mengikutinya.

Pada kamis malam lalu, bertempat di Perguruan Islam Ruhama milik UHAMKA, kami para pengurus Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso dan Pondok Cabe sedang berkumpul di halaman sekolah. Kami tengah mempersiapkan salat Idulfitri yang akan kami rayakan esok pada hari Jum’at. Secara bersamaan, di dalam Masjid di lingkungan Perguruan Muhammadiyah itu juga tengah berlangsung salat tarawih yang dilakukan oleh warga sekitar.

Artinya, mereka yang masih salat tarawih di Masjid itu pastinya akan merayakan salat Idulfitri dalam waktu yang berbeda dengan ketetapan Muhammadiyah. Tapi, masing-masing bisa berjalan dengan lancar dan biasa saja. Usai salat tarawih, sebagian jamaah justru membantu kami dalam menyelesaikan persiapan di malam itu.

Posisi Perempuan

Malam itu, salah satu perkara yang kami harus diskusikan adalah soal tata letak para hadirin yang akan mengikuti salat berjamaah. Biasanya, dalam salat jamaah di lapangan terbuka, posisi perempuan selalu berada di belakang laki-laki. Malam itu, kami menetapkan secara berbeda. Komposisi letak laki-laki dan perempuan kami buat sejajar. Jamaah laki-laki berada di barisan sebelah kanan, dan jamaah perempuan ada di barisan sebelah kiri. Letak mereka sejajar, sama-sama bisa melihat posisi khatib dan imam secara utuh.

Pengaturan seperti itu kami tetapkan tanpa ada perdebatan sama sekali. Pun tidak ada yang memiliki intensi khusus bahwa salat Idulfitri kali ini harus selaras dengan peringatan Hari Kartini. Mungkin kami kurang sensitif sehingga lupa, namun keputusan itu berlangsung begitu saja. Semua mengamini.

Usai salat Ied, ibu-ibu Aisyiah saling berfoto bareng, ceria sekali. Tiba-tiba, saya dipanggil secara khusus oleh mereka untuk mendengarkan protesnya. ”Ketua, kenapa kami tidak dilibatkan dalam kepanitiaan ini. Memangnya kami tidak bisa berkontribusi. Jangan begitu dong…”. Saya hanya mengangguk, mengaku salah, lalu berjanji bahwa tahun depan, saya tidak akan mengulangi kesalahan ini.

Bersikap hormat dan rileks saat menghadapi perbedaan penentuan hari raya, menempati posisi sejajar ketika salat berjamaah, suara protes ibu-ibu yang merasa perannya terabaikan dalam kepanitiaan, adalah wujud kesadaran alamiah para perempuan berdaya. Begitulah cita-cita Kartini dulu.

Protes yang mereka suarakan secara spontan, adalah pertanda sebuah kebangkitan para perempuan yang selama ini dipersepsi sebagai manusia yang tercipta dari tulang rusuk. Mereka dianggap lemah karena mudah patah. Dipersepsi bahwa kehadirannya di bumi, hanya sebagai pelengkap laki-laki agar bisa tampil lebih sempurna. Mereka dianggap sebagai ”konco wingking” (teman di belakang) yang tidak memiliki peran penting, hingga berdiri sejajar dengan laki-laki.

Maafkan aku ibu, istri dan anak perempuanku. Selamat Idulfitri. Selamat Hari Kartini. []

 

Tags: Bulan Kartinihari kartiniHari Raya Idulfitri 1444 HIndonesiaislamlebaran
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version